Perasaan Kita Memang Saling Terbalaskan, tapi Kini Semua Harus Ditanggalkan atas Nama Perjodohan

perasaan kita ditanggalkan karena perjodohan

Kadang kita dituntut untuk melakukan hal yang berbanding terbalik sama apa yang kita ingin. Ada saatnya, kita dipaksa untuk menyakiti diri sendiri sebelum luka lebih besar datangnya. Mungkin itu yang aku sebut dengan pura-pura tidak peduli. Maafkan aku. Aku menyakitimu, pun juga menyakiti diriku.

Advertisement

Kita dipertemukan tanpa sengaja, dengan takdir Tuhan sebagai alasannya. Ada rasa yang tak biasa saat pertama kali jumpa. Mungkin, ini yang orang sebut sebagai cinta. Ya, semudah itu kau membiarkan aku menaruh rasa. 

Kolom chatmu masih kubaca setiap harinya. Mengenang betapa menyenangkan percakapan kita. Mulai dari hal-hal sederhana, perihal kerasnya hidup, tawa, air mata, juga cinta. Ah, lucu juga. Aku merindukannya. Segala leluconmu yang membuatku tertawa. Atau tentang kejahilanmu yang membuatku kesal pada akhirnya, pun menjadi alasanku terlihat manja di hadapanmu. 

Lalu, apa kabar? Semoga selalu berada dalam kondisi yang baik, dalam lindunganNya. Aku di sini mencoba baik, walau kenyataannya tidak. Bagaimana mungkin aku nampak bahagia, sedangkan aku menahan luka? Aku masih saja berteman dengan air mata. Semenjak kala itu, ketika aku memutuskan menjauh darimu. Maafkan aku. Ini bukan inginku.

Advertisement

Kau tahu? Luka di hati lama perginya. Masih utuh, belum sembuh. Terkadang, aku masih saja menyalahkan keadaan. Mengutuki diri sendiri sebab perasaan yang kubuat sendiri. Kita adalah dua sosok bernyawa yang tak punya nyali untuk saling berkata. Perihal rasa, kita adalah pengecut satu sama lainnya. 

Aku mencintaimu. Begitu juga kamu. Namun, kita terlalu tidak percaya diri untuk mengakuinya. Kita hanya diam memendam dalam-dalam. Bahkan, dalam cerita kita, kita adalah korbannya. Maafkan aku, memilih orang lain selain kamu, bukanlah mauku. Kenyataannya, keluargaku telah menjodohkanku pada orang, bukan kamu. Perasan kita memang terbalaskan, lalu harus dibinasakan. Perih. Pedih. 

Advertisement

Lalu, katakan padaku apa yang ada dalam dadamu? Ungkapkan semua yang menyesakkan akibat sebuah perasaan. Aku ingin mendengarnya, walaupun itu untuk terakhir kalinya. Mari, tuntaskan. Kurasa, di antara kita masih ada yang mengganjal. Rasa yang dipaksa untuk tanggal, memang menyakitkan. Kini, aku belajar untuk mengungkapkan selamat tinggal. Kisah kita memang rumit, juga harus berakhir pamit. 

Beberapa hari menjelang pernikahanku. Doakan aku. Pun sebaliknya, aku juga mendoakan yang terbaik untukmu. Terima kasih pernah hadir dalam hidupku. Memberi warna dan menjadikannya teramat indah. Terima kasih pernah menjadi alasanku bahagia, walau hanya sementara singgah. Maafkan aku, untuk rasa sakit yang tak seharusnya ada.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Just imperfect girl who loves to write her own story

Editor

une femme libre