Sejak adanya pandemi yang membuat orang-orang lebih banyak beraktivitas di dalam rumah, membuatku betah tidak keluar rumah berhari-hari. Hingga akhirnya aku bergabung sebagai relawan di suatu komunitas di kampusku, yang mengharuskan pergi ke Surabaya. Acara tersebut berhasil membuatku keluar 'sangkar' setelah sekian lama.
Aku memulai perjalananku ke Surabaya seorang diri. Berangkat menggunakan kereta api dengan jadwal keberangkatan pagi. Ketika menunggu kedatangan kereta api, ada seorang nenek duduk di sebelahku. Lantas beliau menyapaku dan berbincang singkat.
Dari obrolan tersebut, aku jadi tahu kalau beliau pertama kali bepergian dengan kereta api sendirian dan kulihat dari gesturnya, nenek itu tampak gugup. Kemudian aku berinisiatif menanyakan tujuan kota dan melihat tiket beliau. Rupanya kami menuju kota yang sama. Menaiki kereta dan gerbong yang sama.
Wah kebetulan sekali. Kita ada di gerbong yang sama, Nek. Naiknya barengan aja, kataku waktu itu.
Begitu kereta datang, nenek itu menurut ketika kugandeng berjalan berdesakan dengan penumpang lainnya. Selesai mengantarkan nenek tersebut ke bangkunya, aku kembali ke bangkuku dan menikmati perjalanan.
Aku sudah tiba di stasiun Gubeng Lama dan tengah mengirim pesan pada seorang kakak tingkat yang akan memanduku ke hotel. Namun, berkali-kali aku mengecek ponselku, pesanku belum terbaca. Kakak tingkat tersebut mendadak hilang kabar.
Sempat dilema harus menunggu di stasiun saja atau langsung mendatangi hotel meski acara belum dimulai. Entah dorongan dari mana, aku terpikirkan seorang teman lainnya dan menanyakan apakah dia ikut serta pada acara ini. Tak kusangka dia juga ikut dan baru tiba di stasiun.
Kami pun bertemu di luar stasiun. Saat itu aku merasa bersyukur tidak kebingungan sendirian dan ada teman yang bisa kuajak mengobrol. Satu hal lagi yang tidak pernah kusangka, ternyata waktu itu kami juga ada di gerbong yang sama. Sambil menunggu waktu, kami saling mengenalkan diri dan bercerita. Seandainya aku tidak menghubungi temanku, mungkin aku bakal bosan menunggu berjam-jam sendirian.
Aku berhasil melewati rangkaian acara seminar. Sempat ada masalah teknis, namun beruntungnya ada seorang teman satu jurusan yang ikut bekerja sama dengan komunitas kami dan telaten membantuku. Karena acara seminar tersebut melibatkan relawan dari berbagai jurusan, aku berkesempatan untuk berkenalan dengan banyak orang.
Menyenangkan sekali rasanya ketika tahu ada banyak karakter disatukan dalam sebuah acara. Beberapa percakapan yang kulakukan dengan mereka meninggalkan kesan yang membuka pemahamanku. Â Bahwa terkadang kita hanya mampu melihat, tapi belum tentu memahami.
Kita melihat sisi luar seseorang, tapi belum tentu bisa memahami orang tersebut dari dalam.
Acara seminar rupanya selesai lebih cepat. Aku dan beberapa teman lainnya harus meninggalkan hotel. Sempat bingung harus bermalam di mana karena aku belum mengenal kota Surabaya. Lalu seorang kakak tingkat memberikan tawaran untuk beristirahat di tempat kosnya.
Kami pun tidur bertiga di kamar kos tersebut. Memang berdesakan, tapi aku bersyukur masih ada tempat untukku beristirahat. Esoknya aku bersiap untuk pulang. Aktivitas pada hari itu berjalan lancar hingga aku tiba di stasiun.
Ruang tunggu di siang hari itu dipadati banyak orang. Sambil menunggu kedatangan kereta, aku membuka aplikasi KAI Online untuk mengecek nomor bangkuku. Suara pertanda kereta tiba terdengar. Orang-orang segera berbaris untuk me-scan tiket mereka.
Aku terkejut ketika hanya tampilan layar putih yang kulihat ketika membuka aplikasi KAI Online. Segera aku cek sinyalku. Tidak hilang. Paket data juga masih aktif dan banyak. Astaga… kenapa mendadak tidak bisa?
Aku sangat panik dan tidak berhenti menekan-nekan layar ponselku. Antrian terus bergerak maju. Sebentar lagi giliranku tapi tampilan layar di aplikasi tersebut tetap putih. Aku celingukan mencari orang yang sekiranya bisa membantuku. Aku pun memberanikan diri untuk meminta sambungan hotspot pada seorang perempuan muda di belakangku.
Permisi, Mbak…
Kenapa? Mau nyambung hotspot? Ucapnya tepat sasaran.
Aku begitu terkejut. Kok Mbak ini bisa tahu kalau aku mau minta hotspot? Apakah wajahku terlihat begitu nelangsa? Dengan segera aku menyambung dari ponsel Mbak tersebut dan aplikasi bisa terbuka kembali. Aku berhasil me-scan tiketku.
Segera kuucapkan terima kasih berkali-kali pada perempuan itu atas kebaikan dan inisiatifnya dalam membantuku. Akhirnya, aku berhasil pulang dengan selamat. Perjalanan tiga hari memberiku banyak pengalaman dan pelajaran baru.
Kurasa, tanpa pertolongan dari orang-orang baik tadi aku tidak akan selamat melewati hari-hari itu. Rentetan kejadian yang kualami seperti konflik di film atau drama yang kutonton. Seperti alur cerita di novel yang kubaca. Tapi mau sekeras apapun aku berpikir, nyatanya kejadian tersebut betulan aku alami.
Aku sendiri pun masih tidak habis pikir dan berkali-kali melontarkan kalimat, kok bisa, ya? Semua peristiwa tadi tidak pernah ada dalam rundown di pikiranku. Dari situ, aku mendapat pelajaran baru yaitu untuk selalu berusaha berbuat baik. Kita tidak pernah tahu akan menolong siapa atau ditolong siapa.
Kita tidak bisa memprediksi akurat apa yang akan kita temui atau terjadi pada diri kita. Mungkin kita bisa menyiapkan ini-itu dan berantisipasi. Namun ketika ada suatu kejadian tidak terduga dan tidak masuk dalam perkiraan kita, kita tidak bisa mengelaknya. Apalagi bila kita sedang ada di tanah orang dan seorang diri.
Terkadang pertolongan bisa datang dari seseorang yang tidak pernah kita sangka. Tahu-tahu ada dan siap membantu.
Selalu waspada dan berhati-hati memang penting. Tapi jangan lupa untuk berbuat baik dengan orang lain, sekecil apapun itu. Karena hal kecil yang kita anggap sepele ketika tidak butuh, bisa menjadi hal yang amat penting ketika kita sedang terdesak.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”