Mendaki gunung adalah sebuah aktivitas yang banyak digemari anak-anak muda zaman sekarang. Walau sudah banyak berita tentang pemuda-pemudi yang hilang di gunung, tapi anak-anak muda sekarang tetap saja ingin mendaki gunung. Mungkin karena unggahan foto Instagram dari influencer yang terlihat keren, disertai caption mengajak anak-anak muda untuk ikut mendaki gunung demi kesehatan dan mencintai alam Indonesia kali ya~
Di antara kalian mungkin ada yang punya wishlist sekali dalam seumur hidup harus naik gunung. Itulah yang aku rasakan sebelum awalnya memutuskan untuk ikut ajakan teman kampusku mendaki gunung.
Woi kalian kan jarang tuh olahraga ekstrim kaya naik gunung gini, usahakan olahraga jogging atau sepedaan ya. Tapi sepedaannya kalau bisa di medan yang tanjakan ya, biar kaki kalian terbiasa, ucap salah satu teman aktivis pencinta alam di kampusku.
Kami mendiskusikan rencana untuk naik gunung ini di Sekretariat Mahasiswa Pecinta Alam kampus di Bandung. Kami membicarakan banyak hal tentang persiapan, seperti penggunaan kompas, mempelajari mapping daerah pegunungan, penggunaan P3K, dan mendiskusikan barang-barang bawaan untuk dibawa naik gunung.
Selang 2 minggu kemudian, tibalah waktunya untuk mendaki gunung. Aku dan 7 temanku lainnya berangkat dari Bandung menuju Garut sekitar jam 4 pagi, agar tidak macet di jalan dan bisa mengejar waktu untuk sampai di lokasi kaki gunung.
Total kami ber-8, ada 3 mahasiswa pencinta alam dan 5 mahasiswa biasa. Kami ber-5 dituntun oleh 3 teman kami yang sudah memiliki pengalaman mendaki gunung lebih dulu.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 3 jam-an, kami sampai di kota Garut. Kami singgah untuk sarapan dulu, karena di Bandung belum sarapan sama sekali. Setelah itu kami lanjutkan lagi perjalanan dengan membawa 4 motor ber-iringan di jalan raya Garut.
Sampailah kami di kaki gunung Gunung Cikuray, yang terletak di Dayeuh Manggung, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Sampai di sana kami mempersiapkan tas dan barang bawaan yang akan kami bawa naik gunung. Kami bawa tas carrier di pundak masing-masing. Sebelum mendaki kami berdoa untuk kelancaran perjalanan mendaki ini dan dapat kembali dengan selamat.
Langkah pertama menuju pendakian siap kami tapak sedikit demi sedikit. Awalnya aku bisa mendaki dengan baik. Namun tidak sampai berapa lama, ada salah seorang teman kami yang harus beristirahat dan kelihatannya kondisinya sangat tidak baik. Mukanya pucat, sempat juga muntah-muntah.
Kayaknya aku nggak bisa lanjut lagi lah we. Karena semalam aku tidur baru berapa jam aja, ungkapnya dengan nada rendah.
Kami yang mendengar kalimat itu sontak terkejut. Tidak mungkin kami tinggalkan dia. Dengan inisiatif temanku yang lain, kami membantunya untuk mengangkat tas carrier-nya dan menuntunnya dari belakang. Kami mengikuti alur kecepatan pendakian yang dia sanggup. Sepatah dua patah kata kami berikan untuk terus menyemangatinya.
Ayo semangat!! Semangat yok! Bisa kok kita sampai puncak, ungkap kami walau puncak masih jauh di atas sana.
Kami terus mendaki melewati pos demi pos. Hingga sampailah di pos yang mendekati puncak. Kami sampai di pos terakhir ketika cuaca sudah terlihat gelap. Aku dan teman-temanku bergegas membangun tenda untuk tempat peristirahatan karena nanti kami harus bangun lagi jam 4 subuh untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak.
Setelah selesai membangun tenda dan makan, kami beristirahat di tenda. Selang beristirahat selama 1 jam kakiku terasa seperti keram, keram yang sangat parah sampai-sampai aku ingin menjerit. Temanku yang melihat aku gelisah dari tadi langsung mencoba meluruskan kakiku. Kira-kira hingga 20 menit kakiku di tekuk-tekuk agar urat-uratnya kembali bagus.
Makanya kalau kusuruh olahraga sebelum mendaki, ya olahragalah! Jangan pulak sok-sokan kakinya kayak Hulk, katanya dengan logat Bataknya.
Kami dibangunkan oleh suara alarm handphone yang menunjukkan pukul 4 subuh. Kami melanjutkan perjalanan sampai ke puncak. Tenda tidak perlu dirapikan lagi. Itu bisa nanti-nanti saja setelah turun dari puncak.
Kami lanjut mendaki ke puncak. Setelah beberapa lama mendaki sampailah kami di puncak Gunung Cikuray. Takjub sekali dengan matahari yang terbit, kami melihat melalui puncak gunung. Posisi kami di atas awan. Bisa melihat gunung-gunung lain yang ada di sekitar Cikuray. Sebuah maha karya indah ciptaan Tuhan untuk kami jaga kelestarianya, dan diceritakan ke anak cucu kelak. Begitulah hal yang terpikir dibenakku. Kami menikmati pemandangan sekaligus menikmati semangkuk mie instan yang sudah dimasak oleh temanku di puncak, sembari mengambil foto-foto pemandangan indah.
Kami juga bercerita lepas. Kira-kira kami habiskan waktu 1 jam di puncak. Setelah selesai berfoto-foto dan berbincang-bincang, kami langsung turun ke bawah untuk bersiap pulang ke Bandung.
Ada banyak hal yang aku pelajari ketika mendaki gunung. Mulai dari ketahanan tubuh, masalah sosial, etika, dan juga kepribadian satu sama lain. Layaknya sebuah gunung yang dikelilingi oleh hutan, tidak ada yang tersembunyi di tempat ini.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”