Pengalaman Pertama Jatuh Cinta yang Berujung Luka

Sebenarnya kisah ini adalah kisah lama, kisah saat aku masih duduk di bangku sekolah, tepatnya empat belas tahun silam, saat aku kelas satu SMP. Hebatnya, semua kejadian itu tak pernah hilang dalam ingatanku. Kejadian ketika pertama kalinya aku merasakan jatuh cinta kepada seorang lelaki. Iya, lelaki yang menurutku tipe idaman.

Advertisement

Aku berbeda dengan anak sekolah di luaran sana yang mungkin bisa bebas bertemu, bergaul, bahkan mungkin bisa bermain bersama dengan lawan jenis. Sedangkan aku, tidak merasakan demikian. Sejak lulus sekolah dasar, orang tuaku menyekolahkan ku di sebuah pesantren. Di sana, aku sebagai seorang siswi sekaligus santriwati yang tidak bisa dengan bebas bergaul dengan lawan jenis, atau kami biasa menyebutnya santriwan. 

Di sekolah, kelas kami  dipisah. Laki-laki berada di lantai satu dan perempuan di lantai dua. Ketika di sekolah kami disebut siswa dan siswi, namun saat di asrama atau aktivitas di luar sekolah, kami disebut santriwan dan santriwati. Tenang, semua itu tidak sesuram yang dibayangkan. Justru dari sanalah banyak terjadi hal-hal lucu. Perempuan memang tidak bisa dengan mudah bergaul dengan laki-laki, tetapi bukan berarti setiap hari aku tak bisa melihat mereka. 

Sekolah adalah hal yang selalu ku nantikan, terutama hari Sabtu. Sebab hari ini berbeda dari sekolah lain, yang biasa mengadakan upacara sekolah pada hari Senin, di pesantren ku upacara sekolah justru diadakan di hari Sabtu. Momen itulah yang akan membuatku bisa lebih lama menatap dan memperhatikan para siswa. Karena  pada saat itu, semua siswa dan siswi berkumpul bersama dan berbaris melakukan upacara. 

Advertisement

Saat itu aku masih kelas satu SMP, masih disebut siswi baru yang identik dengan lugu dan polos. Belum tahu lebih dalam tentang pesantren, juga belum tahu terlalu banyak tentang nama-nama para siswa dan siswi. 

Upacara berlangsung dengan khidmat. Mataku tak berhenti menatap dan menyusuri para siswa, memperhatikannya satu persatu. Aku tak ingin melewatkan kesempatan menatap mereka. Bagiku itu adalah hal lucu dan seru untuk dilakukan. Tiba-tiba saja, mataku langsung terkunci kepada seorang siswa yang berdiri di depan. Siswa yang satu tingkat di atas ku. Dia berbalik menatapku, buru-buru aku membuang pandangan. 

Advertisement

Kejadian itu adalah awal di mana aku bisa merasakan degup jantungku lebih kencang, bayangan wajahnya tak pernah hilang di ingatan. Satu hal yang perlu diingat, dia amat tampan. Aku semakin penasaran dibuatnya, ingin mengetahui tentangnya ya minimal tentang siapa namanya. Hingga akhirnya aku memberanikan diri bertanya kepada kakak kelas santriwati yang satu angkatan dengannya. Usahaku tak sia-sia, aku berhasil menemukan jawaban tentang siapa namanya. Dia bernama Kamil, nama yang indah seindah parasnya. Dia adalah siswa sekaligus santriwan yang cukup pandai di kelasnya.

Kamil yang membuat aku semakin semangat sekolah, setiap hari sebelum menaiki tangga ke lantai dua, aku berharap bisa bertemu dengannya. Dan Semesta seolah mengamini. Hampir setiap hari, sebelum menaiki tangga ke lantai atas, aku melihatnya berdiri di depan pintu kelas. Menyaksikan para siswi termasuk aku berjalan menaiki tangga. Dengan berani aku mencoba menatapnya, hal yang tak pernah aku sangka adalah dia tersenyum kepadaku. 

Sungguh saat itu aku sangat senang, senyumannya membuat aku semakin ingin selalu melihatnya. Sejak saat itu aku mulai menyadari bahwa aku sedang jatuh cinta untuk pertama kalinya. Oh begini rupanya jatuh cinta, membahagiakan, aku merasa langsung betah tinggal di pesantren.

Esoknya aku bertemu lagi, hingga sering sekali aku melihatnya, dan seperti biasa dia selalu tersenyum, tapi kali ini aku mulai menyadari, bahwa senyumannya bukan di khususkan untukku. Senyuman itu seolah dia sedang menebar pesona kepada kami para siswi yang hendak menaiki tangga ke lantai dua. 

Dua bulan berlalu rasa jatuh cinta itu kurasakan, tepatnya jatuh cinta untuk pertama kali. Rasa itu seolah semakin bertambah setiap harinya, terlebih karena aku sering melihat senyumannya, walau aku tahu senyuman itu bukanlah untukku. 

Akhirnya hari itu tiba, hari dimana aku merasa dadaku sesak menahan sakit hati, mungkin itu yang disebut cemburu. Karena hari itu Kamil menitipkan salam untuk siswi, teman sekelas ku lewat aku sendiri. Di pesantren, jika ada seorang siswa atau seorang santriwan menitipkan salam kepada siswi atau santriwati itu tandanya dia suka. 

Aku menyampaikan salamnya kepada temanku, Rani namanya, dia tersenyum bahagia, tersipu malu. Tak satu pun kata yang keluar dari bibirnya. Bagiku itu menunjukkan bahwa dia juga telah mengetahui sinyal-sinyal cinta yang ditunjukkan Kamil kepadanya.

Kini aku tahu ternyata senyumannya itu ditunjukkan untuk temanku, bukan untukku, kami memang selalu berangkat sekolah dan menaiki tangga bersama. Ternyata cintaku bertepuk sebelah tangan, cintaku membuat aku terlalu percaya diri. Dadaku sesak mengetahui hal itu. Pertama kalinya aku jatuh cinta yang berujung luka. Ah, Cinta memang tak harus memiliki. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Hanya Manusia dengan segala kelemahannya