Pengalaman Masa Orientasi Sekolah yang Terkadang Tidak Masuk Akal

Memasuki tahun ajaran baru pasti ada yang namanya Masa Orientasi Sekolah (MOS) kalau sekarang mungkin namanya Masa Orientasi Peserta Didik Baru (MOPD). Nah, dulu saya masuk ke Madrasah Aliyah itu setelah namanya berganti jadi MOPDB. Tapi, ya berganti nama doang nggak berganti sistem, tetap saja ada hal-hal yang nggak jelas!

Advertisement

Kalau ngomongin MOS memang nggak ada habisnya, mulai dari disuruh bawa makanan-makanan dengan teka-teki yang membingungkan yang katanya mengasah pikiran. Terus pakai atribut-atribut yang rame. Tapi, dulu ketika saya MOPDB itu, atribut nggak terlalu ramai, sih. Mungkin karena adanya stigma perpeloncoan tea yang dilarang sama pemerintah.

Dulu, saya cuma pakai peci dengan tulisan kelompok, terus sorban dan tanda pengenal kecil. Cukup sih nggak terlalu ribet. Cuma di balik itu semua, banyak hal-hal yang menurut saya itu nggak masuk akal dan malah membuat para peserta MOS itu kebingungan.

Contohnya, dulu saya diharuskan untuk tiba ke sekolah sebelum subuh, atau pas azan subuh. Lah, aneh! Hal itu menurut saya melebihi peraturan yang ada di pabrik-pabrik, yang cuma mengharuskan pekerjanya masuk pukul 6. Kata kakak kelas sih, supaya membiasakan tepat waktu dan berangkat pagi, ya tapi nggak pagi buta juga.

Advertisement

Sarapan udah kayak sahur, nggak ada sempet-sempetnya nonton spongebob dulu, apalagi nyiapin berbagai hal yang harus dibawa biar nggak lupa. Selain itu, dulu peraturan yang menimpa saya adalah harus dicukur 2-1-2 atau gaya rambut ala militer.

Gaya rambut itu menurut saya sangat tidak masuk akal, terlalu gaya orba. hehehe. Sekaligus membuat saya rada minder, mengingat mata saya sipit, kalau saya dibotakin saya semakin dekat dengan Avatar Aang yang bisa mengendalikan berbagai elemen. Padahal, rambut itu kan salah satu ciri kebebasan berekspresi seseorang.

Advertisement

Selain harus datang pagi buta dan dibotakin, jam pulangnya pun sore banget. Hal ini yang membuat saya langsung berpikir bahwa sekolah ternyata lebih mirip simulasi bekerja di pabrik. Toh, padahal setelah MOS pun para siswanya banyak yang telat dan bolos, jadi nggak efektif-efektif amat sistem kayak gitu, tuh.

Saya pernah membaca susunan acara yang ada di hari terakhir MOS. Di situ tertera Simulasi, saat itu saya nggak ngerti maksudnya simulasi itu apa. Toh, anak baru masuk SMA kan. Eh, ternyata ajang drama kakak kelas yang nggak jelas penyebabnya apa.

Nah, ajang-ajang drama berantem antar kakak kelas ini sudah sangat menjadi tradisi sejak dulu. Kemudian si kakak kelas itu langsung berteriak-teriak dan bertanya nggak akan ada yang mau ngomong ini teh?!. Saya semakin bingung, mau ngomong apa? Karena nggak tahu ini berantem karena apa dan buat apa? Mana jam udah mau sore.

Drama berantem itu memang terlihat nyata, bahkan saya ingat betul ada sepatu melayang dari belakang aula hingga mengenai punggung kakak kelas yang sedang berada di depan. Gila nggak tuh?! Diajarin tawuran kayaknya waktu itu. 

Setelah MOS, saya seolah tidak mendapat apa-apa selain rasa sakit karena terjatuh tertindih kakak kelas yang berantem nggak jelas. Akhirnya, malah saya berkeliling sekolah dengan teman-teman untuk mengenal seluk beluk sekolah. Bahkan, soal ekskul pun lebih senang bertanya pada orang lain daripada saat MOS.

Hal-hal yang tidak masuk akal seperti teka-teki makanan, cukur botak, atau drama kakak kelas yang nggak jelas sudah seharusnya hilang, sih. Toh, namanya juga pengenalan, tapi pengenalannya nggak nyampe kan jadinya peserta didik baru pusing dan malah stres.

Pengenalan sekolah seharusnya bisa menjadi ajang yang happy, karena menunjukan first impression seseorang terhadap hal yang baru dikenalnya. Jika, first impressionnya diberi hal yang nggak enak, nantinya nggak akan klop.

Tapi, saya bersyukur, sih di tengah pandemi ini MOS dilakukan secara virtual, pengenalan bisa lebih santai dan efektif, kedisiplinan memang sulit diatur, tapi kalau disampaikan dengan cara santai dan baik pasti akan diserap oleh peserta. Jangan sampai marah-marah virtual, nanti viral di Twitter kan nggak enak.

Apalagi sampai teriak-teriak dan bilang Ikat pinggang diperlihatkan! sambil melotot. Jangan sampai pengenalan sekolah jadi sumber ketakutan dan jadi ajang balas dendam angkatan ke angkatan. Kalau gini caranya, ya nggak ada bedanya sama elit-elit saat ini, saling menjatuhkan, saling membalaskan, pengin enak sendiri, kalau berkuasa, inginnya menindas.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Saya adalah jurnalis, penulis konten, dan podcaster yang nyambi jadi mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Bandung