Pemerataan Ruang Digital Papua dan Momen Olahraga Nasional

ruang digital di papua

Terdapat sebuah pengalaman bangsa memperkuat persatuan melalui olahraga pada awal-awal kemerdekaan. Kala itu Indonesia gagal mengikuti penyelenggaraan Olimpiade ke-14 di kota London, Inggris, akibat blokade yang dilakukan Belanda.

Advertisement

Indonesia pada saat itu perlu sebuah pengakuan dari bangsa-bangsa lain sebagai negara merdeka. Sebagai jawaban atas persoalan tersebut, presiden Republik Indonesia menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON) pertama kali di Surakarta, pada tahun 1948.

Pagelaran olahraga berskala nasional itu juga dimanfaatkan Indonesia sebagai media konsolidasi anak bangsa. Menggugah rasa nasionalisme, mengesampingkan sekat kedaerahan, serta meningkatkan rasa persatuan.

Namun di era teknologi digital ini, segregasi terhadap masyarakat Papua di dunia nyata tidak saja menggejala di kalangan anak bangsa. Di lingkup ruang digital pun mereka mengalami gejala pemisahan.

Advertisement

Dari data yang disajikan situs Pemerintah Daerah Papua (papua.go.id), tingkat kepadatan penduduk Papua berkisar di angka 3,6 jiwa per kilometer persegi. Laju pertumbuhan penduduknya hanya 2,4 persen per tahun, dengan jumlah usia produktif mencapai 92 persen.

Tidak lengkapnya informasi terkait tanah Papua dan sumber daya manusia di dalamnya merupakan hal sangat jelas terlihat atas gejala tersebut. Masyarakat Indonesia pada umumnya hanya mengetahui Papua pada seputaran Raja Ampat beserta pesona keindahan alamnya, serta Cenderawasih sebagai ikon.

Advertisement

Dalam waktu belum lama ini, seorang pegiat media sosial bahkan mencuit minuman keras sebagai bagian dari budaya Papua. Pernyataan itupun mendapat respon penolakan oleh warga Papua sendiri. Oleh karenanya, gugusan pulau besar berpopulasi 4,31 juta orang itu rentan akan isu-isu hoaks.

Kurangnya pemahaman dan wawasan terkait tanah Papua seakan tak mendapat perhatian bagi anak bangsa Indonesia lainnya. Banyak yang belum tahu bagaimana pemerintah berupaya menghadirkan pemerataan di Tanah Papua. Upaya pemerataan ini tidak saja kerja pemerintah. Setidaknya, melalui informasi yang berimbang, seluruh warga Indonesia dapat mengangkat perihal saudara mereka di bagian timur Indonesia.

Pemerataan di berbagai aspek perlu dilakukan, terutama pada lingkup ruang digital Papua. Jika tidak kunjung mendapat perhatian oleh berbagai kalangan, hal ini akan berdampak pada segregasi yang berlarut-larut – sedangkan teknologi digital terus mengalami perkembangan sedemikian pesat.

Sekiranya pembangunan infrastruktur Papua dilaksanakan berdasarkan banyaknya permintaan pasar, tidak akan ada namanya pertumbuhan sumber daya manusia yang signifikan.

Ketika masyarakat dunia terhubung satu sama lain berkat kehadiran internet, pemerataan ruang digital Papua sangat penting diwujudkan. Pada kasus ini, warga Papua perlu mendapat akses yang sama besar demi memperkuat fondasi sosial mereka menyongsong kehadiran pasar dunia.

Kehadiran Pekan Olahraga Nasional ke-20 di tanah Cenderawasih bisa juga dimanfaatkan sebagai pengikis segregasi di tubuh anak bangsa. Di saat bersamaan, pembangunan infrastruktur akan kembali bergeliat. Jarak sosial yang tadinya begitu lebar antara timur dan barat Indonesia semakin memudar. Keadilan di bidang teknologi digital pun turut diangkat pada pagelaran tersebut.

Ajang olahraga nasional yang dijadwalkan pada 2 Oktober hingga 13 Oktober 2021 itu diharapkan sebagai momen menggemakan Papua, tidak saja dari keindahannya, namun juga seni dan budaya mereka, hingga potensi pasar yang dimilikinya.

Gema yang dimaksud itu adalah dengan memanfaatkan algoritma komputer yang menghitung berdasarkan kesamaan, kesukaan, komunikasi, dan perilaku digital.

Oleh karenanya, Panitia PON XX menggandeng PT. Telkom Indonesia (Persero) Tbk untuk merealisasikan keadilan ruang digital Tanah Cenderawasih. Ini bukan semata-mata tentang internet cepat, atau internet stabil. Keadilan ini juga tentang kualitas koneksi dan konten digital.

Dalam peresmian IndiHome Wonderful Papua (18/3) kemarin, terkuak bahwa Telkom Indonesia setidaknya merencanakan dua hal :

1. Membangun konektivitas, termasuk meresmikan WiFi Corner IndiHome (WiCo) di beberapa kota di Papua, seperti Marauke, Wamena, Timika, Raja Ampat, Sorong, dan Manokwari.

2. Memperkaya literasi digital warga Papua untuk menciptakan konten yang beragam. Termasuk diantaranya menghadirkan website wonderfulpapua.id yang juga terdapat e-commerce di dalamnya.

Artinya, rencana besar terkait percepatan pembangunan infrastruktur teknologi digital dibarengi dengan melibatkan kelompok masyarakat Papua. Mereka dilibatkan di dalam pemenuhan konten berkualitas dan bertanggung jawab.

Warga Papua juga mendapatkan akses pemasaran secara daring, terutama bagi pegiat usaha batik Papua yang mulai eksis. Demikian pula kerjasama ini turut mengajak seluruh pekerja konten digital Indonesia berbondong-bondong mendatangi Papua dan mengabarkan perihalnya yang belum terinformasi secara utuh kepada dunia.

Segregasi bangsa muncul tatkala kelompok etnis satu memilih untuk membatasi diri dari kelompok etnis lainnya. Hal ini yang mengakibatkan tidak adanya interaksi sehat diantara mereka sehingga kurangnya pasokan informasi untuk saling mengenal satu sama lain.

Memanfaatkan perusahaan plat merah di bidang teknologi komunikasi ini sah-sah saja dalam perspektif kepentingan bangsa. Cukup memiliki alasan. Selain sebagai upaya membangun dengan potensi negeri sendiri, momen ini dapat mewujudkan keadilan digital bagi warga Papua, anak bangsa Indonesia.

Dan satu lagi, semua itu dapat terwujud, dengan syarat momen PON dimanfaatkan sebaik mungkin sebagaimana awal penyelenggaraannya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

penulis konten dan novel