Sore itu adalah sore terakhirku bersama dengannya menikmati keindahan senja. Di ujung jalan desa tepat di pemberhentian bus kota, di langit yang berwarna jingga terlihat jelas matahari yang mulai menenggelamkan sebagian sinarnya. Ketulusan matahari dalam mengikhlaskan kepergian senja menuju malam gelap gulita, sama persis dengan apa yang saat itu kurasa. Bersama dengan terbenamnya matahari, aku harus mengikhlaskan dan merelakannya pergi. Aku dan desa yang telah mengukir banyak cerita cinta harus ia tinggalkan demi menimba ilmu di kota tetangga.
“Kamu jangan sedih Sekar, aku tidak akan pernah jauh darimu. Karena aku selalu ada dekat di hatimu”
Rama memang paling bisa menenangkan aku di kala aku merasa tidak enak hati.
“Aku tidak pernah sedih. Karena aku percaya kalau kamu pasti akan kembali untuk menemui aku, kamu harus janji ya kamu harus kembali dan kamu jangan pernah melupakan aku” ucapku.
Namun entah kenapa Rama hanya senyum tidak membalas ucapanku. Bus kota yang ditunggu tunggu pun telah datang. Kini aku benar benar menyaksikan perginya orang yang kucinta untuk menuju kehidupan barunya di kota tetangga.
Rama adalah pria pertama yang berhasil membuatku jatuh cinta sejatuh jatuhnya. Pria bertubuh tinggi dan berkulit putih yang begitu baik, sopan serta perhatian. Meski Rama anak orang kaya dan aku anak orang tak punya, hal itu tidak menghalangi niatnya untuk memilihku sebagai gadis pengisi hatinya. Cinta darinya begitu tulus kurasa.
Aku merasa seperti hidup kembali setelah perjumpaan pertamaku dengan Rama. Keterpurukan yang menimpaku selepas meninggalnya Ayah dan Ibu sedikit demi sedikit mulai terobati.
Namun setelah Rama pergi, ia tak pernah menghubungiku lagi. Mengirimkan pesan pun tak pernah. Mungkin saja ia sedang disibukkan dengan aktivitas barunya di dunia perkuliahan, aku percaya sama Rama, aku tidak berani berpikiran yang bukan-bukan.
Hari ini tepat satu tahun Rama pergi meninggalkanku, dan tepat di hari ini pula ia mengirimkan pesan kepadaku.
"Selamat Pagi Sekar, hari ini aku akan pulang ke desa. Tunggu aku di tempat biasa ya" Rama memintaku untuk menunggunya di pemberhentian bus kota. Tempat yang sama ketika aku mengantarkannya pergi.
Setelah satu tahun akhirnya Rama menghubungiku juga. Meski hanya sekali, namun di dalamnya ia memberi kabar yang selama ini ku nanti. Aku begitu bahagia, akhirnya Rama yang kutunggu menepati janjinya.
“Iya Rama, aku pasti akan menunggu kepulanganmu di tempat biasanya, kamu ganti nomor ya? Hehe pantesan selama setahun ini kamu tidak pernah lagi menghubungiku.” Tulisku membalas pesan yang Rama kirim.
“Tapi kenapa Rama mengirimkan pesan dengan nomor baru?” pikirku heran. Namun rasa bahagiaku telah menutupi keherananku.
Selepas sembahyang subuh aku langsung bergegas mengayuh sepeda, menembus embun dan dinginnya suasana pagi di desa. Apapun akan aku lewati demi segera bertemu dengan orang yang telah lama ku nanti kepulangannya. Namun sesampainya aku di pemberhentian bus kota, aku tidak melihat satupun bus yang berhenti di sana. Bahkan di jalanan besar tak ada satupun kendaraan yang melaluinya.
"Ini aneh, kok bisa sesepi ini, tak seperti biasanya" pikirku. Tapi aku tetap merasa aku yang mungkin salah sangka.
Lalu aku bertanya kepada seorang Bapak yang sedang duduk meringkuk di depan pemberhentian bus kota.
"Maaf Pak, ini memang sepi atau ada apa ya Pak? Biasanya jam segini sudah ramai kendaraan yang lewat" tanyaku.
"Kamu kira ini jam berapa nak? ini kan memang masih pagi buta. Lihat saja matahari juga belum ada. Agak siangan nanti juga normal seperti biasa" Jawab Bapak itu sambil terbata bata menjawab pertanyaanku. Mungkin karena tidak kuat menahan rasa dingin yang menembus kulitnya.
Mendengar jawaban Bapak itu, langsung saja aku melihat jam yang melingkar di tanganku, dan jam menunjukkan pukul 05.15. Benar saja ini masih pagi buta. Ternyata rasa ingin bertemuku dengan Rama telah membuatku lupa segalanya.
Dari arah dalam desa ku melihat samar samar mobil yang melaju kencang menuju jalan arah ke luar desa. Semakin dekat semakin terlihat ternyata itu adalah mobil keluarga Rama. Terlihat ada Ayah dan Ibunya Rama di dalam sana. Namun sepertinya mereka tidak melihatku.
"Mau kemana mereka? Bukannya Rama hari ini pulang. Lalu kenapa mereka malah pergi?" Tanyaku dalam hati dengan penuh rasa penasaran.
Meskipun hati kecilku tetap berbisik seolah olah ada yang tidak beres, namun aku tetap berpikir positif. Mungkin saja Rama berhenti di terminal kota, dan keluarganya hendak menjemputnya.
"Lalu apa tujuannya Rama menyuruhku menunggunya di sini? Ahh mungkin saja karena Rama ingin mengetahui seberapa sabar aku bisa menunggunya. Nanti juga dia akan berhenti untuk menghampiriku disini" Pikirku menenangkan diriku sendiri.
Dua jam ku menunggu belum juga ada tanda tanda kedatangan Rama. Mobil keluarga Rama yang tadi melintas di depanku belum juga kembali.
"Sekarrr, ngapain pagi pagi disini." Tiba tiba ada yang menepuk pundakku dari belakang. Seketika membuatku terkejut dan membuat lamunanku buyar.
Sari adalah sahabatku yang juga sepupunya Rama. Sari juga orang yang telah mengenalkanku dengan Rama. Aku sangat bersyukur memiliki sahabat seperti dia. Sifatnya tak jauh beda dari Rama. Mereka sama sama sopan dan penuh perhatian.
"Sari, kamu bikin aku kaget saja. Ini lagi nungguin sepupu kamu hehe. Dia kan hari ini mau pulang dari kota tetangga Sar" Jawabku sambil senyum senyum malu.
"Ohh.." Sari seolah olah kaget bercampur sedih mendengar ucapanku. Tapi aku belum menemukan hal yang salah dari ucapanku yang membuatnya begitu.
"Loh kok gitu? Kamu udah tau kan pasti? Oiyaa tadi aku lihat Ayah dan Ibunya Rama juga pergi. Apa mau nyusulin Rama ke terminal ya Sar?" Tanyaku ke Sari untuk mendapatkan jawaban atas rasa penasaranku.
Namun Sari tak kunjung menjawab pertanyaanku, dan aku semakin merasa ada yang dia sembunyikan.
"Sari ?? Kok kamu diem aja. Kenapa ? Ada apa sebenernya?" Tanyaku sambil memegang dan menggoyang goyangkan pundak Sari.
"Udah ya Sekar. Nanti aja aku jelasin. Lebih baik kita di sini dulu nunggu mobilnya Pakdhe lewat. Nanti baru aku ceritain semuanya"
Kenapa Sari berkata seperti itu? Meski aku belum mendengarkan penjelasannya, namun hatiku rasanya sudah tak menentu. Aku tidak mampu membayangkan hal buruk apa yang akan menimpaku.
Dari arah berlawanan aku melihat mobil keluarga Rama. Hatiku semakin tidak sanggup menerima kemungkinan terburuk yang akan terjadi.
Mobil itu lewat tepat di depanku. Aku dapat dengan jelas melihat Rama di dalam sana. Tapi Rama tidak sedikitpun mengalihkan pandangannya untuk menengokku. Apa Rama tidak melihatku? Lalu siapa yang ada di samping Rama? Seorang gadis yang berpenampilan modis layaknya anak ibu kota. Siapa dia? Aku belum menemukan jawaban. Tapi seolah olah hati kecilku tau siapa gadis itu.
"Sekar, kamu yang sabar ya. Aku tau Bang Rama mencintaimu dengan tulus. Tapi maaf, Pakdhe sama Budhe tidak menginginkan kalian bersatu."
Ucapan Sari membuat jantungku seolah olah berhenti berdetak. Rasanya aku sudah tidak ingin mendengarkan apapun yang diucapkan Sari. Aku sudah tidak kuasa menahan tangis yang hampir pecah. Kakiku seperti tidak sanggup lagi untuk menopang tubuhku. Apa yang terjadi sebenarnya? Kebohongan macam apa ini.
"Bang Rama sangat nurut sama apapun yang dikatakan Budhe. Cintanya ke kamu masih kalah besar dengan cintanya sebagai seorang anak ke Ibu." Ucap sari sembari mencoba untuk menjelaskan semuanya kepadaku.
"Lantas apa maksudnya dia memintaku menunggunya? Apa Rama sejahat itu Sar?" Tanyaku disela isak tangis yang tak dapat lagi kutahan.
"Aku yakin Bang Rama ga ada niatan jahatin kamu Sekar. Bisa jadi Budhe yang sengaja mengirimkan pesan kepadamu untuk memintamu menunggu di sini. Bang Rama sebenernya engga kuliah di kota tetangga. Bang Rama selama ini tinggal di rumah tanteku di pusat kota, dia kuliah di salah satu Universitas Negeri di kota ini. Aku yakin Bang Rama ga bermaksud bohongin kamu, hanya saja dia tidak tega memberitahu kamu tentang kepedihan ini"
Hatiku semakin hancur berkeping keping mendengar perkataan Sari. Hancur sehancur hancurnya hingga ku tak lagi bisa mengumpulkan serpihannya.
"Kamu jangan tanya Sekar, siapa gadis yang di samping Bang Rama. Dia adalah gadis yang dijodohkan dengan Bang Rama. Hari ini mereka akan melangsungkan pertunangannya"
“Kamu mau kemana Sekar? Aku bisa jelasin ini semua. Bang Rama ga sejahat yang kamu kira. Sekarr…. Tunggu…”
Aku berlari menjauhi Sari, membawa sakit hati yang semakin dalam. Aku tidak ingin lagi mendengar kenyataan pahit yang lainnya yang akan Sari ucapkan. Hidupku rasanya mendadak redup. Tidak ada lagi matahari yang menyinariku. Masa depan yang indah yang pernah kuimpikan bersama dengan Rama kini menjadi hal terpahit yang harus aku terima.
Harusnya aku sadar, aku bukan gadis cantik, penampilanku pun tak menarik. Aku bukan gadis berpendidikan, kenapa aku pernah bodoh merasa dicintai oleh anak Bangsawan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”