We are all just figuring it out as we go along. So the best you can do is reflect on who you were in the past and compare that to who you wanna be in the future and you split the difference. That's who you are now.
– Charlie Rattigan (Matt Walsh), The Perfect Date
Sejak kemunculannya di film To All the Boys I've Loved Before, nama Noah Centineo langsung melejit dan semakin banyak pula peran yang ia mainkan, salah satunya adalah film The Perfect Date.
Film Amerika bergenre teen romantic comedy yang dirilis oleh Netflix pada April 2019 ini diadaptasi dari novel The Stand-In, pengarang Steve Bloom. Menceritakan perjuangan seorang anak SMA mengumpulkan uang dengan menjual jasa “pacar bayaran” demi standard hidup ideal menurutnya.
Kita disini tidak membicarakan review filmnya atau betapa cute nya Noah, atau tentang chemistry antar pemainnya, tapi tentang pembelajaran yang disampaikan dari film ini. Ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari alur ceritanya, tentang mencari jati diri dan perencanaan hidup.
Coba deh teman-teman bayangkan, dalam hidup berapa kali kita berbohong pada diri sendiri? Bisa jadi kita berbohong tentang siapa kita, agar bisa diterima oleh lingkar teman tertentu, atau disukai oleh orang tertentu, bisa juga untuk membentengi diri sendiri, untuk mencegah orang lain untuk masuk dan mengetahui siapa diri kita.
Tapi pikirkan lagi, kenapa kita berbohong seperti itu? Kenapa kita merasa harus bisa masuk dalam lingkar pertemanan itu? Kenapa kita harus disukai oleh orang tertentu? Apakah karena itu akan membuat kita lebih keren?
Brooks Rattigan, tokoh utama dalam film The Perfect Date punya mimpi untuk masuk ke univ bergengsi Yale University, sehingga dia berjuang keras mulai dari membuat apps sebagai stand-in, mengumpulkan uang dengan bekerja sebagai “pacar bayaran”, bahkan berbohong kepada golongan kelas atas dan Dean of Undergraduate dari Yale hanya agar ia disukai. Ia terlalu terobsesi untuk “naik kelas/naik strata” dengan masuk ke univ bergengsi, membawa mobil mewah, dan berkencan dengan wanita tercantik.
Sayangnya dia lupa, bahwa hidup tidak hanya tentang itu semua. Hubungannya dengan orang-orang yang menyayanginya dan menerimanya apa adanya pun rusak, sampai pada akhirnya rahasianya juga terbongkar. Disaat itulah dia menyadari kesalahannya.
Dalam hidup ini, kita bisa jadi apa saja, siapa aja yang kita mau, the best student, cowboy, art enthusiast, bad friends, dll. Tapi kita tidak bisa terus membohongi diri sendiri untuk diterima oleh orang lain, karena itu sangat menyiksa diri. Sebuah hubungan yang dibentuk berlandaskan kepalsuan, selamana adalah palsu. Namun, pada saat kita bisa menerima keunikan kita sendiri, di saat itu jugalah orang-orang lain bisa menerima kita apa adanya dan hubungan yang baik tercipta.
You're just relying on external factors for your happiness, waiting for people to accept you instead of accepting yourself.
— Celia Lieberman (Laura Marano), The Perfect Date
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”