Pelajar dan Mental Pengejar Nilai Ujian

Seperti yang telah diketahui, Indonesia telah menerapkan program wajib belajar 12 tahun bagi anak-anak Indonesia. Ini dimaksudkan sebagai salah satu cita-cita bangsa yang tertera di Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, …dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia… Dengan adanya program tersebut, diharapkan setiap anak Indonesia memiliki pendidikan minimal setingkat SMA sehingga mereka memiliki perbekalan yang cukup untuk menghadapi hidup yang keras ini.

Advertisement

Program belajar 12 tahun terdiri dari 6 tahun masa Sekolah Dasar (SD), 3 tahun masa Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan 3 tahun masa Sekolah Menengah Atas (SMA). Dalam 12 tahun bersekolah ini, pelajar pasti tidak asing dengan yang namanya ujian. Ujian merupakan suatu metode yang digunakan baik berbasis kertas (paperbase) maupun berbasis computer (CBT) yang bertujuan untuk menguji kemampuan pelajar setelah menempuh periode belajar tertentu.

Umumnya, dalam setengah tahun ajaran, ada 2 kali ujian: Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semester (UAS, untuk semester ganjil). Namun, saat ini istilah yang digunakan bukanlah ujian, melainkan penilaian, yakni PTS dan PAS/PAT (Penilaian Akhir Tahun). PTS dilaksanakan setelah 2-2,5 bulan pertama pembelajaran, sedangkan PAS/PAT dilaksanakan setengah semester setelahnya. Ujian ini dapat berupa soal pilihan ganda maupun soal esai/uraian.

Masa-masa ujian menjadi momok bagi sebagian besar pelajar Indonesia. Ini dikarenakan mereka diharuskan untuk benar-benar memahami sebuah materi agar bisa menjawab soal yang diujikan dengan baik dan benar. Hal ini diperparah lagi jika mereka sebelumnya tidak benar-benar memerhatikan pembelajaran yang diajarkan guru ataupun dosen, pasti semua sudah tidak asing lagi dengan istilah Sistem Kebut Semalam (SKS).

Advertisement

Pertanyaannya, mengapa pelajar begitu berambisi untuk bisa menjawab soal dengan baik dan benar, mendapat nilai yang bagus, sehingga mereka rela belajar siang dan malam bahkan sampai menerapkan sistem kebut semalam? Padahal, ujian bermaksud untuk mengetahui tingkat pemahaman tiap pelajar selama menerima pelajaran dari sekolah. Seharusnya, bukan menjadi sebuah masalah apabila mereka mendapatkan nilai yang kurang baik dalam sebuah mata pelajaran.

Salah satu faktor yang menyebabkan pelajar memiliki mental mengejar nilai adalah karena adanya sistem KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam kurikulum sekolah dan kuliah. Mereka takut bila nilai mereka tidak memenuhi batas minimal nilai untuk lulus dalam sebuah pelajaran, mereka harus melaksanakan remidi atau bahkan mengulang sebuah pelajaran atau mata kuliah. Hal ini tentu saja menjadi hal yang memalukan karena mereka dianggap kurang mampu menyerap sebuah pelajaran, atau bahasa umumnya, kurang pintar.

Advertisement

Akan tetapi, sistem KKM bukanlah faktor utama yang menyebabkan sebagian pelajar Indonesia memiliki mental pengejar nilai. Mental ini utamanya disebabkan karena ambisi mereka untuk menjadi seorang yang pintar di mata guru dan teman-teman, tampak, dan dipuji banyak orang. Selain itu, nilai bagus menjadi ajang pamer oleh sebagian orang tua pelajar. Tidak heran ketika sudah menjadi kebiasaan tetangga dan teman saling membangga-banggakan putra-putri mereka yang mendapatkan ranking di kelas ataupun mampu mencapai nilai 100 dalam sebuah ujian. Para pelajar menjadi merasa mendapatkan tekanan secara tidak langsung oleh keadaan tersebut, yang membuat mereka harus mendapatkan nilai bagus.

Sebenarnya, ambisi mendapatkan nilai yang baik bukan sesuatu yang salah dan dilarang. Hal ini justru baik untuk para pelajar. Ini melatih jiwa kompetitif mereka (yang tentunya secara sehat) dalam memahami sebuah pelajaran dan kemudian mengaplikasikannya dalam tugas dan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, mental pengejar nilai menjadi buruk ketika dilakukan dengan cara yang salah bahkan sampai merugikan orang lain, misalkan mencontek, bekerja sama dengan teman sekelas, berusaha membuat temannya gagal dalam ujian dengan cara apa pun, tidak tidur semalaman, dan lain-lain. Mental pengejar nilai juga menjadi kurang baik bila berakibat buruk pada diri sendiri, misalkan tidak tidur semalaman hingga sakit, depresi karena nilai tidak sesuai yang diharapkan, dan sebagainya.

Mental pengejar nilai itu baik untuk pelajar dan mahasiswa bila dilakukan dengan cara yang jujur dan tidak merugikan diri sendiri serta orang lain. Sebaliknya, mental ini salah jika sampai membuat dekadensi moral pada diri pelajar dan merugikan orang lain. Yang paling penting, perlu diingat bahwa ujian adalah wadah menguji pemahaman selama proses pembelajaran, bukan ajang pamer nilai dan kepintaran, sehingga tidak sepatutnya pelajar terlalu mengejar nilai sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Kecerdasan tidak hanya dilihat dari akademis. Masih banyak kecerdasan lainnya yang tentunya berbeda-berbeda pada setiap individu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis