Payung di Bulan November

Mereka tak pernah tahu bagaimana kesedihanku saat musim kemarau. Tapi satu hal yang ku tahu, saat November tiba dengan gerimis dan kabutnya, mereka menjadikanku teman seolah-olah di hari sebelumnya kami sangat akrab. Tidak heran memang begitulah sifat manusia. Mereka datang saat membutuhkan, lalu menghilang ketika dibutuhkan. Akulah payung yang siap melindungmu dikala hujan rintik tiba.

Advertisement

Aku tahu semua isi kepala setiap orang yang menggunakanku. Di balik keteduhan yang kuberikan sebenarnya di bawah hujan itu mereka memikirkan banyak hal. Ada yang isi kepalanya bahagia tetapi hatinya tidak. Ada yang wajahnya tertawa tetapi hatinya tidak. Ada yang hati menangis namun selalu menunjukkan tawa. Ada yang menyimpan lukanya dengan sangat baik, namun tak jarang pula begitu hujan tiba ada yang matanya ikut kehujanan. Yah, manusia memang sangat unik.

Lalu, di sabtu sore aku berada di tangan seorang anak. Dia sangat manis dengan tahi lalat di wajahnya. Namun, ketika melihat matanya aku seketika berkata dalam hati "bukan, mata itu sedang tidak baik-baik saja".

Aku mencoba mengajaknya berbicara "jangan terlalu berusaha keras untuk membuat orang lain tertawa, hatimu juga butuh dihibur". Dia mengabaikanku dan seperti biasa dia kembali tertawa menutupi mendung di hatinya. Dia kembali berjalan di bawah hujan, menundukan kepalanya dan sekali-sekali tangannya menyentuh air hujan.

Advertisement

Aku menemaninya dalam diam, dalam hati aku berkata "ayo, kita tunggu saja sampai kapan kau akan sanggup menyimpan semuanya sendirian". Tidak perlu menunggu lama, saat itu minggu pagi lonceng gereja berdentang tepat pukul 06:00.

Dia bangun dari tidurnya, membuka jendela dan melihat keluar halaman. Genangan hujan semalam sudah cukup membuatnya lelah dengan segala kenangan. Dia menghampiriku lagi dan kali ini dia berani menatap mataku. Dia diam, dan kadang menghela napas panjang. Sesuatu yang sering dilakukan oleh orang-orang yang isi kepala sedang memikirkan banyak hal.

Advertisement

Aku tahu dia sebenarnya ingin berbicara, namun rasa malunya untuk mengakui kalau dia kalah membuatnya urung untuk bercerita. Yah sekali lagi ku katakan inilah uniknya manusia, ada banyak orang di laur sana begitu mudah menumpahkan isi kepala mereka. Anak ini justru sebaliknya semakin banyak isi kepalanya bahkan dalam keadaan rumit sekalipun, dia lebih memilih mendiaminya.

Seperti kataku sebelumnya, tak peduli jika manusia memperlakukanku benda yang hanya dibutuhkan saat musim hujan tiba, tugasku tetap melindungi mereka dari dinginnya rintik hujan. Kali ini dalam lamanya dia menikmati rintik hujan aku memberikan nasehat ini "waktu tak pernah menunggu siapapun"

Jika ada hal yang sedang kamu simpan dalam diam, entah rindu, kebahagian, kecemasan ataupun ketakutan, bicaralah!
Selagi 2018 benar-benar belum usai. Jika kamu menyimpannya lebih lama, aku yakin tak memberikan solusi apa-apa. Sebaliknya jika kamu berani membicarakannya setidaknya kamu maju satu langkah di hari ini. Tak peduli seberapa besar konsekuensinya pilihannya cuma satu "bicaralah".

Pilihlah apakah kau mau membicarakannya dengan manusia atau dengan Tuhan?
November akan menjadi bulan kenangamu jika sesuatu yang besar terjadi di sini. Apakah hal itu pengalaman yang menguras air matamu karena menangis terharu atau mungkin bahkan air mata kesedihan?

Jika hal itu terjadi di bulan November, bukanhkah hujan sudah turut meramaikannya?
Bagaimanapun kamu dan keadaanmu, semua hal yang telah kamu lalui akan memberikan pelajaran yang berarti.
Pengalaman itu, entah yang membuatmu merasa berbunga-bunga, atau sebaliknya membuatmu merasa patah, percayalah tidak semua orang sudah pernah mengalami bagaimana ada di posisi kamu.

Jika saat kamu "patah" tetapi kamu mampu bangun dan belajar untuk berjalan lagi bukankah kamu sungguh hebat?
Jika saat bahagia kamu berbagi tawa dengan saudaramu bukankah kamu sudah menularkan bahagiamu dengan sesama?
Tiga hari kemudian, dia kembali menghapiriku. Kali ini dia berjalan tak lagi dengan menundukan kepala.

Mata itu juga tak lagi berkabut seperti biasanya. Senyum itu kini tak lagi hanya kepura-puraan. Aku tahu meskipun selama ini dia selalu diam tetapi dalam diamnya dia selalu membicarakan setiap hal dengan Tuhan. Aku sangat berharap di musim hujan berikutnya pelindungnya bukan lagi payung, melainkan rumah yang bisa memberinya kehangatan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Nama : Odilia Jayanti Mahu