Patah Hati? Tertawakan Saja. Sebab Harapan Akan Selalu Ada

Bagiku, ada dua keadaan ketika manusia dapat menulis dengan sangat lugas dan bagus. Pertama ketika ia jatuh cinta. Kedua tentu saja saat ia patah hati. Khusus kali ini, tentu saja berkenaan dengan patah hati.

Advertisement

Namun pastinya, setiap yang patah selalu diawali dengan yang tumbuh lebih dulu. Beberapa demikian. Beberapa lebih nelangsa lagi. Seperti jatuh cinta sendirian dan patah sendirian. Inilah kondisi paripurna dimana tulisan bisa menjadi lebih mendalam dan menyayat. Tetapi tenang saja, pada kesempatan kali ini, aku tak akan menjurus kepada hal yang membuat dirimu merasa menjadi manusia tersial di dunia.

Sebenarnya sudah sekian lama aku tak mau menyentuh yang namanya kata cinta. Kata yang indah dan tragis dalam waktu bersamaan. Semenjak patah hati terdalam beberapa tahun lalu, tentu saja keinginan untuk merajut lagi keindahan cinta masih ada. Bisa ditebak, hasilnya tak memuaskan. Kupu-kupu kadang hanya berterbangan di atas perutku seorang diri. Tidak pada satu perut lainnya. Betapapun menghindar, ternyata aku kembali terjebak. Mengawali tahun dan sudah dimulai sejak akhir tahun lalu. Imajinasi kebahagiaan menyeruak dalam benak. Harapan-harapan masa depan nan utopis terpancar.

Suatu malam sehabis hujan. Siang harinya cukup panas, namun tak sepanas hatiku yang sedang merasakan gejolak bahagia. Apalah arti terik kala itu ketika bersahutan di media sosial begitu asyiknya denganya. Kembali pada malam harinya. Langkah kakiku menuju sebuah lapangan basket. Menonton untuk nantinya disampaikan. Beruntung hujan sudah reda. Tak sampai di pinggir lapangan, dejavu aku alami. Seperti kejadian patah hati terdalamku beberapa tahun lalu.

Advertisement

Orang yang asyik bersahutan siang hari lalu berjalan di depanku. Jelas tak seorang diri. Menuju keramaian dan tempat orang sedang bersenang-senang menikmati malam. Iya, ia bersenang-senang. Aku termenung dan terdiam. Begini juga yang aku alami beberapa tahun silam. Selalu di depan mata. Seolah menyadarkan dengan tamparan keras realita kehidupan. Seolah bilang: kamu memang bukanlah pilihan.

Setidaknya diri ini lebih kuat dibandingkan masa lalu. Aku masih bisa makan dengan nikmat. Aku masih bisa tidur dengan nyaman. Karena selain menampar, ini seakan menjadi sebuah kebiasaan. Hasil yang sebenarnya tak diinginkan. Tapi sudah tidak mengejutkan.

Advertisement

Bodohnya, harapan selalu ada. Amin paling serius masih menuju langit. Tentu saja kita tak boleh menyerah. Namun jauh dalam diri, entah kita menutup mata hati atau apa, peringatan itu ada. Bahwa rasa sakit akan kembali. Cepat atau lambat. Dan benar saja. Itu kembali terjadi. Ini bukan salah langit yang tak berpihak. Ataupun semesta yang tak mendukung. Aku memang selalu keras kepala.

Kembali, tamparan itu hadir. Persis setelah aku merasa kupu-kupu akan hinggap lagi. Persis setelah aku kira kupu-kupu juga hinggap mengelilingi perutnya. Ternyata tidak, hanya aku lagi. Berita baiknya, kini diriku masuk dalam fase tak menangisi ini lagi. Percaya atau tidak, aku meresponnya dengan senyuman dan tawa. Menertawakan jalan hidup yang teramat menyakitkan sekaligus lelucon terhebat ini. Kemudian kembali berteriak di dalam hati:


Persetan cinta-cintaan!!!


Bagi diriku, mungkin kamu dan kita semua, menertawakan hal ini adalah jalan yang mengasyikan. Karena siapa lagi yang akan membuat kamu tertawa kalau bukan diri sendiri. Tidak mungkin ia yang sudah tak peduli lagi. Kita sampai pada tahapan untuk tidak bisa lagi terbungkam oleh sakitnya cinta. Memang selalu ada rasa sakit yang menyertainya. Aku suka dengan penggalan lirik dari lagi Runtuh.


Kita hanyalah manusia yang terluka.

Terbiasa tuk pura-pura tertawa.

Namun bolehkan sekali saja kumenangis? Ku tak ingin lagi membohongi diri.


Jika kamu belum mampu menertawakan patah hatimu, menangislah dulu. Tangisilah kenestapaan jalan cintamu. Tangisilah nasib retak jiwamu. Silahkan lakukan tengah malam sambil berpeluk guling atau bantal. Tak perlu sesekali mengecek medsosmu, ia tak akan repot-repot menanyakan keadaanmu. Cukup kamu dan diri sendiri saja kali ini. Jika sudah, mari kita pandang langit-langit rumah. Melihat ulang gambaran egoisnya diri dan kehendak hati. Kemudian carilah kesimpulan untuk menyadari bahwa inilah yang terjadi. Dunia akan terus berjalan. Dan kita akan terus sendirian. Setidaknya untuk hari ini dan kesekian kali.

Setelah melepaskan semua itu. Berbahagialah dengan diri sendiri. Wow, aku menemukan hal yang menarik kala menyelami twitter. Ternyata orang seperti kita ini cukup langka. Terus memberikan cinta, meski tak dihargai. Terus membuat orang tertawa meski kadang dilanda sepi. Hebat juga bisa sampai sejauh ini. Lalu kembali tarik selimut dan bernyanyi bersamaku. Kuberikan satu rekomendasi lagu dari Yura Yunita. Silahkan putar dulu. Cukup satu bait lirik ini mari kita bersama dari hati terdalam menyanyikannya. Tumpah ruahkan semua itu. Satu, dua, tiga…


Namun percayalah sejauh mana kau mencari. Takkan kau temui yang sebaik ini.

Jiwa yang terbaik itu HANYA AKU.


Kalau bisa nyanyikan dua kali dengan suara lantang, dimulai dari kata Jiwa…

Kedamaian bersamamu wahai para jiwa yang terbaik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang yang menatap langit yang sama denganmu

Editor

Writing...