Kalau mau jujur, saya sebenarnya ogah menulis artikel tentang patah hati. Pasalnya, artikel yang menarasikan tentang perkara patah hati kelampau banyak, tinggal diketik pada mesin pencarian maka artikel terkait akan berseliweran di ruang maya. Hanya saja keadaan saat ini kembali memaksa jemari saya untuk menuliskan ihwal patah hati.
Sebelumnya di Hipwee, portal kebanggaan anak muda tanah air ini, saya pernah menulis perkara patah hati. Boleh dibilang di artikel patah hati sebelumnya, saya sedang mengalami patah hati terberat. Perkaranya ditinggal pergi tanpa permisi, singgah yang tidak sungguh. Bayangkan besarnya rasa sakit yang diperoleh di masa itu.
Pasca merayakan patah hati terberat itu, saya mencoba mengumpul kembali kepingan rasa yang sempat tertahan. Berbekal rasa percaya diri di kala itu, saya kembali mengangkat kepala untuk memulai menata rasa dengannya yang dulu pernah hadir di delapan tahun yang lalu. Awalnya tentu tak mudah menatanya seperti sedia kala, namun usai menyakinkan diri untuk tak ada salahnya mencoba memberi kesempatan kedua, kami sepakat untuk bersama-sama kembali ke cinta lama bersemi kembali.
Bagiku, pilihan kembali ke dalam dekapanmu memang bukanlah pilihan yang keliru. Sebab rasa yang tumbuh di dalam hatiku tidak dapat diragukan lagi, pun begitu rasa sayang yang ada menjadi pengikat hati dari dua insan yang kembali bersama. Pemikiran yang demikian mematangkan pilihan untuk kembali menyatu dalam rasa sayang yang dulu begitu besar. Berkat itikad baik, kita sepakat untuk kembali memadu kasih yang dibangun beberapa tahun yang telah lewat.
Dalam perjalanan waktu, kita sepakat untuk kembali bersama dan mengarungi hubungan jarak jauh. Tugas dan tanggung jawab untuk mendidik anak bangsa di barat Indonesia membuatku bertahan dengan lelah dalam rindu. Kisah kita pun dijalani dengan tetap  berharap dapat merayakan rindu  pada ruang temu, bukan berujung sendu.
Kehadiranmu yang kembali hiasi hari-hari seperti bintang, membawa secercah keindahan pada malam yang selalu ada bersama hari-hari yang kita lewati. Segala doa didaraskan tentu dengan harapan yang besar bahwa cerita indah yang sedang dirajut tidak akan berakhir nestapa. Namamu selalu dilambungkan dalam doa-doa pada biji-biji Rosario. Nama yang indah tentunya, sebab selalu muncul dalam doa-doa  saat orang-orang di muka bumi berdoa untuk memuji dan memuliakan nama-Nya yang agung itu.
Bersama doa-doa yang selalu dipanjatkan, saya selalu memintal doa terindah bahwa dirimu kelak sebagai pelabuhan terakhir. Pintaku di masa-masa bertahan dalam rindu hanya kamu yang akan suguhkan kopi saat pertama kali akan bertamu. Rasa itu jua yang akan membuat kita terus-terusan untuk bertemu dalam ruang rindu.
Di masa itu, saya mencoba untuk mengikuti pergumulan demi pergumulan pada ruang sunyi sembari tetap mendaraskan harapan bahwa cangkir terakhirmu disiapkan untuk menyeduhkan kopi terbaik saat kita kelak bersua. Setidaknya dengan cara demikian, kita telah berhasil menaklukkan malam yang untuk kesekian kalinya melaju dengan jeritan yang masih saja sama; rindu kian membara.
Hingga tiba di suatu waktu, dan melalui pertimbangan yang masak, saya memilih untuk kembali ke rumah, tempat pertama kali diutus untuk beranjak menuju titik puncak. Saat kembali ke rumah yang selalu suguhkan kedamaian, saya berharap penuh bahwa rindu yang tersimpan semakin baik untuk dirayakan dalam sebuah kesempatan untuk bertemu. Â
Rasa rindu yang tertahan akibat terpisah jarak dan waktu tentu terasa istimewa saat dirayakan di bawah senja. Kopi yang terasa pahit kawannya, pemanisnya ada di dalam senyummu yang mengundang rindu, dan candaanmu sebagai penghias yang mengikat arah dan langkah dari kisah kita menuju masa depan.
Sempat kita merayakan ruang temu di kota dingin di barat Pulau Flores. Hawa dingin di kota itu seolah-olah hempas begitu saja, sebab kita sedang terbawa dalam ruang yang bertemakan rindu. Topik demi topik diperbincangkan, tersirat dalam setiap obrolan tentang rasa sayang begitu besar, tentang hati yang tak bisa dibohongi, dan tentang rasa yang berharap tak akan punah.
Namun, berharap lebih juga nyatanya tidak baik. Entah kenapa, di hari kemarin, setelah kian lama kita arungi hari di tanah ini, dan di dalam sebuah percakapan di ruang maya, engkau memilih untuk mengakhiri segala jalinan cinta yang sempat kita rajut. Alasan yang terlalu prematur menjadi dalih di atas segalanya. Mungkin salah satu alasannya ada hati lain yang sedang menunggumu di ujung senja. Entahlah!
Tentu saya tak dapat memaksa saat engkau memilih untuk angkat kaki dan tak lagi bertahan di sisi. Pasalnya, tidak baik membalikkan kenyataan demi memuluskan keadaan. Bukankah kita ditakdirkan untuk bertarung dengan titik-titik kehidupan kita, entah itu titik baik atau buruk, suka atau duka, kita diwajibkan untuk menaklukkan titik-titik di dalam kehidupan kita masing-masing.
Pada akhirnya, pilihan yang terbaik yakni dengan lapang dada merelakan kepergianmu. Barangkali dengan memilih untuk merelakanmu tak bertahan di sisi, akan membukakan langkah kakiku untuk menjadi lebih baik lagi. Begitu pun rasa yang dulu ada akan punah pada waktunya. Dan, tentu saja, artikel ini yang terakhir, yang dengan tulus membicarakan kehadiranmu di sisiku.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”