Patah Hati Berkali-kali? Nggak Apa-apa kok, Asal Jangan Pada Orang yang Sama

Sepanjang masa sekolahku, aku pernah jatuh cinta dua kali. Sekali saat masih di sekolah dasar, sekali lagi saat di sekolah menengah. Tetapi, jika masa kuliah juga termasuk ke masa sekolah maka total keseluruhan jatuh cintaku ada 4 kali. Yap, dua kali saat masih sekolah, dua kali saat kuliah. 

Advertisement

Dari 4 kali total keseluruhan, menurutku yang paling membahagiakan adalah saat masih sekolah dasar. Alasannya sederhana, karena perasaanku tidak bertepuk sebelah tangan. Meski pun jika kupikir-pikir lagi, itu juga merupakan pengalaman memalukan. Hey, aku masih SD, umurku belum genap 12 tetapi sudah kenal cinta-cintaan saja. Dasar anak kecil. 

Selanjutnya untuk kategori mengenaskan, memalukan, sekaligus menyakitkan, barangkali paling tepat diberikan untuk masa sekolah menengah. Kebetulan, masa sekolah menengah dan masa putih abu-abuku kuhabiskan di pondok pesantren. Sehingga, hampir tidak ada tambahan teman laki-laki untukku saat itu. Bukannya sombong, tapi aku harus mengakui, saat itu aku juga termasuk santri yang baik. Taat pada aturan sudah menjadi prinsipku. Maka, sudah seharusnya aku memang tidak punya tambahan teman laki-laki spesial sebab itu sama dengan melanggar peraturan pondok. 

Namun entahlah bagaimana caranya, aku mulai mengenal seseorang di penghujung kelas tiga sekolah menengah. Prosesnya begitu cepat. Jarak waktu antara perkenalan hingga kami berakhir dekat tidak lebih dari satu bulan. Ya, prosesnya benar-benar cepat dan untungnya hanya sebatas virtual saja. Jadi patah hatiku tidak begitu bertahan lama. Traumanya saja yang bersisa, haha. 

Advertisement

Dan sekarang jika ada yang bertanya padaku, bagaimana bisa kami berakhir dekat, aku akan gelagapan. Bingung. Kepribadian kami pun bagai bumi dan langit. 

Lantas bagian mana yang membuat kisah ini layak dinobatkan sebagai kisah percintaan paling tragis sepanjang episode hidupku? Yap, bagian paling mengenaskannya adalah setelah sebulanan lebih dekat, aku pun dighosting. Betapa menyedihkannya, karena saat itu istilah ghosting belum sebooming sekarang. Bayangkan saja, kata ghosting baru membludak sekarang, namun aku sudah merasakannya jauh beberapa tahun ke belakang. Benar-benar kisah cinta yang tragis bukan? 

Advertisement

Ya meskipun jika kupikir-pikir lagi, sebenarnya kisah ini bukan mutlak salahnya, karena sebenarnya saat itu dia sempat menembakku. Namun, aku yang lugu nan polos memilih untuk menolaknya. Alasanku sederhana, takut dosa. Keputusan yang sampai saat ini tidak pernah kusesali. Sama sekali. 

Lalu terakhir 2 kisah roman picisanku saat masa kuliah. Dua-duanya tidak ada yang berakhir indah. Dua-duanya berakhir patah hati. Tapi tidak apa-apa. Bagiku, patah hati berapa kali pun, bukan sebuah masalah. Asalkan bukan pada orang yang sama.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

seorang manusia yang terus berupaya menjadi lebih baik