Rasanya kini aku tak berani melafalkan namanya di sela sujud panjang dan tengadah doaku. Aku takut tak bisa membedakan rasa yang kumiliki untuknya. Apakah ini sungguh sebuah rasa tertarik atau hanya penasaran semata. Aku takut bahwa rasa itu akan salah kuartikan dan pada akhirnya aku harus patah lagi untuk kesekian kalinya.
"Dia datang, dia kemarin tiba-tiba menghubungiku," begitu ucapku kepada seorang kawan ketika dia tiba-tiba muncul di aplikasi chatting berwarna hijau itu.
"Sungguh?" tanyanya dan aku mengangguk.
"Akhirnya penantianmu tidak sia-sia ya," ujarnya.
Â
Terkejut dan menggebu. Rasanya ada banyak kupu-kupu beterbangan di perutku saat itu. Itulah yang aku rasakan saat dia tiba-tiba muncul hampir setahun yang lalu. Setelah sekian lama aku terus menyebut nama lelaki itu dalam setiap cerita, canda, dan doa selama lebih dari 3 tahun. Ketika dia datang, aku merasa bahwa semesta sedang mengabulkan pintaku. Semesta tahu apa yang aku mau.
"Akhirnya doa panjangku dijawab oleh Allah juga," begitu ujarku kala itu.
Sebulan pertama, rasanya masih sama. Masih berbunga dan bahagia. Namun begitu masuk bulan kedua, aku mulai merasakan kejanggalan. Aku tidak tahu apa itu namanya. Rasanya menjadi biasa saja, perasaan berbunga-bunga itu mendadak sirna. Tidak lagi ada rasa debar yang tersisa. Aku mulai kehilangan topik pembicaraan dengannya. Seleraku dan seleranya bahkan tak ada satupun yang sama. Cara bercanda kami juga tak bisa disatukan. Canggung kami tak bisa dileburkan dan akhirnya semua terasa aneh. Sepertinya memang kami itu tidak cocok satu sama lain.
"Aku mulai merasa biasa aja. Perasaanku juga tiba-tiba menghilang. Aku merasa nggak cocok sama dia, bahkan ngobrol aja nggak bisa nyambung. Aneh rasanya. Jadi biasa aja gitu, ilang semua gitu rasanya," ujarku kepada temanku.
"Yakin kamu?" tanyanya tak percaya
"Mungkin belum aja kalik ya," kataku meyakinkan diri.
"Iya, coba aja ngobrol lagi dulu"
Bukannya makin menemukan banyak kesamaan dan ketertarikan kepadanya, perasaanku makin tidak karuan. Makin malas rasanya aku membaca namannya hadir di dalam daftar chatting-ku kala itu. Rasanya aku tidak lagi berniat melanjutkan topik perbincangan kami. Aku tahu bahwa dia berusaha untuk memahami semua maksudku, tapi caranya ternyata tidak membuatku menemukan dia yang aku pernah dambakan selama ini.
"Kayaknya, aku cuma penasaran aja sama dia. Setelah dia mengabarkan tentang gimana hidupnya yang ingin aku tahu selama ini, aku merasa cukup. Aku merasa tak ingin tahu tentang dia lebih jauh lagi. Cukup sampai sini."
"Kamu yakin?" temanku meyakinkanku.
"Kayaknya sih gitu. Dia betul-betul berbeda dari ekspektasiku selama ini, sangat berbeda jauh. Aku nggak cocok sama dia," ujarku akhirnya.
Hingga akhirnya tepat di pertengahan bulan kedua, aku memutuskan untuk menjauh. Tak lagi menanggapi pesannya secepat dulu. Mulai menjawab singkat semua pertanyaanya. Aku hanya takut menaruh harap yang besar padanya kala itu, maka aku memilih untuk perlahan mundur. Dan untungnya dia paham, dia juga mundur. Hingga akhirnya tepat pada awal bulan ketiga, kami tak saling bertegur sapa lewat aplikasi chatting warna hijau itu lagi. Kami tetap menjalin pertemanan hingga sekarang, tapi aku sadar bahwa dia hanya bisa menjadi "teman" saja dan tidak bisa lebih dari itu.
Dan kini kejadian aku mengagumi seseorang kembali terjadi. Walau kini kisahnya berawal dari kisah pertemanan biasa yang kemudian menjadi semakin dekat karena perihal pekerjaan, tapi aku tak mampu menyebutkan namanya lagi dalam doaku. Aku takut jika semua itu lagi-lagi terjadi hanya karena rasa penasaran seperti kala itu, maka aku mencoba untuk merasa sewajarnya saja. Aku kini memilih pasrah, tak lagi menggebu seperti dulu, dan membiarkan semua ini mengalir seperti apa adanya.
"Biarkan Allah yang memutuskan mana yang terbaik untukku. Jika memang dia, ya semoga ada jalan sehingga kami berdua bisa bersatu. Jika memang tidak, hilangkanlah semua rasa yang sudah terlanjur tertanam ini."
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”