Pandemi Mengajarkan Bahwa yang Jahat Itu Bukan Virusnya,Tapi Manusianya

Pandemi ini muncul sebagai ujian untuk manusia, seberapa besar rasa kemanusiaannya.

Selama berbulan-bulan berada di tengah Pandemi Covid-19, telah membuat seluruh umat manusia menjalani kehidupan dengan cara baru. Adaptasi normal baru telah menjadi keharusan bagi seluruh elemen masyarakat, tanpa terkecuali.

Advertisement

Bekerja, belajar, dan belajar di rumah adalah anjuran dari pemerintah kepada rakyatnya untuk setidaknya bisa meminimalkan penyebaran virus. Maka dari itu, kesadaran diri sangat diperlukan agar terciptanya kemaslahatan bersama.

Tapi, karena berbagai faktor, salah satu diantaranya adalah faktor ekonomi sehingga menyebabkan sebagian orang-orang rela tetap bekerja di luar walaupun harus berhadapan dengan petugas demi sesuap nasi untuk dirinya dan keluarganya.   Ketika dilihat dari kondisi ekonominya, pastilah kita tidak tega melihat mereka yang memang harus bekerja di luar rumah karena pekerjaannya memang mengharuskan begitu. Mereka bukan tidak peduli, tapi harus mengambil resiko daripada terjadi sesuatu yang lebih buruk.

Maka hadirlah solusi dari pemerintah, memberikan bantuan langsung maupun bantuan dalam bentuk lainnya kepada orang-orang yang kurang mampu tersebut. Tapi yang terjadi di lapangan malah tidak semuanya mendapatkan apa yang harus mereka dapatkan, ada yang dapat tapi tidak sesuai dengan yang dijanjikan, ada yang tidak dapat bantuan sama sekali padahal berhak, dan malah ada yang dapat padahal tidak termasuk sebagai penerima bantuan.

Advertisement

Inilah ironi tentang masih adanya orang-orang yang rasa iba terhadap sesama sangat minim, lebih mementingkan dirinya sendiri dan kroni-kroninya. Sungguh tega dan tidak adanya rasa kemanusiaan yang tertanam dihatinya. Bagi orang yang kurang mampu ini, siapa lagi yang mau membantu mereka kalau bukan para tuan-tuan dan puan-puan yang memiliki jabatan tersebut.

Adakah rasa kasihan terbersit di hati kita, ketika orang yang menghidupi keluarganya dengan susah payah, malah diperlakukan dengan tidak sepantasnya. Pemerintah mengeluarkan bantuan agar semua masyarakatnya tetap tersenyum selama pandemi. Tapi, masih ada tikus-tikus yang tidak beradab, yang malah menjadikan jabatannya sebagai perisai untuk memperkaya diri.

Advertisement

Begitupun dengan orang-orang yang lebih memilih berkerumun di tengah pandemi, karena merasa tubuhnya kuat dengan sistem imun pada dirinya, sehingga melanggar protokol kesehatan yang telah dianjurkan. Orang-orang seperti inilah yang membuat tenaga kesehatan menangis, karena perjuangan mereka seakan tidak berarti. 

Merasa hebat, merasa pongah, dan menganggap virus ini sebagai ilusi semata adalah orang-orang yang menutup mata terhadap mereka-mereka yang telah tiada diakibatkan virus ini. Mereka lupa, bahwa mereka punya keluarga, yang bisa jadi rentan terhadap virus ini, tapi mereka tetap tidak peduli. Mereka belum sadar, bahwa penyesalan datangnya diakhir.

Apa yang telah mereka perbuat telah menyakiti hati orang banyak. Tidak adanya kepedulian terhadap sesama yang dilakukan oleh segelintir orang, menandakan bahwa hati mereka telah mati. Perbuatan mereka inilah yang membuat penyebaran virus ini semakin tidak terkendali.

Bagaimanapun juga, saling bahu-membahu, tolong-menolong sangat diperlukan disaat kondisi seperti ini. Itulah hakikat manusia sebagai makhluk sosial, yang tidak bisa tanpa bantuan orang lain.

Berbuat baiklah selagi masih bisa. Bukan tentang harta, tahta, maupun jabatan yang diperlihatkan selama pandemi ini. Tapi, kesadaran untuk saling tepa selira, tenggang rasa, dan gotong royong demi kemanusiaan dan kasih sayang.

Wajarlah jikalau ada yang lelah dengan semua ini, bukan berarti kita harus menyerah. Satu orang yang menyerah saja, akan dapat membuat pertahanan menjadi kendor, maka dari itulah sama-sama kita berjuang menghadapi pandemi ini 

Maka disinilah kita lihat, bahwa pandemi ini muncul sebagai ujian untuk manusia, seberapa besar rasa kemanusiaannya. Pandemi juga mengajarkan bahwa bukan virus yang jahat. Tapi, manusia itu sendiri.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Mahasiswa Manajemen Dakwah UIN Alauddin Makassar