Cianjur merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Jawa Barat. Dari sejak dahulu, Cianjur cukup terkenal karena merupakan jalur penghubung antara dua kota besar, yaitu Jakarta dan Bandung. Cianjur juga kaya akan sumber daya alam yang terlihat sangat asri, mulai dari gunung, curug (air terjun), juga hamparan perkebunan dan persawahan. Sudah sejak lama daerah Cianjur selalu dijadikan pilihan destinasi peristirahatan saat saat akhir pekan atau saat musim liburan. Terbukti dengan adanya istana yang dijadikan tempat beristirahat bagi para Gubernur Jendral Belanda berlokasi di Cipanas, yang pada saat ini telah resmi menjadi salah satu Istana Kepresidenan.Â
Cianjur memiliki banyak sekali ciri khas yang telah diakui oleh khalayak ramai, salah satunya adalah beras Pandanwangi. Jenis ini merupakan jenis beras yang sangat terkenal akan harumnya yang beraroma pandan dan nasi hasil masaknya yang enak dan pulen. Menurut cerita yang beredar, pandan wangi pertama kali diperkenalkan dan mulai populer pada tahun 1970-an. Haji Jalal adalah petani pertama yang memperkenalkannya pada daerah luar. Upayanya berhasil membuat beras pandan wangi bahkan menjadi beras yang ternama di kalangan para menteri, sehingga beras Pandanwangi pun kerap disebut beras menteri.
Beras pandan wangi sebenarnya dapat ditanam di daerah lain, namun hasilnya sangat berbeda dengan yang ditanam di daerah Cianjur. Jika ingin hasil terbaik pun, beras ini hanya dapat ditanam di enam daerah Kabupaten Cianjur, yaitu Cibeber, Cugenang, Kecamatan Cianjur, Cilaku, Gekbrong dan Warungkondang. Hal inilah yang membuat beras Pandanwangi Cianjur sangat terkenal, bahkan sampai ke mancanegara.
Namun seiring waktu, beras Pandanwangi mengalami kemerosotan permintaan, sehingga berpengaruh pada berkurangnya petani dalam menanam beras dengan jenis ini. Hal ini dikarenakan banyaknya pelaku usaha yang meniru, mencampurkan beras dan menjadikannya sebagai merk dagang. Padahal beras pandan wangi yang dihasilkan Cianjur memiliki tekstur yang sangat berbeda, berbentuk sedikit bulat dan memiliki titik putih di tengan beras yang disebut endogan. Pandanwangi khas Cianjur yang telah dimasak menjadi nasi pun tak akan kehilangan wangi khasnya, berbeda dengan jenis-jenis beras lainnya.
Pudarnya eksistensi beras Pandanwangi pada saat ini membuat kita sebagai masyarakat Indonesia umumnya dan khususnya sebagai warga Cianjur perlu melakukan upaya-upaya agar beras Pandanwangi tak punah dilekang zaman. Salah satu cara melestarikannya adalah dengan menjadikan satu daerah di Cianjur sebagai ecomuseum. Kandidat terbaik dari beberapa daerah Cianjur yang akan dijadikan lahan ecomuseum adalah Warungkondang.Â
Warungkondang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cianjur yang terletak sebelas kilometer dari alun-alun kota. Banyak yang menyebutkan bahwa beras Pandanwangi yang ditanam di salah satu desanya, yaitu Jambudipa, memiliki rasa yang sangat khas dan bahkan lebih unggul dibanding beras Pandanwangi yang ditanam di daerah lain Cianjur.
Konsep ecomuseum yang utama dikembangkan di sini adalah dari segi agraria. Seperti cara menanam padi Pandanwangi, pengenalan struktur tanah di Cianjur, juga pengenalan alat-alat yang digunakan dalam pertanian. Pengunjung pun dapat mencoba berbagai kegiatan pertanian ini, seperti menanam, membajak sawah, memanen, menggiling padi dan menampinya hingga menjadi beras pandan wangi yang siap untuk diolah.
Selain itu juga, Cianjur terkenal dengan tiga pilar budaya (yang pada saat ini telah ditambah menjadi tujuh pilar) dapat dipresentasikan di ecomuseum ini. Satu di antaranya yaitu merupakan konsep utama dari ecomuseum ini., Tatanen atau dalam bahasa Indonesia disebut bercocok tanam. Adapun enam pilar budaya lainnya tak lain adalah Ngaos, Mamaos, Maenpo, Tanginas, Someah dan Sauyunan.
- Ngaos. Dalam bahasa Indonesia, ngaos artinya membaca. Budaya membaca terlebih membaca kitab suci Al-Qur'an telah sejak lama membudaya di Cianjur. Hal ini yang membuat Cianjur dari sejak dahulu terkenal dengan sebutan Kota Santri. Terkenal sebagai kota santri, membuat pemerintah Kabupaten cianjur di satu periode, yaitu Bapak Ir. Wasidi Swastomo, Msi.menerbitkan peraturan daerah mengenai gerakan pembangunan mesyarakat berakhlakul karimah atau yang lebih dikenal dengan akronim Gerbang Marhamah yang sekaligus menjadi slogan Cianjur yang telah melekat dalam diri masyarakat.
- Mamaos. Merupakan tembang sunda Cianjuran. Alat musik yang terkenal untuk mengiringi mamaos adalah kecapi, suling dan alat musikyang dipukul. Salah satu tokoh mamaos yang paling tersohor adalah Aki Dadan, yang lahir pada tahun 1944. Sampai ssaat ini beliau masih aktif melestarikan dan mengajarkan seni mamaos pada generasi baru.Â
- Maenpo. Maenpo merupakan seni bela diri khas Cianjur (Pencak Silat Cianjur). Saat ini ada banyak aliran dalam seni bela diri ini, contohnya yang sangat terkenal adalah aliran cikalong.
- Tanginas, Tatanen, Someah, Sauyunan. Keempat pilar yang baru ini telah ditambahkan, sejatinya memang budaya yang telah sejak dulu tertanam dalam diri orang Cianjur. Masyarakat Cianjur terbiasa bangun sangat pagi (Tanginas) untuk memulai melakukan berbagai kegiatan. Kegiatan rata-rata orang Cianjur adalah Tatanen, dikarenakan tanah Cianjur yang terkenal sangat subur. Masyarakat Cianjur juga terkenal dengan kepribadiannya yang ramah, sopan santun (someah) dan rukun (sauyunan). Terbukti dengan berlaku dan terkenalnya bahasa Sunda Cianjur dengan logat dan tutur kata yang halus.
Ketujuh pilar budaya tersebut akan menjadi konsep dalam pembuatan ecomuseum di Warungkondang ini. Selain memperkenalkan kebudayaan Cianjur, hal ini juga yang akan menjadi ciri khas pada ecomuseum ini. Misalnya setiap pagi menjelang siang, sebagian warga "Ngahaleuang Mamaos Cianjuran" atau menyenandungkan seni Cianjuran sebagai penggiring warga yang tengah bercocok tanam. Kemudian menjelang sore pada hari tertentu, warga Cianjur mempertontonkan kegiatan maenpo. Dalam hal ini, tamu ecomuseum dapat belajar dan mencoba langsung kegiatan-kegiatan tersebut.Â
Kemudian, dalam ecomuseum ini juga, tamu-tamu akan diperkenalkan dengan makanan khas Cianjur. Misalnya diperkenalkan saat jam makan telah tiba. Hal-hal lainnya mengenai Cianjur juga akan dipelajari di sini. Misalnya seperti pembelajaran toponimi juga geografi tanah yang ada di Cianjur. Ecomuseum ini dapat terwujud apabila warga setuju untuk berkontribusi dalam pengembangannya. Hal pertama yang harus dilakukan adalah dengan menyosialisasi warga mengenai konsep ecomuseum, kemudian adalah pengumpulan koleksi-koleksi yang juga akan dipakai nantinya. Pengadaan ecomuseum ini diharapkan dapat memperkenalkan salah satu budaya di Indonesia, tepatnya Cianjur: sejarah, kebudayaan dan ciri khasnya di Kancah Internasional.Â
Ghina Afiifah Safiinatunnajah
Ghinafiifa@upi.edu
Prodi: Perpustakaan dan Sains Informasi
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan IndonesiaÂ
Dosen pembimbing
Dr. Erlina Wiyanarti, M.Pd.
Angga Hadiapurwa, M.I.Kom.
Fasilitator
Hafsah Nugraha S.S.I
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”