Padamu Waktu, Dapatkah Aku Memilikimu Seperti Dulu?

Ini tentang aku dan waktu. Kita beriringan bak sahabat tak terpisah. Terlihat kompak bak saudara kembar. Seolah di antara kita selalu baik-baik saja. Pada nyatanya kita bertentangan, ia egois menuntutku mengikutinya. Usiaku 22 tahun saat ini dan sampai sekarang aku harus mengikutinya. Waktu, memenjarakanku dalam keadaan. Saat aku melawan ia mengancamku dengan berbagai pilihan dan semua selalu mengembalikanku untuk terus menurutinya.

Advertisement

Pernah aku berkata sekali dengannya, dengan sangat garang, "Ini hidupku, punyaku, milikiku, kau harus ikuti mauku". Namun, ia lebih garang membentakku, "Sudahlah jangan terlalu congkak, hidupmu ada batasnya".

Dia tak mau mengalah denganku. Dia terus saja berputar tanpa mau menengok keadaanku yang kadang tertatih lelah mengikutinya, yang kadang berdarah karena ulahnya. Yang kadang pula berlumur tangis karena egonya.

Ia sama sekali tak punya hati!!!

Advertisement

Pernah sekali, Aku memintanya berhenti untuk menolongku dalam keterpurukan. Ia malah menyalahkanku dan mengabaikanku , lalu berteriak, "Coba ingat berapa kali kuberi kau kesempatan! Berapa kali kuberi kau kebahagiaan! Berapa kali kau kuberi hidup baru, tapi kau tetap saja diam di tempatmu! Menangisi keadaanmu sendiri tanpa berbuat apa-apa dan menyalahakanku yang kau bilang tak adil. Bahkan mengadukanku pada Tuhan jika aku tak memberimu keluasan jalan! Sedangkan dirimu hanya berdiri di tempat yang sama dengan pemikiran yang sama, lantas apa salahku?! Yang berjalan sesuai kemauanku!

"Aku memberi kesempatan setiap hari, yang kuharap ada perubahan dalam dirimu dengan berbagai harapan baru! tapi kau tetap diam di masa yang seharusnya sudah kau tinggalkan. Aku memberimuk kebahagiaan setiap saat bahkan setiap detik. Namun, kau masih menginginkan kebahagiaan yang sama di waktu lampau! Terpurukmu karena salahmu sendiri! Kau terlena pada keadaan yang hanya sementara. Kau tenggelamkan dirimu di keadaan yang menurutmu nyaman. Padahal sudah kubilang sebelumnya terus lah berjalan!"

Advertisement

Sekali lagi, dia memarahiku. Dia membuatku terdiam tanpa bisa berkata-kata dan lagi aku harus mengikutinya. Memang semua salahku tak sering melihat kebaikannya. Semua salahku hanya melihat diriku sendiri.

Padamu waktu, aku ingin sesekali saja kau jadi milikku. Menuntaskan rasaku lalu aku berlari kembali.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

lebih suka mensyukuri hidup dibanding menertawakan kesusahan. diam adalah sahabat terbaiknya dan menulis adalah caranya tidak merepotkan teman.