Overthingking = Ciri Dewasa

Saya lahir di Bojonegoro, namun saya bertempat tinggal di Kabupaten Tuban, tepatnya di desa Pandanagung Kecamatan Soko. Hal ini terjadi karena memang daerah saya merupakan perbatasan dimana rumah sakit lebih dekat ke Bojonegoro daripada harus ke Tuban. Lahir di Bojonegoro ataupun Tuban menurut saya tidak membawa perbedaan yang berarti karena kebiasaan yang ada pun hampir sama. Bahkan sejak kecil saya lebih sering menghabiskan pekan libur bersama keluarga di Bojonegoro.

Advertisement

Cerita yang masih saya ingat tentang masa kecil itu adalah ketika saya masih berumur 3 tahun, hampir setiap minggu orang tua saya mengajak ke pengajian pagi disebuah masjid di Bojonegoro. Bukan tanpa alasan anak kecil ini ikut, melainkan setelah dari masjid, kita biasa mampir ke alun alun kota yang saat itu masih dipenuhi dengan mainan anak anak.

Yang lucu adalah jalan menuju kesana melewati sebuah tempat ibadah agama lain yaitu klentheng, dimana di klentheng itu identik dengan patung. Salah satu patung yang menjadi pusat perhatian saya adalah patung harimaunya. Bagaimana tidak menarik, warna klentheng sendiri cenderung menggunakan warna yang mencolok dan tentu menarik perhatian anak kecil seperti saya. Tiap kali melewatinya, saya selalu merengek meminta untuk berhenti, yang saya inginkan saat itu hanya satu, saya ingin naik patung harimau itu.

Sampai sampai orang tua saya memberi tahu bahwa yang bisa masuk kesana hanyalah orang orang yang menaiki mobil. Saya yang hanya menaiki motor saat itu pun mempercayainya begitu saja.

Advertisement

Saya menempuh Pendidikan dasar di desa tempat saya tinggal yang tidak jauh dari rumah. Saya biasa berangkat dengan naik sepeda sendiri. Sampai akhirnya saya lulus dan memilih untuk kembali ke kota tempat saya dilahirkan. Saya memilihnya karena Bojonegoro merupakan sebuah kabupaten yang tentu memiliki kualitas sekolah yang lebih baik daripada di desa.

Dari seorang anak kecil yang selalu merengek jika tidak dituruti, di SMP saya cenderung menjadi seorang yang pendiam dan malu untuk berinteraksi dengan orang lain.

Advertisement

Bahkan pernah saat itu saya mengikuti tes osis sampai akhirnya saya gagal di tes wawancaranya karena saya ragu dalam menjawab pertanyaan dan tidak percaya diri. Dari sinilah saya mulai menjadi orang yang penakut, termasuk dalam mengikuti organisasi.

Saya menjadi tipe murid yang taat akan peraturan. Dimana ketika banyak teman saya memilih untuk tidak ikut pramuka yang saat itu dikatakan wajib, saya masih melanjutkannnya meskipun dengan terpaksa karena takut mendapat nilai C dan tidak naik kelas. Padahal pada akhirnya saya bersama semua teman saya juga naik kelas tanpa ada nilai C di rapor kami.

Usia 15 tahun adalah usia dimana saya masuk SMA. Karena label taat peraturan tadi saya pun mempunyai nilai yang cukup untuk memasuki salah satu SMA favorit di Bojonegoro. Hal ini tentu membuat saya merasakan minder karena kebanyakan teman sayaadalah alumni SMP favorit pula. Tiap kali berangkat sekolah saya selalu sedih, karena merasa tidak cocok dengan lingkungannya. Sampai lama kelamaan saya bertemu dengan teman teman yang se-frekuensi.

Dua dari kami berlima merupakan anak yang aktif pramuka, sehingga kami memutuskan untuk ikut organisasi ini bersama sama. saya pun mulai membuka diri di SMA.

Selain pramuka saya juga mulai mengikuti lomba lomba entah itu mandiri maupun mewakili sekolah. Alasan terbesar saya mengikuti semua itu tidak lain adalah karena saya tahu untuk melanjutkan perguruan tinggi memang diperlukan banyak pengalaman, salah satunya dengan bukti dengan sertifikat lomba.

Dari semua cerita diatas, saya memahami bahwa perkembangan terjadi dalam diri saya pula. Dari awalnya seorang anak yang hanya tau menangis, menjadi anak yang tidak berani dalam banyak hal, dan kemudian harus berubah karena tuntutan masa depan.

Di usia anak anak, kemampuan berpikir yang dimiliki masih terbatas dan belum banyak mengerti mengenai pengelompokan dengan baik. Anak mulai belajar pengelompokan ini pada saat ia masuk ke sekolah dasar. Namun ada usia ini anak sudah mengerti apa yang ia inginkan.

Pada usia remaja, mereka memiliki moralitas yang lebih matang dibanding anak anak. Namun dalam hal persahabatan mereka cenderung memilih teman yang relative sama dengan dirinya, baik itu menyangkut sikap, nilai, maupun kepribadian.

Dan sekarang saya sudah berusia 18 tahun yang merupakan tahun pertama menjadi dewasa. Banyak perbedaan yang saya alami, seperti lebih memikirkan masa depan, takut akan kegagalan, khawatir semua hal terjadi tidak sesuai rencana. Bahkan tidak jarang merasa bahwa diri sendiri hanyalah beban yang tidak berguna. Atau bahasa kerennya sekarang adalah overthinking.

Namun dalam ciri perkembangan usia dewasa sendiri disebutkan bahwa kemunduran kemampuan mental merupakan bagian dari proses penuaan organisme secara umum. Jadi, semua ini wajar terjadi dan mungkin kedepannya akan lebih berkembang lagi dengan ciri lainnya.

Sekian sedikit kisah perkembangan dalam diri saya. Semoga ada pelajaran ataupun hal positif yang dapat diambil didalamnya.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Haloo, kenalin semua nama aku laila nur fitriana, tapi biasa dipanggilnya pipit sih, hehe jangan tanya kenapa ya. Aku masih baru soal nulis, jadi maafin ya kalau masih banyak kurangnya, tapi aku bakal berusaha juga kok biar tulisannya ngga kaya bocil lagi. Terimakasih yang udah mau luangin waktu buat baca, dukungan kalian berarti banget buat aku, luvv