Dear Suamiku, Orang Tuamu Memang Nomor Satu. Tapi Jangan Lupa Kalau Sekarang Akulah Prioritas Utamamu

Sejak aku memutuskan untuk menerimamu untuk melengkapi separuh hidupku, aku telah berjanji untuk mengabdikan diriku seluruhnya untuk dirimu. Kepatuhanku kepada orang tuaku, kini sudah beralih padamu. Di antara perintah darimu dan dari orang tuaku, maka aku wajib memenuhi perintahmu terlebih dahulu dibandingkan orang tuaku. Membangkangmu adalah dosa besar bagiku.

Advertisement

Sebegitu hormatnya aku kepada pemimpinku, yaitu kamu, hingga aku tidak berani sedikit pun untuk mengacuhkanmu apa lagi melawan segala perkataanmu. Namun sepertinya, kamu belum bisa sepenuhnya memprioritaskan aku sebagai istrimu.

Aku masih sering melihat kamu diam-diam memberikan sesuatu kepada orang tuamu tanpa seizinku, entah itu uang atau pun hal lain. Ya, aku tahu. Kamu berhak atas semua hal yang ada dalam rumah tangga kita. Tapi, apakah kamu tidak merasakan kehadiranku sebagai pendamping hidupmu? Apa pun hal yang akan kita lakukan, ada baiknya kita memberi tahu satu sama lain agar tidak ada prasangka buruk.

Ketika aku membutuhkanmu, kamu seolah berusaha untuk menghindar tatkala dalam waktu yang bersamaan orang tuamu datang. Kamu langsung beralih perhatian kepada mereka tanpa sedikit pun mempedulikanku. Sekali lagi, apakah kamu tidak merasakan kehadiranku di sini? Tidak bisakah sesekali aku yang menjadi nomor satu bagimu?

Advertisement

Bukan satu atau dua kali hal ini terjadi. Tidak ingatkah kamu pada janji saat pernikahan kita berlangsung? Janji yang kau ucapkan bahwa apa pun keputusan yang akan kita buat, kita harus merundingkan dan mendiskusikannya bersama-sama. Tidak ada sekat di antara kita. Tapi, kini kamu sendiri yang meruntuhkan sekat itu dengan dalih rasa sayangmu pada orang tuamu.

Aku tidak pernah melarangmu untuk berbagi kepada orang tua bahkan anggota keluarga yang lainnya. Yang aku inginkan hanyalah kita saling terbuka dan kamu tetap mengutamakan aku sebagai istrimu.

Advertisement

Aku tahu bahwa surgamu berada pada ibumu. Tapi sekarang akulah yang menjadi ladang pahalamu. Nafkah yang kau berikan kepadaku, nilai pahalanya lebih besar dari pada nafkah yang kamu berikan kepada ibu dan ayahmu. Bahkan, pahala memberi nafkah kepada istri lebih besar dari pada bersedekah.

Kamu tetap bisa memperhatikan keadaan orang tuamu dan aku sama sekali tidak keberatan, asalkan kewajibanmu terhadapku sudah terpenuhi. Bukankah orang tuamu adalah orang tuaku juga? Sudah selayaknya aku pun menghormati mereka. Namun penting untuk kamu tahu, bahwa prioritas utamamu adalah aku. Istrimu.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Masih berusaha untuk menulis ditengah kesibukan mengurus anak