Semakin ke sini, entah kenapa hidup rasanya semakin berat dan kitanya juga dituntut nggak boleh lembek. Rasanya mau curhat tapi takut dibilang toxic atau pengennya nggak curhat tapi kok butuh ngobrol sama orang lain. Melihat pencapaian diri sendiri di umur yang sudah lebih dari seperempat abad ini memang terkadang bikin miris.
Ketika orang lain sudah punya materi yang berlimpah dan sudah pada punya anak yang nikah dan pasangan yang rupawan, sementara kita masih gitu-gitu aja. Paling males saat diajak ketemuan karena insecure dengan diri sendiri. Saat yang lain sudah memiliki materi dan pendamping hidup, kita yang remahan rengginang ini hanya punya kenangan indah. Percayalah ini nggak lucu sama sekali.
Mungkin kita sedang merasa gini-gini aja dan terlihat baik-baik saja, tetapi di dalam hatinya penuh rasa insecure nggak karu-karuan. Seperti yang selalu orang Jawa bilang bahwa hidup itu memang sawang-sinawang. Atau mungkin dalam bahasa gaulnya rumput tetangga lebih hijau. Entah mengapa bisa begitu, padahal kita sedang berpijak di bumi yang sama.
Orang bijak bilang, setiap orang punya waktunya masing-masing untuk bersinar. Seperti layaknya bulan dan matahari yang bersinar di waktu mereka masing-masing. Terkadang, kita ingin mengiyakan karena memang sesuai ilmu pengetahuan alam bahwa bulan dan matahari memang bersinar di waktunya masing-masing. Namun terkadang, hati ini masih saja menyangkal. Bulan dan matahari enak mereka sudah ada yang ngatur dan nggak perlu berjuang. Mereka tinggal menjalani saja kehidupan yang ada.
Ah, rasanya di umur segini dengan semua semua yang terasa biasa-biasa saja dan gini-gini aja itu nggak enak. Ini bukan tentang masalah bersyukur atau nggak. Bukan juga tentang masalah kurang dekat dengan Tuhan. Namun, ini adalah semacam perasaan yang mungkin dialami beberapa ratus manusia bumi ini. Perasaan gini-gini aja dan merasa butuh musim baru agar sedikit ada perubahan atau entahlah.
Dan dari semua itu yang paling menyenangkan adalah saat Ibu menepuk pundah sambal berkata, “ Iya mbak nggak apa-apa kok kalau masih gini-gini aja, Ibu ngerti.” Kalimat ini sangat meneduhkan. Satu hal yang selalu harus dipikirkan bahwa menjadi gini-gini saja terkadang juga ada baiknya. Setidaknya kita nggak akan gila sendiri dengan ambisi yang belum tercapai atau terbunuh dengan kesendirian.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”