Titik embun hampir tidak terlihat jatuh dari langit namun cukup terasa di pori-pori, jalanan lembab, rumput hijau di sekitar kafe itu menyimpan titik-titik air yang bisa membuat seseorang basah jika sampai terperosok ke dalamnya.
Si pemuda masih sibuk dengan kepulan asap yang keluar dari mulutnya. Ia terlihat begitu tenang dengan asap-asap itu, tetapi tidak dengan si gadis, ia cukup terganggu. Si pemuda tidak terlalu memerdulikan gelagat gadis tersebut.
"Mau pesan apa?" tanya si gadis.
"Apa saja," jawabnya pendek. Si pemuda segera meralat takut membuat si gadis tersinggung, "Maksudku, aku ikut kamu aja.""Kali ini bukan kopi?" kata si gadis menebak.
"Kau tahu kan kesukaanku."
"Bukan kopi?" katanya kembali berusaha mencandai si cowok.
"Ya udah terserah, apa aja." si cowok pasrah.
Si gadis menghembuskan nafas berat. Selalu begini saat mereka bertemu.
"Kopi ya!" si gadis berusaha berbaik hati.
"Iya," jawab si pemuda pendek.
Mereka menunggu pesanan mereka, tetapi terlalu banyak kecanggungan sekarang. Percakapan ini tak akan berlanjut jika si pemuda tidak memulai kembali.
"Cukup dingin sore ini!" si pemuda kembali membuka percakapan.
"Iya dingin, tetapi ini sudah menjelang senja." si gadis menyanggah.
Si pemuda kembali terlihat kecewa. "Kau benar," katanya pendek. Ia malas kembali.
"Aku rasa aku melihat pelangi di ujung sana." Pikat si gadis.
"Aku tidak melihatnya."
"Itu lihat!" Si gadis menunjuk-nunjuk antusias.
Si pemuda berusaha sebaik mungkin menemukan keberadaan pelangi yang dimaksud. "ah, cuma samar-samar," begitu ungkapnya setelah susah payah menilik ke langit. "Itu bahkan hampir hilang."
"Hampir," tegas si gadis. "Tetapi masih!"
Si pemuda kembali mengalah. "Iya benar, di sana ada pelangi meskipun tampak samar-samar tetapi masih, bukan di sore hari tapi di kala senja dan benar aku ingin kopi, jadi jangan permainkan aku."
"Kamu kenapa sih?" tanya si gadis berusaha menahan tawa, akhirnya lepas juga. Tetapi ia kembali menjaga sikap.
"Aku hanya bercanda," kata si pemuda berusaha mengembalikan image-nya dengan menegakkan badan.
Si gadis masih berusaha menahan tawa.
Si pemuda mendongkol.
Selalu seperti ini.
Pesanan mereka datang. Mereka menikmatinya.
"Senang bertemu denganmu," kata si gadis setelah beberapa saat.
Si pemuda tahu makna kalimat si gadis, karena si gadis akhir-akhir ini sering membuat post-post bertema rindu dan harapan di sosial media. Sebenarnya si pemuda juga sangat rindu dengan si gadis, tetapi si pemuda sudah tahu persis akan endingnya, itu membuatnya menyerah. "Aku juga senang," balas si pemuda.
Si gadis tertawa, meskipun jawaban si pemuda terlihat menjengkelkan tetapi ia tahu benar, pemuda ini sangat mencintainya. Lewat telepon atau chat-chat yang si pemuda kirim sewaktu mereka pacaran, si pemuda sudah beratus-ratus kali mengucapkan dan mengungkapkan isi hatinya yang penuh cinta.
Si pemuda kembali mengepulkan asap.
"Apa kau tidak bisa, tidak merokok saat bersamaku?"
Si pemuda kembali mengepulkan asapnya tak memedulikan omongan si gadis. "Aku jadi ingat," ujarnya namun kembali meminum kopinya sejenak, membuat si gadis mengerutkan dahinya. Si pemuda merasa lucu melihat kerutan di dahi si gadis.
"Aku ingat, kamu pernah bilang, ‘Baru kali ini aku dekat dengan cowok yang suka ngerokok.’ terus aku jawab, ‘Yang benar, baru kali ini? Dulu-dulu gak pernah?’
Kamu dengan yakin bilang, ‘Benar, baru kamu saja.’ aku bilang, ‘Biar kamu tahu rasanya. Dulu-dulu kan sama yang nggak merokok nah sekarang sama yang merokok.’
Kamu jawab, ‘Merokok juga kok tapi dia tidak merokok di depanku.’
"Sebegitu cepat kata-katamu berubah dan selalu begitu. Itu contoh kecil saja, karena kamu membahas asap ini."
Wanita itu bernama Rizkya. Mimik mukanya tak puas dengan ungkapan pria di depannya. "Aku hanya ingin kamu tidak merokok di depanku."
Aku mematikan nyala rokok tersebut. Dia ada benarnya juga. Setidaknya aku menghormati pertemuan kita ini. "Kamu habis liburan ke Gili Trawangan, ya?"
"Dari mana tau?"
"Aku melihat story instagram-mu."
"Iya, aku butuh liburan. Setidaknya itu menurutku."
"Tapi, kenapa matamu membengkak?"
"Jangan tanyakan itu kalau kamu sudah tahu penyebabnya!"
"Apakah karena perpisahan kita?"
"Mungkin, sepertinya begitu."
Itulah Rizkya, ia adalah gadis yang suka berlagak tegar. Bahkan aku tidak pernah mengetahui ia cinta atau tidak denganku. Karena sikapnya selama kami berpacaran tidak pernah menunjukkan gelagat orang yang mencintai pasangannya. Ia terlalu terlihat biasa.
Lalu ketika kami berpisah, mengapa ia harus menangis sampai memperlihatkan matanya yang membengkak di story instagramnya?
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”