Tak Kusangka Kehadiran Cinta Telah Membuatmu Berubah, Hingga Ia Memaksaku untuk Segera Mengalah

cinta membuat berubah dan mengalah

Kita dulu berteman, aku tau rasanya senyaman apa berteman dengan kamu. Kita saling bertegur sapa, saling terbuka, saling percaya, saling bercerita, bahkan berbagi cinta. Aku tau bagaimana kita memulai hubungan pertemanan kita. Dari suatu hal yang tak bisa kuceritakan, hingga cerita kita yang kini akan kuceritakan. Saat itu, saat pertama kali aku mengenalmu, tidak ada sedikitpun rasa bahwa aku akan menjadi temanmu, teman dekatmu, bahkan lebih dari sekedar itu. 

Advertisement

Kamu memulainya lebih dulu, lalu kamu menemukanku. Awalnya aku tidak percaya diri, sebab saat itu sempat terjadi sebuah pernyataan tak mengenakkan. Ya, aku tidak bisa menerima kehadiranmu, intinya itu. Sejak itu, kurasa kita tak bisa lebih jauh lagi memanjangkan cerita. Namun, kamu tetap seolah tak pergi. Setiap aku butuh, kamu berusaha mendampingiku bahkan membantuku disaat kamu bisa.

Kamu bahkan sama sekali tidak menjauh karena perbuatanku di masa lalu. Dan aku sangat menghargai itu. Sejak saat itu, aku mulai menerima kamu. Aku percaya kita bisa saling membantu. Aku terbuka dengan kamu, begitupun sebaliknya. Ada saat ketika kita sibuk dengan dunia kita sendiri, tapi aku berusaha membangun suasana di tengah kesibukan itu. 


Tak jarang bahkan aku menanyakan perihal cinta padamu, sebab aku tau itu topik yang dapat memulai kita bercengkrama lagi. Jujur, aku sempat cemburu.


Advertisement

Bagaimana tidak, seorang yang sudah aku anggap sahabat kini mulai menjauh dan punya teman baru. Yang ku takutkan adalah kamu perlahan pergi dan meninggalkan aku. Aku tak mau itu terjadi. Aku tak mau cinta merusak hubungan kita.

Aku mau mendengar cerita kamu dengan siapapun, walaupun bukan tentang aku lagi. Asalkan kita bisa terus menyapa walau hanya sekedar pesan singkat. Namun yang kutakutkan akhirnya terjadi. Setelah sekian lama kamu pergi dan tak kembali, seolah kini kamu yang menjauh dan meninggalkan aku. Mungkin, aku sudah tampak membosankan. 

Advertisement

Aku sadar itu, aku juga sadar kamu pasti punya teman baru yang lebih daripada aku. Ketika aku berusaha memberikanmu selamat atas kelulusanmu, kamu hanya menjawab dengan singkat. Hancur, kecewa, dan rasanya ingin menangis. Kedekatan yang sudah kita bangun selama lebih kurang enam tahun ini rasanya tidak ada artinya lagi. Aku sudah tak lagi berarti untukmu, bahkan untuk menjawab pesan singkatku saja kamu seakan tidak mau. Lalu, aku berusaha mengajakmu bicara, sebenarnya ada apa?

Beberapa hari kemudian, telponku berbunyi, ternyata kamu mengajakku bicara setelah sekian lama. Senang, tapi aku juga tampak ragu. Lalu kuangkat telponmu dengan nada nada sayu. Gemetar hatiku, maklum, aku jarang-jarang menerima telepon, apalagi dari kamu, teman lamaku. Aku malu menjawabnya. Tapi aku berusaha untuk biasa saja.

Lalu kamu menjelaskan alasanmu mengapa akhir-akhir ini berubah. Nyatanya, cinta yang telah membuat kamu berubah. Cinta yang membuat kamu menutup diri kepada orang lain, apalagi aku teman baikmu. 

Maaf jika aku belum bisa menjadi sahabat yang baik untuk kamu, sampai akhirnya kita menjadi seperti ini. Maaf jika aku berlebihan, aku hanya tak ingin kita jauh seperti ini. Maafkan aku yang tak bisa banyak bicara lewat telepon.

Maafkan aku yang hanya bisa mengucapkan "nggak apa-apa" saat kamu meminta maaf. Ya, aku gapapa. Tapi hati aku kenapa-napa. Ketika kamu mengungkapkan hal itu, rasanya sangat ingin menangis. Tapi aku berusaha membangun tawa, menutupi  apa yang seharusnya aku luapkan. Aku  tak mau kamu kecewa. 


Lagi lagi aku cemburu, kini kamu sudah punya tambatan hati yang tak bisa kamu khianati. Kamu pasti lebih memilih untuk menjaga hatinya, bukan hatiku lagi. Kamu jelas lebih mementingkannya, bukan diriku lagi


"Maaf aku sudah merusak hubungan baik kita," katamu padaku malam ini. Ya, aku berusaha terima. Aku percaya kamu sudah dewasa, kamu bisa menilai sendiri mana yang baik dan mana yang buruk untuk kamu. Aku tak bisa paksakan lagi. Aku tak bisa lagi mengemis perhatianmu untuk aku lagi. Aku tak bisa mengucapkan ucapan konyol-konyol kita seperti dulu lagi.

Aku bahkan menjadi segan untuk menceritakan kisahku kepadamu lagi. Bukan apa-apa, karena aku juga harus tau diri. Kini hatimu sudah terbagi, bukan hanya untukku, bahkan mungkin tidak untukku lagi. Mungkin saat ini aku hanya sosok yang terbesit dipikiranmu kemudian pergi, selebihnya sudah diisi dengan cintamu saat ini. Aku tau, aku harus ikhlas. 


Pertemanan kita yang selama ini harus sedikit hempas. Kenyamanan ini semakin lama berkurang. Hanya mata yang berkaca-kaca menjadi saksi atas persahabatan kita.


Terima kasih, karena kamu masih mau berbagi. Walau yang kamu bagi malam ini tidaklah sama seperti dulu lagi, tapi tak apa. Setidaknya kamu masih mau berhubungan dengan aku lagi. Aku selalu berdoa, semoga kamu bahagia dengannya. Terima kasih sudah mau menjadi teman yang sangat baik, teman yang selalu ada untuk aku, teman yang selalu setia, terbuka, bisa dianggap adik, dan bisa dianggap kakak, dan pokoknya makasih untuk semuanya.


Kamu boleh jatuh cinta, tapi kumohon jangan lupakan kisah-kisah kita.


Walau kini kau tampak berbeda, sedikit menjauh dan membuat aku sedikit kecewa. Tapi tak apa, aku akan selalu berusaha ada untuk kamu ketika kamu butuh. Tapi setelah itu, ke mana alur pertemanan kita?

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Nikmati lezatnya rasa dan peristiwa yang terbalut kata-kata

Editor

une femme libre