Kenyamanan yang Tidak Pasti

Sejalan tapi tak searah. Begitu kira-kira yang terjadi di antara kita.

Kembali lagi jatuh dengan rasa yang sama adalah sebuah keajaiban setelah 2 kali menoreh luka yang mustahil membuat hati kembali merekah. Kali ini pada seseorang yang berbeda, yang bermula pada percakapan biasa hingga masuk pada pembahasan yang tak biasa.

Advertisement

“Kok bisa sama ya? Aku juga” tuturnya menatapku dengan keheranan setelah tau kita punya jumlah saudara yang sama dan juga adalah anak pertama di keluarga

“Wah, this is cool!” jawabku sembari menorehkan senyum tipis di hadapannya

Sama tapi tak serupa. Sejalan tapi tak searah. Begitu kira-kira yang terjadi di antara kita. Saat itu adalah momen mengejutkan bagiku yang tak biasa. Begitu mengalirnya percakapan kita yang dengan saling bijak mengambil giliran bicara tanpa ada jeda yang berkepanjangan. Kita seperti sudah mengenal lama satu sama lain padahal baru 4 jam yang lalu bertatap muka untuk pertama kalinya.

Advertisement

Aku memikirkan momen itu dan sontak hatiku mulai mengaguminya. Entah sebuah gaya kecepatan seperti apa yang mendorong energi ini menjadi begitu terkait. Mungkinkah, kondisi hatiku memang mudah begitu saja terpaut pada suatu entitas yang menghadirkan kenyamanan? Apakah aku benar-benar sedang pada tahap jatuh cinta? Apakah ini sudah benar?

Ini sungguh pertanyaan-pertanyaan dari pribadi yang suka berlebihan kalau berpikir. Tak pernah sesederhana laut yang baik-baik saja ditemani riak tak tentu, yang kadang teduh, sedang hingga menjelma raksasa yang tahun-tahun kemarin suka mengamuk.

Advertisement

“Apa rencana kamu setelah ini? Lanjut s2?” tanyanya padaku di sebuah temu yang ke sekian

“Belum bisa dipastikan. Maunya seperti itu, tapi rasanya masih abu-abu. Belum yakin, karena harus benar-benar fokus” jawabku padanya dan lalu meraih gawaiku di dalam tas

“10 kali panggilan tak terjawab. Oh my God!” kataku sedikit terkejut saat melihat notifikasi di layar hp

“Siapa? Pacar ya?” tanyanya dengan nada sedikit menggoda

“No way! Aku tak punya pacar dan juga tak ingin pacaran” begitu responku padanya dengan cukup tegas

Aku melihat ada perubahan ekspresi darinya yang terjadi saat aku berkata tak ingin menjalin hubungan seperti pacaran.

“Aku juga tak ingin pacaran” sambungnya sesaat setelah ekspresi itu ditunjukan

Pikirku, kata-katanya terdengar seperti tak begitu sungguh dan hanya sekedar mengimbangi pembicaraan saat itu. Namun, aku tak ingin aku berasumsi yang berlebihan apalagi sampai menganalisa mimik wajah seseorang. Itu berlebihan!

Sebuah komitmen untuk tidak menjalin hubungan pacaran ini sudah ku genggam erat sejak dinasti hatiku runtuh, luluh lantah tak lagi utuh beberapa tahun lalu. Bukan seutuhnya karena trauma, tapi lebih kepada sebuah kenyataan patah yang saat itu membuatku lebih dekat pada Sang Pencipta, yang perlahan membawaku pada esensi waktu yang benar-benar menyembuhkan. 

Mana mungkin aku menghianati Tuhan dengan lalui jalan yang salah sementara aku yakin dengan baik bahwa hubungan percintaan tanpa ikatan itu punya resiko berakhir yang tinggi. Pastilah nanti kembali pada-Nya dengan keluh yang sama, meminta hati yang baru dengan penuh haru pada Tuhan yang selalu menanti.

“Kakak benar tak mau pacaran sama sekali? Bagaimana mungkin kak?” Tanya Enjelika yang saat itu bersamaku dalam perjalanan menuju tempat wisata

“Insya Allah ya. Soalnya aku tak bisa menjamin hatiku sekuat itu. Manusiawi selalu ada ketertarikan dan kecenderungan pada lawan jenis, tapi mungkin hanya akan berakhir menjadi teman baik kalau-kalau tak ada tujuan akhir yang sama” jawabku dengan pasti meski hatiku lelah dengan pertikaian dalam diri, di antara menolak atau menerima dan memendam rasa dalam diam.

Pertikaian ini membuat sekelumit pemikiran yang sebenarnya tak perlu dipikirkan hadir. Ketika di beberapa pertemuan lainnya aku dan dia kembali bertemu, dengan durasi waktu yang selalu berakhir larut. Ini membuatku semakin tak menentu dan heran bisa senyaman ini, berlama-lama bertukar cerita dengan seorang lawan jenis. 

Sempatku berpikir bahwa mungkin saja dia tipe cowok influencer  yang senang berbincang, supel juga terbuka dengan siapapun, atau mungkin saja dia memang sebaik dan sehangat ini dengan semua cewek, dan bisa jadi semua pembahasan ini hanya semata bertukar cerita tanpa ada rasa cinta. Ini beberapa kemungkinan yang membuat risau, kalau saja aku tak menyimpan rasa, mungkin saja perlakuannya tak begitu menjadi hal penting tuk dipikirkan. Sudah pasti aku menyimpan rasa.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini