Novel Pasung Jiwa dan Kritik-Kritik Sosial Didalamnya.

Resensi novel Pasung Jiwa

Judul Buku : Pasung Jiwa

Advertisement

Penulis : Okky Madasari

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Tahun Terbit : Oktober 2015, Cetakan Kedua

Advertisement

Jumlah Halaman : 328

Penghargaan : Khatulistiwa Award 2012

Advertisement

 

Sinopsis Novel

Namanya Sasana. Ia adalah anak laki-laki dari pasangan suami-istri yang berprofesi sebagai pengacara dan dokter bedah. Lahir di tengah-tengah keluarga berada tidak lantas membuatnya bahagia. Selama berada di tengah-tengah keluarganya, Sasana harus menuruti setiap tuntutan orang tuanya. Entah mengapa ia sangat iri pada Melati yang terlahir sebagai perempuan.

Sasana kian tersiksa hidupnya ketika memasuki masa SMA. Ia dipaksa untuk masuk ke sekolah laki-laki. Disana ia mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari seniornya yang membuatnya semakin tidak berdaya sebagai laki-laki.

Bang Jek adalah orang yang sangat berjasa di kehidupan Sasana berikutnya. Ia adalah orang pertama yang menerima diri Sasana sesungguhnya yang kemudian berubah menjadi sosok Sasa. Sejak saat itu, Sasa tampil menjadi penyanyi keliling (pengamen) bersama Bang Jek dan meninggalkan bangku kuliahnya di Malang demi mengejar cita-citanya sebagai penyanyi dangdut profesional.

Sasa dan Bang Jek harus berpisah ketika mereka sama-sama ditangkap dan dimasukkan ke dalam penjara oleh TNI setelah membela seorang buruh yang tiba-tiba menghilang. Setelah bebas, Sasa menjalani kehidupan barunya dengan dukungan sang ibu yang kemudian mengantarkannya menjadi artis papan atas.

Kehidupan Bang Jek pun mengalami pasang surut. Setelah bebas dari penjara, ia memutuskan merantau ke Batam dan bekerja di sana sebagai buruh. Keadaan membawanya ke Jakarta yang kemudian mempertemukannya dengan laskar pembela agama dan bergabung di dalamnya.  Tak jarang ia melakukan sweeping di tempat-tempat yang menurutnya mungkar.

Suatu hari Sasa mengadakan konser. Di tengah-tengah penampilannya,  rombongan laskar datang dan merusak kelancaran acara tersebut. Sasa mengenali sosok yang menjadi bagian dari laskar itu. Bang Jek. 

Kritik-Kritik Sosial dalam Novel Ini


  • Pemaksaan kehendak orang tua pada anak

Sasana dari kecil sudah dipaksa oleh orang tuanya untuk mengikuti les piano yang tidak disukainya. Memang ia berhasil menyabet banyak penghargaan. Akan tetapi, di dalam jiwanya tidak menemukan kebahagiaan. Kebahagiaan yang sebenarnya ia rasakan adalah ketika mendengar alunan musik dangdut. Sayangnya, hal itu ditentang oleh orang tuanya. Segala yang berhubungan dengan dangdut disingkirkan jauh-jauh dari hadapannya, termasuk radio Bi Minah.

Selain terhadap musik, Sasana juga dipaksa untuk bersekolah di sekolah pilihan orang tuanya. Lagi-lagi pilihan ini tidak sesuai dengan hatinya.


  • Stigma masyarakat terhadap transgender

Transgender masih menjadi hal yang tabu bagi masyarakat Indonesia. Kehadiran mereka masih sulit diterima. Sasana yang memutuskan mengubah penampilannya menjadi Sasa pun ditentang oleh keluarganya, kecuali ibunya yang akhirnya bisa menerima kondisi Sasa apa adanya.


  •   Ketidakadilan hukum

Ada beberapa peristiwa di novel ini yang menggambarkan ketidakadilan hukum di Indonesia. Meskipun konteks cerita di novel ini ada pada zaman orde baru dan masa awal reformasi, akan tetapi rasa-rasanya masih bisa terjadi di zaman sekarang, diantaranya adalah :

- Tidak ditangkapnya pelaku penganiayaan Sasana di sekolah laki-laki dikarenakan salah dua diantara mereka adalah anak pejabat dan anak jenderal.

- Peristiwa hilangnya buruh pabrik yang bernama Marsini (anak dari Cak Leman, sahabat Sasa dan Jek) yang sebelumnya berjuang agar upah buruh dinaikkan. Sasa, Bang Jek, dan kawan-kawan mengadakan demo di depan perusahaan menuntut Marsini kembali. Pihak pabrik yang dicurigai menculik Marsini tidak bertanggung jawab. Mereka malah menyuruh TNI menahan Sasa dan kawan-kawan. Beberapa tahun kemudian diketahui bahwasanya Marsini tewas mengenaskan.


  •  Kehadiran laskar berkedok agama

Dalam novel ini digambarkan dengan jelas bagaimana kehadiran laskar sangat meresahkan masyarakat. Mereka menghancurkan apa saja yang menurut mereka tidak sesuai dengan syariat agama. Jek yang bergabung dengan laskar juga tega merusak acara Sasa.

Dan masih banyak lagi kritik sosial yang digambarkan di novel ini. Jangan lupa baca novelnya, ya!

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Pecinta buku, bahasa, dan sastra