Itu lah candaan seorang dosen di sela – sela menyampaikan materi perkuliahan kepada mahasiswa Magister di salah satu perguruan tinggi di Bogor. Sontak candaan sang dosen disambut ketawa yang riang gembira. Sebulan berlalu, candaan itu masih terngiang – ngiang. Bagaimana mungkin saya lahir di waktu yang salah?
Saya lahir di keluarga yang sangat penuh kehangatan, saya bisa menikmati sekolah bahkan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Sekarang malah duduk di bangku perguruan tinggi untuk mendapatkan gelar yang lebih mentereng ‘Magister’. Ah, dosen itu memang hanya suka berseloro biar mahasiswa tidak ngantuk mendengarkan penjelasan kurva short run dan long run makroekonomi.
Tepat seminggu setelah menyelesaikan ujian mata kuliah yang beliau ajarkan, keluar pengumuman “semua ujian dilaksanakan take home karena covid-19”. Beruntung sekali dosennya. Hmmmm..beruntung! Atau saya yang beruntung, entahlah.
Kenyataan telah terbukti ‘saya memang lahir di waktu yang salah’ begitu pun dengan teman – teman seperjuangan saya. Perkuliahan sampai akhir semester dilakukan dengan sistem perkuliahan daring (online). Kangen dong sama candaan dosennya, lucu tapi terbukti secara teoritis dan faktual.
Sebagian besar mahasiswa kembali ke rumah orangtuanya dan hanya beberapa orang yang masih bertahan di kost. Sebenarnya perkualiahan daring sangat fleksibel tetapi masih perlu penyesuaian baik untuk mahasiwa dan dosen. Kita belum siap menghadapi perubahan secara tiba – tiba dan tidak siap dengan resiko yang akan timbul. Kekhawatiran mulai timbul, sinyal yang tidak stabil, kuota yang harganya lumayan mahal (apalagi untuk kantong mahasiswa), kurang kondusifnya sistem perkuliahan (materi yang disampaikan kadang terlalu singkat atau malah terlalu banyak) belum lagi diberikan tugas – tugas yang jumlahnya tak karuan.
Namun, ketakutan terbesar sebenarnya bukan itu. Bayangan tentang penelitian yang terancam batal, sistem seminar yang diadakan daring, ujian sidang pun kelak daring, bahkan sidang pun demikian. Satu lagi yang menghantui adalah ‘mau kerja apa setelah lulus nanti?’. Pertanyaan terakhir sangat susah dijawab. Setiap baca berita, headline mulai dipenuhi dengan berita PHK tenaga kerja dan perekonomian yang mulai tergoncang.
Sebagai calon ‘Magister’, tentu dituntut perpikir lebih matang dengan kemampuan analisa yang baik pula. Berbeda dengan lulusan Sarjana, seorang Magister harus memiliki ‘value added’ yang tidak dimiliki oleh orang lain. Akan tetapi berhadapan dengan situasi sulit seperti sekarang ini, rasa khawatir kadang mendominasi. Banyak berdoa! Ya, sudah dilakukan. Besok kembali lagi dengan perasaan cemas, ‘apa yang akan terjadi esok hari?’. Yang jelas, kuliah tetap lanjut!
Guna mengurangi kecemasan, ada baiknya mengisi waktu luang dengan hal – hal yang positif dan bermanfaat. Daripada bengong di rumah tidak tahu lagi apa yang akan dikerjakan, mending waktu luang diisi dengan aktivitas bermanfaat. Mulai dengan membaca buku tentang pengembangan karakter, kepemimpinan, atau public speaking. Jika sudah mulai jenuh membaca buku, beralih lah mengembangkan hobi. Pengembangan hobi baik untuk kesehatan mental, karena dapat menurunkan tingkat stres. Hobi kadang justru diperlukan di dunia pekerjaan, misalnya saja yang pandai menulis pasti kelak bermanfaat menulis laporan perkejaan, yang jago desain mulailah kembangakan hobimu. Tulislah tujuanmu setelah lulus kuliah nanti. Mulailah mencari informasi dunia pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang pendidikan. Kelak ketika ijazahh sudah di tangan (wisuda online atau tidak), kamu sudah diterima kerja.
Habis badai pasti ada pelangi! Ingat, badai ini akan berlalu. Tetap semangat.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”