MUSE: Doktrinasi Musik British ala Kang Warnet

Dari Warnet lalu Turun ke Hati

Untuk generasi pertengahan 90-an, bisa dibilang saya cukup telat memasuki dunia perwarnetan. Pertama kali kenal Warnet waktu masih awal-awal SMP di tahun 2007-an. Tapi yang mau saya bahas di sini bukan soal PC Warnet yang lemotnya nauzubillah atau bilik Warnet yang sempitnya kebangetan, tapi soal Band dari dataran Inggris yang sering diputar pake speaker sama kang Warnet.

Advertisement

Sedikit terbayang waktu mau login di layar monitor yang bergambar lumba-lumba udah mulai ngasih tanda-tanda bakal Lola alias loading lama, istilah anak muda masa itu. Dan ditambah suara pertempuran permainan Counter Strike dari bilik sebelah yang beradu padu dengan suara pecah speaker minimalis dari kang Warnet, cukup mampu untuk membuat telinga sakit kala itu. Namun suara halus tapi tajam dari vokal Matt Bellamy sayup-sayup masih bisa terdengar walau tabrakan dengan suara teriakan dari para bocil dan permainan game-nya.

Starlight, lagu andalan dari album Black Holes and Revelations yang bisa dibilang viral di masa itu. Menjadi lagu pertama dari Muse yang saya dengar, dan sebagai pintu awal menyukai Muse.

Balik ke bahasan, Muse adalah salah satu band yang lagu-lagunya sering diputar di Warnet, alih-alih pergi ke Warnet pengen cari ketenangan privasi malah dikasih doktrin musik british ke telinga saya. Dari pertama kali nggak tahu sama sekali siapa itu Muse, sampai kecintaan kaya sekarang karena telinga ini sering dijejali sama lagu-lagunya setiap kali ke Warnet, eh malah nagih sampe keterusan sekarang.

Advertisement

Dan sejak ke Warnet menjadi rutinitas setiap pulang Sekolah. Maka earphone menjadi bekal wajib yang kudu dibawa kalau lagi bertandang ke Warnet. Untuk sejumlah Warnet premium memang menyediakan Headset, tapi untuk Warnet pinggiran yang bayar 2.500 dapet tempat yang ala kadarnya, fasilitas itu tidaklah mungkin ada. Jadi solusinya yah bawa earphone sendiri dari rumah. Dengan modal kabel earphone yang pendek, terus dicolokin di port audio jack belakang PC punya effort tersendiri juga. Gimana nggak, buat dengerin lagu kepala kudu maju ke depan layar monitor biar kabel earphone-nya sampe. Tapi cuma buat bisa dengerin musik aja itu udah seneng banget untuk ukuran bocil pada waktu itu.

Nggak puas cuma bisa denger dari playlist si kang Warnet. Rasa penasaran terhadap Muse semakin membuncah dong, petualangan pun dimulai dengan surfing ke berbagai thread di Kaskus yang bahas Muse, sampai download semua lagu-lagu Muse terus dimasukin ke Nokia Express Music 5310 yang tipisnya selalu bikin jantung copot karena khawatir kalau-kalau jatuh dari kantong celana.

Advertisement

Kenikmatan ber-Muse ria di jaman itu punya rasa sendiri dikarenakan banyaknya genre mainstream yang muncul di pasaran musik Indonesia, pertempuran genre musik memang lagi asik-asiknya, tapi gempuran konsep lagu percintaan cengeng memang cukup kuat dan bikin sedikit muak dari perindustrian musik kita. Suka pusing sendiri setiap pergi kemana, selalu ada lagu yang mendayu-dayu, mulai dari meratapi percintaan yang kandas di tengah jalan sampai bangganya menjadi kang selingkuh, atau ajakan menyakiti diri sendiri karena cinta ditolak yang tersirat amat jelas di lirik lagu mereka.

Nggak maksud menghina suatu genre tertentu, namun di saat itu Muse memang bisa jadi salah satu pilihan buat penikmat musik alternatif seperti saya. Apalagi kemampuan bahasa inggris yang di kala itu belumlah cukup baik seperti sekarang, jadi pemahaman dari pemaknaan sebuah lagu asing belum menjadi alasan untuk menyukai suatu band. Asalkan musiknya enak didengar walaupun nggak begitu ngerti sama liriknya, gas ajalah.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

it may well be that you dislike a thing even though it is good for you, and vice versa