Aku ini hanya seorang mahasiswa semester akhir yang sedang kehabisan modal biaya untuk melanjutkan kehidupan. Kedua orang tuaku hanyalah buruh pabrik yang bekerja sebagai karyawan produksi. Hidup di tahun 2023 ini adalah ujian. Resesi ekonomi yang menyebabkan inflasi di negara ini telah mengubah gaya hidupku. Meski orang melihat aku masih sama saja dan biasa-biasa saja, aku merasakan beban dipundakku semakin menjadi-jadi.
Harusnya aku lulus kuliah tahun ini, tapi uang kuliah tunggalku sengaja belum aku bayarkan. Aku sedikit kesulitan mengerjakan skripsiku. Bukan karena aku tak punya motivasi untuk mengerjakannya, tapi aku selalu terpikirkan soal masalah finansial yang menghantuiku. Modal dan uang saku yang diberikan Bapak Ibuku kalau dipikir-pikir hanya mampu untuk membeli bensin untuk pulang pergi ke kampusku. Sedangkan skripsiku harus aku cetak dalam bentuk draft. Penelitianku yang sederhana juga membutuhkan sedikit modal. Menyisihkan uang dan menabung bukanlah solusi brilian. Aku hampir kehabisan akal kalau terus memikirkannya.
Aku terbiasa hidup sederhana. Memang selalu sederhana dari dulu, tapi kini arti sederhana dalam hidupku lain. Hari ini aku memiliki uang yang sama seperti kemarin-kemarin. Jumlah yang sama persis dari uang belanja biasanya. Ku kira aku tak pandai berhemat dan tak bisa membedakan mana kebutuhan dan keinginanku. Nyatanya memang semua barang kebutuhanku harganya naik. Tidak banyak memang hanya dua ribuan sampai lima ribu rupiah. Namun, agak lumayan jika aku membeli beberapa barang sekaligus. Jatah uang sakuku untuk modal pulang pergi kampus lumayan terpotong untuk printilan kebutuhan ini.
Aku hanya mahasiswa akhir yang berharap segera lulus dan wisuda layaknya teman-temanku. Aku juga ingin merasakan bagaimana rasanya sidang skripsi. Merasakan dag dig dugnya berada di ruangan sidang itu sambil terus berdoa dan mengingat-ingat kata yang harus aku ucapkan di depan para pengujiku. Sederhana saja pokoknya, setelah lulus aku ingin segera mendapat pekerjaan yang pantas untuk lulusan sarjana sepertiku. Namun, lagi-lagi masalah finansial ini menggangguku. Aku butuh dana segera. Bukan hanya nanti setelah aku mampu lulus dari perkuliahan ini. Nyatanya diusiaku ini sebagai mahasiswa akhir sudah harus memikirkan masalah keuangan.
Semua orang hanya mampu memotivasiku. Memberiku nasihat-nasihat yang keluar masuk telingaku. Wejangan-wejangan untuk menuju sukses untuk menjemput masa depan cerah di depan sana. Hei! Aku berharap suara berisik itu diam sejenak. Aku tahu bagaimana langkahku selanjutnya, tapi aku masih tidak nyaman dengan kondisi serba kurangku karena masalah finansial ini. Kalau saja aku diposisi mereka yang mudah saja mendapatkan uang hari itu, sudah pasti aku mendengarkan nasihat-nasihat itu.
Sekarang aku menyadari, aku kekurangan uang bukan karena tidak memiliki motivasi sukses. Bukan juga karena aku terlalu sering menggunakan uang, tapi karena aku tidak memiliki pemasukan seperti orang-orang yang bicara ini. Orangtua teman-temanku ini loyal, bahkan setiap hari mereka masih diberi uang saku buat jajan. Belum lagi kalau mereka mencari-cari tambahan pemasukan. Biar recehan, tapi keuangan mereka selalu tercover rapi. Sedangkan aku, tentunya harus sadar diri.
Setiap mahasiswa akhir pasti memiliki masalahnya sendiri-sendiri. Aku melihat temanku satu persatu. Ada yang stagnan ketika memasuki awal skripsi dan hingga kini belum apa-apa, ada yang memilih berhenti sejenak untuk bekerja sambil mengumpulkan modal kelulusan, ada yang hampir selesai seperti diriku, tapi berlari kesana kemari kebingungan, ada pula yang tidak segera meluluskan diri karena ingin lari dari kenyataan hidup setelah lulus. Biarlah orang berkata apa. Bagiku selagi aku masih memiliki niat lulus dan wisuda dengan usahaku, itu lebih baik dari pada hanya sekedar berkata-kata.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”