Ketika memasuki perkuliahan semester tiga, saya memutuskan untuk mulai mengajar di sebuah bimbingan belajar ternama di Medan. Saat itu, alasan saya sederhana. Ingin mengisi waktu luang sepulang kuliah. Daripada menghabiskan banyak waktu rebahan di kos-kosan, mending mencari kesibukan yang bermakna. Selanjutnya, ingin juga merasakan nikmatnya hasil keringat sendiri. Setidaknya bisa meringankan biaya kiriman orang tua dari kampung.
Setelah keputusanku bulat, saya mengirimkan aplikasi. Tidak lama berselang, dipanggil untuk mengikuti proses seleksi. Persaingannya sangat ketat. Dari ratusan orang yang mengikuti seleksi tertulis, ternyata hanya puluhan yang berhasil lolos mengikuti tes mengajar. Saya adalah salah satu yang dinyatakan lolos tersebut.
Walau bukan berasal dari pendidikan keguruan, dengan tekun belajar dan berlatih, akhirnya saya bisa melewati masa uji coba selama tiga bulan atau istilah yang kami gunakan saat itu adalah tentor jaga yang tugasnya lebih banyak melayani siswa di meja diskusi. Baik itu mendiskusikan soal-soal atau konsultasi seputar strategi masuk ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN).
Setelah tiga bulan, saya akhirnya diangkat menjadi tentor umum. Tugas utamanya lebih banyak mengajar di kelas dibandingkan tentor jaga. Ketika semakin banyak mengajar di dalam ruangan kelas, akhirnya kecintaan mengajar saya semakin tumbuh. Kalau motivasi awal saya mengajar adalah untuk mengisi waktu luang dan mencari uang tambahan, setelah itu mulai berubah. Lambat laun, saya terus membenahi diri dengan membaca buku-buku yang berbau pendidikan.
Setelah sepuluh tahun mengajar di lembaga pendidikan non formal, akhirnya tekad saya bulat ingin mengabdikan diri menjadi guru di sekolah formal sejak 2005. Mimpi masa muda menjadi guru di sekolah formal pun terwujud. Bermodalkan pengalaman menjadi pengajar di lembaga pendidikan non formal, ternyata memudahkan saya untuk cepat beradaptasi.
Sejak semula, ketika sudah terjun di sekolah formal, impian saya adalah ingin menjadi guru yang menginspirasi. Bukan semata hanya mengajarkan materi di kelas. Saya selalu teringat dengan apa yang pernah dikatakan William Arthur Ward, "Guru biasa-biasa saja hanya bisa menceritakan. Guru yang baik mampu menjelaskan. Guru yang unggul mampu menunjukkan. Sementara guru yang hebat bisa memberikan inspirasi."
Sebagai bentuk inspirasi yang saya tularkan kepada anak didik, ternyata tidak sedikit anak didik yang akhirnya tertarik untuk menulis. Mungkin awalnya bagi mereka hanyalah sebagai penugasan, tetapi pada akhirnya ada juga yang menjadikan menulis sebagai sebuah kebiasaan baru.
Satu hal yang membahagiakanku sebagai guru, bahwa dari anak didik yang pernah saya ajak menulis, ternyata sudah ada banyak yang karyanya yang telah dipublikasikan. Mulai dari menulis di jurnal internasional, menulis buku, menulis di media nasional dan majalah, hingga media online. Guru mana pun pasti akan bahagia kalau anak didiknya mengikuti jejak positifnya. Rasanya, semangat untuk terus mengajar dan menginspirasi akan terus bertambah. Apalagi ketika anak didik telah menghasilkan karya nyata.
Selain dapat menginspirasi anak didik, ternyata ada satu hal penting yang tidak boleh dilalaikan oleh seorang guru. Kira-kira apa ya? Betul sekali sahabat pembaca. Makan makanan bergizi. Saya jadi teringat sebuah percakapan guru dengan muridnya di kelas, yakni dalam sebuah film yang berjudul “Pay It Forward”. Kutipan tersebut saya tuliskan saja terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Kira-kira demikian.
Apa yang pernah Bapak lakukan untuk mengubah dunia?" tanya Trevor, seorang anak didik kepada gurunya. Trevor sesungguhnya ingin membalikkan pertanyaan guru tersebut, karena sebelumnya telah dilontarkan oleh guru pada anak didiknya. Gurunya kemudian menjawab, "Aku tidur nyenyak tiap malam. Makan pagiku bergizi. Aku datang tepat waktu. Dan aku memberikan semua itu pada kalian."
Sesederhana itu jawaban gurunya, tetapi sungguh sangat dalam makna dan penyampaiannya. Ngomong-ngomong kalau bicara tentang makanan bergizi, maka hal ini sesungguhnya perlu menjadi perhatian khusus. Terutama bagi seorang guru. Alasannya jelas, guru harus tetap terlihat sehat dan kuat ketika mengajar di depan kelas. Guru harus tetap bersemangat membagikan hidupnya (transfer of life) kepada anak didiknya.
Bagaimana mungkin seorang anak didik bersemangat kalau gurunya tidak bersemangat karena kurang sehat? Masalahnya saya sendiri pernah mengalaminya. Mengajar ketika kurang sehat, ternyata memengaruhi semangat belajar anak didik juga.
Untuk itu, seorang guru harus benar-benar memperhatikan asupan gizi pada makanannya setiap hari. Bukan berarti karena mahalnya makanan tersebut baru dikatakan bergizi. Atau bukan pula karena kuantitasnya. Tetapi perlu memperhatikan gizi seimbang dalam setiap makanan yang dikonsumsi sesuai kebutuhan tubuh.
Agar sehat, perlu tetap mengonsumsi juga makanan yang beragam. Jangan dari pagi, siang, hingga malam makanannya jenisnya itu-itu saja. Sesungguhnya kalau mau mengatur menu makanan setiap hari, bukan perkara sulit lagi. Ada banyak pentunjuk tentang menu makanan bergizi yang dapat ditemukan di website kesehatan di internet.
Intinya, tetaplah jaga kesehatan jasmani dengan asupan gizi yang seimbang agar tetap produktif berkarya dan menjalani hari-hari. Salam.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”