Kampung ialah surga bagi setiap keluarga yang merindukan ketenangan dan kedamaian. Di sanalah mimpi saya tumbuh, ketika melihat realita bahwa hidup perlu kerja keras. Para laki-laki dewasa di kampung harus pergi ke hutan setiap harinya untuk menanam ubi dan mengumpulkan kelapa. Jika musim pala dan cengkeh, mereka akan mendapat penghasilan yang lebih daripada biasanya karena harga pala dan cengkeh yang cukup tinggi. Para lelaki juga pergi ke pantai, mereka harus menyusuri tepian pantai dan menemukan tempat yang tepat untuk memancing ikan. Hanya sebagian kecil dari penduduk desa yang memiliki perahu, sehingga hanya pemilik perahu yang mampu mengayuh ke tengah laut untuk mendapatkan ikan.
Para perempuan dewasa bertugas untuk menyiapkan makanan di rumah. Makanan yang disiapkan disesuaikan dengan hasil yang didapatkan para lelaki dari hutan ataupun laut. Seringkali mereka tidak memiliki nasi, karena tidak punya uang untuk membeli beras. Namun, mereka kaya dengan umbi-umbian (Misalnya: singkong, ubi jalar, dan ubi keladi) dan sagu, dari pangan lokal inilah sumber karbohidrat mereka. Mereka juga dihidupi oleh hasil laut (misalnya: ikan, gurita, udang, dan cumi), sehingga kebutuhan protein mereka terpenuhi. Bahkan, penduduk kampung tidak pernah kekurangan sayur-sayuran. Jika hasil hutan dan hasil laut berlebih, maka para perempuan dewasa bertugas untuk pergi ke pasar di kota untuk berjualan dan uang yang mereka dapatkan dipakai untuk membeli beras dan bumbu-bumbu dapur. Beginilah realita hidup di kampung yang terekam dalam memori sewaktu saya duduk di kelas 1 SMP, tahun 2007.Â
Anak-anak muda pada zaman itu hanya menyelesaikan pendidikan hingga jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), bahkan ada yang hanya lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Mereka tidak kekurangan nustrisi, karena di kampung kami tidak takut kelaparan. Alam menghidupi kami dan orang-orang kampung selalu membagikan hasil hutan dan laut kepada sesama. Sekolah-sekolah juga sering melakukan kegiatan senam santai di akhir pekan (hari Sabtu) dan membagikan roti, susu, dan kacang hijau untuk dikonsumsi seluruh murid. Kegiatan tersebut dilakukan dua kali dalam sebulan. Alasan yang melatarbelakangi beberapa anak-anak kampung tidak mampu melanjutkan pendidikan yakni faktor ekonomi (keterbatasan finansial orangtua) dan paradigma bahwa lebih baik bekerja membantu orangtua untuk mendapatkan penghasilan.
Saat itu saya menyadari bahwa menjalani kehidupan sangat sulit. Sehingga, saya berfikir bahwa saya harus sekolah hingga ke perguruan tinggi, karena melalui pendidikan kehidupan saya dapat menjadi lebih baik. Singkat cerita saat tahun 2012 saya menyelesaikan pendidikan SMA, saya memasukkan formulir pendaftaran di salah satu Universitas Negeri di kota tempat tinggal saya dan di salah satu Universitas Swasta di Jawa Tengah. Saya diterima di ke-dua Universitas tersebut dan saya memilih berangkat ke Jawa Tengah, karena ingin mencari pengalaman hidup yang baru. Sudah tentu tanah perantuan tidak mudah ditaklukkan, tetapi saya yakin dengan niat, kerja keras, dan doa semua akan berjalan dengan baik.Â
Setelah menjalani pendidikan selama satu setengah tahun di perantauan, kami sekeluarga harus menerima kenyataan bahwa ayah tidak lagi bekerja karena kondisi kesehatan beliau tidak memungkinkan. Ibu saya waktu itu masih berstatus guru honorer setelah mengabdi kurang lebih 8 tahun. Kami menghadapi masa-masa yang sangat sulit karena persoalan ekonomi. Terutama saya di perantauan, harus mencari cara mendapatkan uang tambahan untuk memenuhi kebutuhan. Namun, saya tetap bersyukur karena ayah saya masih diberikan kehidupan oleh Tuhan (tidak mengapa kekurangan, yang penting tetap bersama).Â
Terkadang saya sangat malu meminta uang kepada kedua orangtua untuk makan, karena kondisi ekonomi kami sedang sulit. Namun, pertolongan Tuhan selalu datang dari banyak sisi. Entah bagaimana caranya, Tuhan bekerja begitu cepat melalui uluran tangan banyak orang dan kebutuhan saya selalu dapat terpenuhi. Seringkali saya rindu rumah, ingin rasanya pulang dan tidak susah sendirian di perantauan, tetapi pikiran sempit itu saya bunuh dengan niat untuk sekolah. Saya yakin semua orang memiliki waktunya sendiri-sendiri. Mungkin saat ini saya kesusahan karena sedang berusaha dari bawah, tetapi suatu saat nanti kesusahan tersebut pasti akan berbuah keberhasilan. Bahkan, saya pernah terancam berhenti kuliah karena persoalan ekonomi, tetapi lagi-lagi semua kenyataan yang seakan-akan mencoba membunuh mimpi saya berlalu dan tidak pernah terjadi. Sekarang anak kampung ini sudah sarjana dan sudah menyelesaikan S2 sejak tahun 2019.Â
Melalui tulisan ini saya ingin menyampaikan bahwa jangan pernah takut bermimpi.Â
Karena kamu masih muda, maka bermimpilah dan raih sekuat tenaga
Sangat banyak anak kampung yang memiliki orangtua petani dan nelayan, dapat sukses meraih cita-cita dan menjadi orang hebat. Namun, banyak juga anak kampung yang tidak berani bermimpi karena lebih memilih membantu orangtua dan berumah tangga. Kita semua punya pilihan hidup. Cerita saya hanyalah gambaran singkat bagaimana kehidupan anak kampung yang tidak pernah kekurangan gisi dan nutrisi karena alam menghidupi kami, tetapi seringkali ada ketakutan untuk bermimpi. Takut untuk pergi dari kampung halaman, takut untuk jauh dari keluarga, takut untuk mengalami pahitnya hidup sendirian. Ada sebagian yang larut dalam ketakutan, dan ada sebagian yang menerobos rasa takut dengan niat yang kuat untuk mengenyam pendidikan.Â
Saya pernah mendengar kalimat bahwa untuk sukses tidak perlu sekolah, tetapi sekolah dapat membawamu mendekati kesuksesan.
Sekolah bukan hanya tentang menjadi sukses dalam kelimpahan materi, tetapi yang lebih penting kaya dalam pemahaman, baik dalam beretika atau bermoral, dan rendah hati. Jika tujuan sekolah hanya untuk menjadi sukses dalam kelimpahan materi, maka akan lahir banyak orang berpendidikan yang berbohong, mencuri, bertindak curang, manipulatif, dan tidak bertanggung jawab. Menjadi kaum terpelajar memiliki arti lebih dalam dari sekedar mencapai kesejahteraan finansial di masa depan. #MimpiMasaMuda #SehatSamaSama #HipweexNI
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”