Mimpi dan harapan merupakan sesuatu yang pastinya dimiliki oleh setiap orang. Entah itu hal yang besar maupun kecil, untuk jangka waktu yang dekat maupun lama, sepele maupun suatu hal yang besar, setiap manusia berhak untuk memilikinya. Sewaktu kita masih kecil, kita sering kali memimpikan sesuatu yang sederhana seperti ingin memiliki mainan baru atau bahkan sesederhana ingin memakan es krim saat pulang sekolah. Kemudian saat kita beranjak sedikit lebih dewasa, mimpi tersebut menjadi sedikit lebih besar, misalnya mimpi ingin menjadi dokter atau pilot pada saat dewasa nanti. Hingga akhirnya kita akan memimpikan sesuatu yang lebih kompleks lagi seperti misalnya menginginkan kehidupan yang nyaman dan berkecukupan serta bahagia.
Dulu saya sempat bingung karena saya tidak tahu sebenarnya apa yang saya inginkan di masa depan. Saya memiliki banyak pertanyaan mengenai apa yang sebenarnya saya inginkan? Apa hal yang ingin saya capai? Pekerjaan apa yang sebenarnya ingin saya geluti seumur hidup saya nanti? Hal apa yang bisa membuat saya merasa bahagia saat melakukannya? Banyaknya pertanyaan tersebut membuat saya kebingungan pada saat harus menentukan program studi yang akan saya ambil di perguruan tinggi.
Baru pada saat-saat terakhir saya akhirnya sadar jika hal yang paling bisa membuat saya bahagia adalah saat saya bisa bermanfaat bagi banyak orang. Saya akhirnya memutuskan ingin menjadi seorang dokter. Namun pada saat itu, saya hanya memiliki mimpi, bukan impian. Pada akhirnya saya harus ikhlas menerima kegagalan pada percobaan pertama saya. Apakah saya menyerah begitu saja dan menerima takdir untuk berkuliah pada program studi lain? Tentu saja tidak.
Pada awalnya saya memang sempat memutuskan untuk berkuliah di jurusan lain (sebut saja jurusan A) karena saya lolos tes UTBK-SBMPTN (Ujian Tulis Berbasis Komputer-Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri) pada jurusan tersebut yang kebetulan merupakan pilihan kedua saya pada SBMPTN. Namun lagi-lagi, karena kurangnya survey dan persiapan yang saya lakukan sebelum memilih jurusan A tersebut, saya menjadi sedikit shock dan terkejut saat mengetahui hal-hal yang harus saya geluti pada program studi tersebut. Ternyata pelajaran-pelajaran tersebut kurang sesuai dengan minat dan bakat yang saya miliki.
Saya Kembali merasa down untuk yang kedua kalinya hingga kemudian saya menceritakan semuanya kepada orang tua. Di luar perkiraan, ternyata orang tua saya justru menawarkan kepada saya apakah saya ingin mencoba mengikuti seleksi UTBK-SBMPTN lagi tahun depan. Jika iya, mereka meminta saya untuk lebih serius lagi dalam belajar dan dengan syarat saya tidak boleh mengundurkan diri dari jurusan A sebelum lolos di jurusan kedokteran yang saya inginkan. Saya sempat ragu apakah saya bisa melakukannya, namun orang tua saya terus meyakinkan saya bahwa saya memiliki kemampuan dan kapasitas untuk melakukan kedua hal tersebut secara bersamaan. Pada akhirnya dengan pertimbangan tersebut dan juga karena pada dasarnya saya adalah seorang yang keras kepala dan cukup ambisius, maka saya mengiyakan syarat orang tua saya tersebut.
Orang yang paling berperan dalam membantu saya melewati masa-masa sulit itu adalah orang tua saya. Mereka meminta saya untuk mengintrospeksi diri dan juga berkaca untuk menemukan kesalahan apa saja yang tanpa sadar sudah saya lakukan selama setahun belakangan sehingga membuat saya gagal untuk masuk jurusan yang saya inginkan. Saya akhirnya sadar jika dahulu saya hanya sekedar memiliki mimpi, bukan impian. Saya hanya sekedar memiliki harapan, namun saya tidak memiliki target untuk mencapainya. Begitupula dalam hal usaha yang saya lakukan, saya masih belum belajar secara maksimal dan memberikan seluruh kemampuan yang saya miliki. Berangkat dari kesadaran itulah, saya perlahan mengubah mimpi yang saya miliki menjadi impian.
Kebetulan pada saat itu Indonesia sedang dalam masa pandemi Covid-19, sehingga proses perkuliahan dilakukan secara daring melalui zoom. Tak disangka ternyata hal tersebut juga memiliki sisi positif, yaitu mempermudah saya untuk membagi waktu antara berkuliah di program studi A dan mengikuti bimbingan belajar untuk mempersiapkan UTBK-SBMPTN di tahun depan. Pada pagi hingga siang hari saya mengikuti perkuliahan dan berusaha menyelesaikan seluruh tugas yang diberikan sebelum saya mengikuti bimbingan belajar pada malam harinya. Begitupula jika ada waktu luang, saya gunakan untuk beristirahat sejenak dan menyelesaikan tugas. Jika kebetulan sedang tidak ada tugas, maka saya akan menggunakan waktu tersebut untuk belajar mempersiapkan UTBK dan mengerjakan latihan soal UTBK.
Pada akhirnya hasil tidak akan mengkhianati usaha. Saya berhasil lolos UTBK-SBMPTN pada program studi kedokteran sesuai yang saya impikan berkat doa dan usaha yang saya lakukan. Sementara itu pada program studi A, saya juga berhasil mendapatkan IP di atas 3,5 bahkan teman-teman saya terkejut saat mengetahui selama setahun ini saya melakukan double job antara belajar pada program studi A dan mempersiapkan UTBK. Memang sulit untuk merubah hal yang sekedar mimpi menjadi impian. Dibutuhkan proses dan usaha yang tidak mudah. Namun, jika kita memiliki keyakinan, doa, serta usaha untuk meraihnya, tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”