Selesai masa kuliahku, pilihanku selanjutnya waktu itu adalah langsung bekerja. Tidak ada pilihan kedua kala itu. Kulihat teman-temanku sudah mulai mempersiapkan perjalanan selanjutnya yang beragam; ada yang mulai memilih melanjutkan magister demi keinginannya menjadi dosen, ada yang memilih terbang ke luar negeri untuk mengumpulkan dolar beserta pembelajaran hidup, banyak pula yang langsung mempersiapkan pernikahan dengan sang pujaan.
Bagiku kala itu pernikahan cuma bisa jadi angan-angan. Aku yang teguh ingin berkarir supaya bisa membantu meringankan beban keluargaku juga belum ada pasangan yang siap meminang diri ini, hingga akhirnya aku larut dalam pekerjaan hingga bertahun-tahun lamanya.
Usiaku sebentar lagi memasuki seperempat abad, entah kenapa aku semakin asyik mengejar mimpiku, aku semakin bersemangat berkarya, bahkan dalam seminggu hidupku hanya kuhabiskan untuk dinas ke luar kota. Hingga akhirnya pasanganku kala itu mundur dari perasaan ini, kemudian memilih wanita yang mampu menemani obrolannya setiap waktu. Hatiku hancur dan rapuh, tapi kubiarkan perih itu disapu pelan-pelan oleh kesibukan yang diberikan Tuhan.
Orang tuaku hampir setiap waktu memintaku untuk memikirkan pernikahan. Telinga ini mulai berdengung nyaring setiap kali ada undangan pernikahan datang. Belum lagi suara nyaring tetangga yang masuk telinga tanpa diundang. Sayangnya setiap ada lelaki yang mendekat, kurespon dengan tatapan tak percaya. Tapi dalam hati kuyakin, jika waktunya tiba lelaki itu akan hadir dengan sendirinya tanpa repot-repot kucari sampai ujung dunia.
Usiaku kini sudah benar-benar berada di angka matang untuk menikah. Entah mengapa kesibukanku kian mereda. Tiba-tiba datang lelaki yang membuat diri ini tak ragu menunggu untuk menyempurna separuh ibadahku. Benar, perjalanan hidup kadang berdasarkan kekuatan pikiran. Pikiranku selalu yakin bahwa jodoh itu akan datang jika waktunya sudah matang.
Usiaku memang sudah matang untuk menikah dan memilikk momongan, keinginan suami serta keputusanku untuk mengurusi rumah dan keluarga 24 jam untuk sementara waktu sudah kuputuskan matang. Banyak cemooh yang datang ketika aku tak lagi memiliki penghasilan.
Tapi tahukah kalian? Sekalipun aku menikah di usia matang dan memutuskan untuk di rumah diam, setelah menikah ini aku sudah kenyang merasakan menjadi wanita karir yang pulang larut malam, aku juga tidak penasaran lagi dengan perasaan pernah traveling sendirian. Kini saatnya aku bekerja dan berkarya atas izin suami. Kini saatnya aku traveling sekeluarga dengan suka cita dan hati riang.
Semoga kamu, wanita yang usianya matang akan Tuhan berikan kebahagiaan. Apapun keputusanmu di usia sekarang, bersyukurlah atas apa yang diizinkan Tuhan, Sang Maha Pemberi Kejutan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”