MERAJUT SECARIK JARIT
Â
Lazuardi merajut secarik jarit di tumpukan jerami aksara
Jemarinya mengelus cacing-cacing di perut menahan laungan hama sambil tertawa
Â
Tak lupa diraciknya membentuk sebuah kitab yang termaktub daun hijau tua dan benang sutra
Tertutup rapat di atas perapian ratap
Â
Tintanya mulai berbisik
Mendendangkan kidung pisau yang menggores raga namum tak berdarah
Gumpalan otak itu pecah, ia lelah, mengapa selalu kalah?
Apa yang salah?
Â
Lazuardi perlahan mundur alon-alon
Bersiap melesap di telan bumantara
Bersama kepulan asap
Â
Palembang, 14 juni 2022
Â
Â
TERMINAL ZAMAN
Â
Sebuah narasi tumpah ruah akan kesedihan tak bertuan
Terjamak rasa rimpang arah bagai air terhujam batuan
Menggiring aroma kisah kelam masa silam
Tanpa haluan tertelan pendar rembulan malam
Â
Ketika isak tangis dan laungan hampar tak lagi didengar
Aku terdiam tak bersua dalam lukisan aksara samar
Guratan bibir simpul tersimpan kenangan karang
Oleh aturan legal dan secarik larangan usang
Â
Kau buat aku meradang
Gelap tergenang membentur terang
Bertandang lalu menghilang tanpa bayang
Â
Aku kerap bermain sendirian
Mendirikan atap naungan dibuian perkarangan depan
Berbaring menatap angkasa menikmati langit pohon rindang
Siap berjingkrak menghitung tangga melangkahkan cagak setapak ke rumah tuan
Â
Satu, dua dan tiga aku tak bergerak membujur di dipan kamar
Besi tipis juga mungil selaksa jemari kelingking tertancap di sekujur badan
Kulihat ayah, bunda dan saudariku bergantian
Besar atau kecil mereka tak bisa tergambar
Â
Kunang kunang berpendar menari tak beraturan
Lalu berganti bayangan hitam pekat tersulam terminal zaman
Â
Palembang, 14 juni 2022
catatan kaki melesap : menghilang
Palembang, 14 juni 2022
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”