Kamu orang pertama yang melihat air mataku. Bahkan aku terlalu takut memperlihatkannya kepada ibuku sendiri.
Kamu orang pertama yang mendukungku, saat semua orang sibuk dengan ingar bingar dunia. Kamu orang pertama yang bisa meyakinkanku, saat aku tak lagi memercayai siapapun. Namun, kamu orang pertama yang membuatku sekacau ini.
Semakin kulihat semua. Hidup ini membingungkan. Kita tak lebih dari permainan domino yang saling menjatuhkan. Namun anehnya, kita selalu menyusunnya kembali untuk memulai permainan.
Tawa ku tak pernah sama seperti dulu, kebahagiaanku pun tak lagi kurasakan, bahkan rasa humor itu perlahan hilang. Hanya senyum palsu yang kuberikan kepada dunia yang kejam ini.
Aku hilang kendali. Tak ada lagi sandaran, tak ada lagi tempat mengadu. Tuhan yang kukenal dulu bukan lagi pelipur lara. Semua tampak hampa, senyap dan hambar. Lalu apa yang harus kuperbuat?
Jangan tanyakan kenapa aku menutup hati untuk semua orang. Aku lelah. Di mana bisa kutemukan tempat istirahat, di mana tempat kembali, dan ke mana aku harus pulang. Tempat tidur bukan lagi tempat ternyaman, di sana selalu kudapati butir-butir air mata yang membasahi pipi.
Bawa aku pergi bersamamu, seperti janjimu dulu.
Rumah bukan lagi tempat teraman, segala prasangka jahat dan kebencian bergelayut di dinding-dindingnya.Â
Hampa.
Jangan kecewakan aku, sebab setiap langkah yang kuambil selalu membawaku pada kepedihan. Tuhan seperti tak lagi berpihak pada kaki kecilku ini.Â
Kemudian aku terjebak, dalam tumpukan keegoisan. Ritual itu hanya metafor dan kepercayaan diri semata bahwa kita tak pernah sendirian.
Kau bilang hidup itu pilihan, tapi kau sendiri bersikap fatalis dan takut akan masa depan. Kau bilang aku harus memilih, apakah kau bersedia melihatku pergi dari hadapanmu? Karena aku pun tak sanggup untuk mengakhiri semua kekacauan ini.Â
Kau bilang nikmati saja neraka ini sampai waktunya tiba. Tapi, lagi-lagi, apakah kau siap jika sekaranglah waktunya? Siapkah kau membakar semua kenangan kita di neraka? Apakah kau tetap memertahankanku dan kita terbakar bersama-sama di neraka?
Kau bilang tak ada pilihan, tapi kau sendiri memiliki pilihan sendiri. Kau bilang esok kan tetap gelap, hingga kau cari keceriaan pelipur laramu sendiri. Tetapi kau lupa, bahwa ada hati yang harus kau bahagiakan.Â
Kau pikir, diamku selama ini adalah bentuk penerimaan. Tetapi nyatanya, aku berjuang mati-matian untuk bertahan.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”