Menyadari, Menerima, Memahami dan Mengelola Personal Branding Layaknya Perasaan

Mengaitkan personal branding dengan psikologi? Bisa!

Di zaman serba digital sekarang, siapa sih yang enggak tahu personal branding? Dengan hitungan menit, orang-orang yang enggak tahu pun bisa mencarinya di mesin pencarian otomatis, seperti Google.

Advertisement

Singkatnya, personal branding (merek pribadi) adalah upaya untuk memperkenalkan diri kita ke khalayak umum sebagai seorang yang kita mau. Misalnya, kalau kamu senang dan pandai menyanyi, yang harus dilakuin adalah menetapkan bahwa kamu adalah penyanyi kepada khalayak umum.

Maka dari itu, memperlakukan personal branding layaknya perasaan adalah suatu hal yang penting.

Maksudnya?

Advertisement

Menyadari apa personal branding-mu

Personal branding itu layaknya passion. Kalau kamu sudah tahu apa passion-mu, itu tandanya kamu sudah melewati tahap paling awal dalam membangun personal branding.

Advertisement

Layaknya perasaan. Kalau kamu enggak menyadari apa yang kamu rasakan—atau bahkan mengelak dari perasaanmu—kamu enggak bakal bisa mengelolanya. Selamanya, perasaan itu bakal mengganggu kamu.

Perasaan yang dimaksud bisa berupa perasaan yang buruk juga, seperti sedih, terpuruk, capek, dan lain sebagainya. Siapa bilang kalau memiliki perasaan yang buruk itu enggak baik? Justru kalau kamu menahannya, kesehatan mental kamu bakal terganggu. Sama halnya dengan personal branding. Kamu harus lebih banyak main, dalam artian harus lebih banyak eksplorasi. Jangan membatasi diri cuma mencoba satu atau dua bidang, tetapi cobalah banyak bidang. Bahkan, sekalipun kamu sudah tahu apa passion-mu, enggak ada salahnya kok kamu terus mengeksplor berbagai bidang. Siapatahu bisa jadi hobi baru kan?

Menerima apa passion-mu sebagai bentuk dari membangun personal branding

Kalau kamu sudah menyadari nih apa passion-mu, rangkullah passion itu. Jangan justru kamu abaikan cuma karena dirasa enggak keren atau prospek kerjanya enggak bagus. Selama termasuk suatu hal yang baik buat dilakuin, kenapa enggak?

Kayak yang sudah dikatakan sebelumnya, kesehatan mentalmu bakal terganggu kalau kamu menahan perasaan-perasaanmu buruk maupun baik. Jadi, terimalah bahwa mungkin kamu pandai menjahit dan kebetulan menyukainya, atau kamu bisa membuat orang lain tertawa dengan mudah dan kamu senang melihat mereka tertawa. Embrace!

Memahami perasaanmu sama halnya dengan memahami personal branding

Kamu sudah tahu apa perasaanmu, dan kamu menerimanya. Selanjutnya, kamu perlu memahaminya. Enggak mungkin dong kamu berhenti di tahap menerima tanpa mencoba memahaminya.

Kamu perlu paham apa penyebab kamu merasakan perasaan ini. Mungkin karena melihat kucing tetangga yang dibesarkan dengan kurang baik? Atau mungkin, karena baru saja dibeliin ramen yang enak banget? Nah, sama halnya dengan personal branding.

Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan passion-mu? Kamu juga bisa menganalisis kesempatan dan ancaman yang datangnya dari luar (bukan dari dirimu sendiri). Tahu enggak? Analisis ini namanya analisis SWOT Strength (kekuatan), Weakness (kelemahan), Opportunity (kesempatan), dan Threat (ancaman). Cara kayak gini cukup ampuh loh buat memahami personal branding-mu lebih dalam.

Terakhir, mengelola dengan baik apa yang sudah diketahui

Analisis SWOT tadi membantu kan? Dari sini, kamu bisa mencoba mengelolanya menjadi hal yang lebih baik. Perasaanmu itu bisa kamu konsultasikan ke tenaga ahli, seperti Psikolog atau Psikiater supaya mendapat penanganan yang akurat. Atau, bisa juga kamu tuangkan ke dalam jurnal, biar kamu bisa melihat progres kesehatan mentalmu selama ini.

Personal branding juga sama. Passion yang sudah kamu ketahui itu, bisa kamu kelola lagi hingga menjadi personal branding yang baik. Kamu bisa memulainya dengan melatih passion tersebut menjadi lebih baik. Sambil terus latihan, enggak ada salahnya kamu mulai membentuk digital personal branding-mu lewat media sosial yang kamu punya.

Sama halnya kayak aku. Aku selalu menerapkan langkah-langkah ini dalam memperlakukan perasaanku. Kalau aku merasa sedih berkepanjangan, aku menerimanya. Ok, aku sedih dalam waktu lama. Lalu, aku mencoba mencari tahu, apa sih yang bikin aku sedih lama kayak gini? Setelah aku paham, langkah selanjutnya adalah berusaha mengelolanya. Aku biasa memulainya dengan menulis apa saja yang aku inginkan. Kalau enggak juga merasa lebih baik, aku memberanikan diri buat konsultasi ke Psikolog.

Aku menyukai banyak hal. Aku suka menari, melukis, main video game, membaca, menonton film, menulis, merancang konsep, dan lain sebagainya. Namun, aku sadar kalau aku bukan orang yang setiap harinya senang melakukan aktivitas berat. Maka, menari bisa kucoret dari daftar tersebut. Dari semua itu juga, aku sadar kalau aku bukan seorang yang bisa konsisten saat barang yang aku butuh enggak selalu ada di hadapanku. Melukis juga bisa kucoret, karena aku harus membeli cat kalau stoknya sudah habis. Aku juga sadar kalau menulis adalah hal yang kusuka, kukuasai, sekaligus bisa membantu menambah relasi dan uang.

Dari situ, aku menemukan kalau menulis naskah adalah jalan ninjaku, karena formatnya yang lebih menantang daripada menulis pada umumnya. Aku berusaha mengelola kelebihan tersebut dengan berlatih dan membentuk digital personal branding, bahkan membentuk proyek pribadi.

Jadi, kalau kamu belum menemukan apa personal branding-mu, mungkin kamu cuma perlu menyadari, menerima, memahami, dan mengelolanya dengan baik.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seorang Penulis Naskah yang bisa menulis untuk semua medium (film pendek & panjang, televisi, radio, dan teater). Suka banget nulis dalam genre slice of life, psikologi, gore, dan komedi.