Setiap manusia kerapkali disibukkan dengan rutinitas keseharian yang selalu berulang sehingga menjadi sebuah aktivitas dan kebiasaan. Tidak jarang orang-orang mengeluhkan adanya sebuah keadaan yang membuat mereka setidaknya ingin mengutarakan keluhannya. Entah karena merasa tidak nyaman, gelisah, susah untuk melepaskan, sulit untuk menanggalkan rasa takutnya ketika dihadapkan oleh sebuah situasi, ingin berkata jujur tapi takut dinilai yang macam-macam dan keluh kesah yang lain. Tiap orang ketika merasa sudah suntuk dan lelah karena keadaan biasanya mereka ingin mencari sebuah ketenangan.
Yap, aku sendiri pun baru-baru ini melihat sebuah caption instagram yang unik dan menarik perhatianku kala itu. Kurang lebih berbunyi work hard, play hard, istirahat hard. Hakikat manusia ketika kita menyelesaikan pekerjaan dan menunaikan semua tugas-tugasnya pastinya rasa lelah pasti ada. Makanya kenapa mereka ketika sudah lelah mereka lebih cenderung mengalihkan untuk mencari sebuah ketenangan yaitu dengan rehat sejenak. Mereka eluh-eluhkan untuk mengeluarkan semua rasa penat yang berkecamuk di dalam dada, badan dan pikiran. Saya yakin setiap orang pasti memiliki cara masing-masing untuk melepas penatnya. Bisa dengan jalan-jalan, berlibur, belanja, makan-makan, nonton Netflix, marathon drakor dan banyak hal-hal yang lainnya yang bisa dilakukan.
Tetapi, sering kali orang-orang di luar sana tampaknya sudah pintar-pintar. Namun kepintarannya mereka aplikasikan pada tempat yang kurang tepat. Mohon maaf, mereka pintar disini karena mengemas sebuah kata-kata yang dibalut dengan lelucon, guyonan dan sebuah ujaran yang seraya menjatuhkan sang lawan bicaranya. Orang-orang masih belum bisa untuk menerima perbedaan yang ada. Ketika temannya sudah lelah secara fisik (dalam hal load pekerjaan yang sedang banyak), mereka dengan santainya bilang yaelah capek apaan sih lo, baru juga segini doang udah minta berhenti. Ayo besok masuk kerja lagi ya. Banyak alasan kamu mah. Lain lagi jika mereka dijudge karena lelah secara mental. Mereka berdalih dengan ucapan alaah, mentalmu lemah kali, pasti kamu kurang ibadah kan. Banyak-banyaklah beribadah lah gitu aja repot banget.
Mungkin kalian merasa bahwa orang yang menjudge kamu dengan kata-kata seperti itu ada beberapa kemungkinan yang muncul. Pertama, dia belum sepenuhnya kenal dengan orang yang kamu judge. Kedua, dia segampang itu bilang karena belum pernah merasakan atau belum pernah ada di posisi yang dialami sang korban. Kalau ngomong doang mah enak semua juga bisa. Tetapi dibalik itu semua mereka rasanya tidak peduli bahwa sebenarnya dia menyimpan rahasia yang seharusnya orang lain tidak perlu tahu. Tapi karena dia judge seenaknya jadinya kita perlu menindaklanjuti itu.
Bagiku, merasa lelah, capek, tertekan dan penat adalah hal yang sepenuhnya lumrah dialami oleh tiap orang. Rasa-rasanya ya sedih aja gitu, kita sudah dibekali otak untuk berpikir. Melihat pernyataan tadi jadi aku yang bertanya-tanya, emang itu gapernah ngerasain capek apa ya? Dimana sih logika berpikirnya? Boneka aja tahu kalau baterainya lagi habis kalau pergerakannya tidak selincah biasanya. Orang pingsan aja juga tahu ketika ventilasi udaranya seharusnya dibuka biar tidak pengap.
Seringkali banyak manusia bertuhan tapi mereka tidak yakin dengan Tuhannya sendiri. Aku beribadah untuk menjaga hubungan baik antara diriku sebagai hambanya dan Tuhan yang menciptakan alam semesta ini. Tuhan itu ada dan selalu ada di sekeliling kita. Tiada hentinya mendengarkan doa-doa yang selalu kita panjatkan setiap lima waktunya dari hamba-hambanya dalam gelaran sajadah. Tuhan selalu mengabulkan permintaan hamba-hambanya, mendengarkan tetesan air mata yang mengucur perlahan di sudut matanya, mengangkat tangan dan menengadahkan kepalanya keatas. Memohon agar dijauhkan dari hal-hal yang membahayakan dirinya, termasuk mentalnya.
Hidup ini sudah berat, jika kamu tidak bisa mengobati luka batin yang aku rasakan, tolong setidaknya jangan menambah beban. Beban yang aku panggul di pundak ini rasanya sakit. Giliran omongan yang datang dari sudut manapun bagaikan aku ditusuk bak sembilu. Sakit, perih dan sungguh menyakitkan. Aku cuma butuh istirahat. Aku lelah karena aku selesai dengan semua tanggung jawab yang daku selesaikan. Makanya aku butuh istirahat.
Asal kalian tahu, setiap orang punya kapasitas dan daya tahan tubuh masing-masing. Daya tahan tubuh bukan hanya dari segi physical saja but mentally juga. Setiap orang punya kesempatan untuk bisa keluar dari jeratan toxic. Kita butuh mentally stable di setiap waktunya. Ini hidupku tolong jangan kau atur-atur, akan lebih baik benahilah dahulu sebelum kamu berkiblat kepada orang lain.
Tiap orang punya cara tersendiri untuk bisa sembuh. Tetapi, paling tidak please jangan menghakimi orang-orang yang punya tekanan dan gangguan yang seharusnya tidak perlu kalian kejar untuk judge. Tapi, berbicara soal judge tadi apakah memang benar kalau seseorang yang memiliki mental yang lemah itu kurang beribadah? Apakah benar demikian?
Seringkali orang-orang yang merasa dipandang sebelah mata akibat mendapatkan ujaran lelah secara mental atau terkena gangguan mental pasti dianggap mereka kurang dekat dengan Tuhan. Sebenarnya konteksnya bukan soal kedekatannya dengan Tuhan atau karena kurang beribadah dan lain sebagainya. Justru mereka mendapatkan tekanan dari arah manapun yang membuat mereka merasa kepikiran, merasa self diagnose atas penyangkalan yang dia alami. Salahnya adalah kalian percaya kalau oh berarti yang lemah mentalnya itu karena kurang beribadah. Kurangnya pemahaman masyarakat terkait gejala depresi menyebabkan salah kaprah terkait stigma hubungan lemahnya mental dengan sifat religiusitas seseorang.
Saya justru pernah mendengar sebuah omongan orang bahwa ketika kalian depresi atau sedang penuh banyak tekanan, utarakanlah dan sampaikan semua kepada Tuhan. Libatkanlah Tuhan dalam setiap langkah kaki yang kalian tempuh. Mintalah pertolongan agar selalu dikuatkan setiap waktunya. Adapun setiap agama memiliki cara tersendiri misalnya beribadah ke gereja bagi Umat Kristen dan Katholik, rajin sholat, berdzikir dan baca Al-Quran bagi umat Muslim. Tapi lagi-lagi depresi bukan soal tentang kurang beribadah atau bersyukur melainkan adanya suasana hati yang memicu penurunan kondisi emosi, fisik dan pikiran. Malahan akibat ujaran, cacian dan cemoohan justru semakin membuat orang tersebut menjadi down.
Orang yang sedang mengalami depresi perlu mendapatkan penanganan khusus dengan dampingan para ahli dan profesional. Jangan pernah sekali-kali kita melakukan self-diagnose atas dugaan yang kita alami. Stigma inilah yang justru memperburuk keadaan dan bayang-bayang orang yang sedang mengalami depresi. Jadi, mental yang lemah justru bukan soal kadar keimanan, kurangnya mendekatkan diri kepada Tuhan, kurang bersyukur dan lain-lain. Mengalami depresi juga bukan karena seseorang itu kurang gigih dan kurang bertakwa. Bukan karena kurangnya iman sebagai pemicu depresi. Setidaknya berikanlah banyak dukungan berupa support system yang solid untuk bisa sembuh.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”