Senin, 5 Maret 2018
Roket memang merupakan salah satu penemuan teknologi penting pada saat ini yang digunakan baik untuk penelitian maupun berpergian ke luar angkasa. Roket sebagai sebuah wahana transportasi luar angkasa juga terus dikembangkan oleh NASA dan institut luar angkasa agar kelangsungan penelitian di luar angkasa dapat berjalan mulus dan efisien.
Beberapa waktu yang lalu Space X, sebuah perusahaan kedirgantaraan, baru saja mengumumkan serta meluncurkan roket terbaru mereka ke luar angkasa. Roket terbaru tersebut bernama Falcon Heavy yang disebut-sebut sebagai roket terkuat di dunia.
Falcon Heavy adalah sebuah kendaraan peluncur Super Heavy-Lift yang dapat di daur ulang sebagian. Roket ini sepenuhnya dirancang dan diproduksi oleh Space X. Roket Falcon Heavy ini sendiri memiliki cerita yang menarik dibalik proses pembuatannya. Roket ini pada awalnya berasal dari kendaraan roket Falcon 9 dan terdiri dari tiga tahap pembuatan. Tahap pertama dari pembuatan roket Falcon Heavy ini diperkuat sebagai inti utama dengan dua tahap tambahan lainnya sebagai penguat tali pengikat.
Ketiga tahap inilah yang dapat meningkatkan muatan maksimum bumi (LEO) dari roket Falcon Heavy ini sampai pada muatan 63,800 kilogram. Muatan roket ini jauh lebih besar jika dibandingkan dengan roket sebelumnya yakni Falcon 9 yang hanya mempunyai muatan maksimum sebesar 22,800 kilogram. Roket Falcon Heavy ini selain merupakan roket berkapasitas keempat terbesar di dunia yang pernah ada, setelah Saturn V, Energia dan N1, juga merupakan roket terkuat yang beroperasi pada tahun 2018 ini.
Pada tanggal 6 Februari 2018 pada pukul 15:45PM, Space X melakukan peluncuran perdana dimana roket Falcon Heavy tersebut membawa sebuah tesla roadster milik CEO Space X, Elon Musk sebagai muatan ujicoba. Roket berat ini melontarkan tesla roadster tersebut ke orbit matahari. Selain itu Space X membuat roket ini dengan tujuan untuk membawa manusia ke bagian luar angkasa yang lebih jauh dari sebelumnya, terutama untuk ke Bulan, Mars, dan asteroid untuk pertambangan.
Namun pada februari 2018 kemarin, roket ini justru baru mendapatkan sertifikasi peluncuran dari pemerintah Amerika Serikat yang juga dapat digunakan untuk membawa beberapa astronaut dari NASA. Roket Falcon Heavy ini juga memiliki banyak kegunaan dari beberapa fitur-fiturnya.
Sebelum Roket Falcon Heavy ini di luncurkan, Space X sudah melakukan pengembangan parallel arsitektur roket yang dapat digunakan kembali untuk roket Falcon 9 yang terlebih dahulu diproduksi oleh Space X. Parallel arsitektur roket tersebut sudah dikembangkan sejak lama dimana dalam kasus Falcon Heavy ini, Space X menambahkan dua reusable side booster pada sisi samping roket. Dua reusable side booster milik roket Falcon Heavy ini disebut dengan Delta IV Heavy seperti terlihat pada gambar diatas.
Delta IV Heavy ini adalah sebuah penguat sisi atau reusable side booster yang dapat digunakan kembali dengan harga $90 juta. Selain itu Varian Roket Falcon Heavy ini juga dapat mengangkat teoritis maksimum sebesar 64 ton ke bagian orbit bumi yang paling rendah dengan harga $150 juta. Meski belum bersertifikat, Space X telah mengatakan bahwa dengan adanya Delta IV Heavy pada roket, akan dapat mendukung proses peluncuran serta penerbangan roket Falcon Heavy ini ke luar angkasa.
Hanya saja yang menjadi sebuah permasalahan dari side booster ini adalah masih terjadinya perdebatan mengenai harganya. Beberapa waktu yang lalu di twitter, Tony Bruno mengatakan bahwa Delta IV Heavy ini dapat menghabiskan biaya sekitar $350 juta per penerbangan. Namun harga Delta IV Heavy ini memiliki harga yang lebih rendah daripada yang dikutip oleh Bruno pada audiensi kongres pada tahun 2015. Ia menegaskan bahwa Delta IV ini tergantung pada konfigurasi yang dapat menghabiskan biaya yang lebih mahal pada kisaran $400 juta hingga $600.
Selain permasalahan harga, Delta IV Heavy ini juga terkendala dengan permasalahan pembayaran kontrak. Berdasarkan halaman resmi United Launch Alliance, https://www.ulalaunch.com/, pembayaran kontrak roket Side Booster Delta IV Heavy ini akan habis pada tahun 2020. Hal ini merupakan permasalahan yang harus segera diselesaikkan oleh para peneliti agar dapat memastikan berlangsungnya proses penerbangan dan penelitian luar angkasa secara efisien.
Padahal pada awalnya, pembayaran kontrak ini disebut dapat meningkatkan biaya yang dialokasikan untuk setiap misi. Selain Delta IV Heavy ini, roket Falcon Heavy ini juga memiliki beberapa proses desain, kemampuan, serta fitur-fitur yang tidak kalah canggihnya dengan roket lain.
Falcon Heavy ini memiliki konfigurasi berat yang diperkuat secara struktural sebagai komponen inti, dengan dua tambahan bagian sebagai pengikat-pengikat cair, yang secara konseptual serupa dengan Side Booster roket seperti Delta IV Heavy yang baru diproduksi serta dikembangkan oleh para peneliti. Roket yang mempunyai julukan “starrocket” ini juga dilengkapi dengan sembilan mesin Merlin 1D. Falcon Heavy memiliki daya dorong permukaan laut total di lepas landas dari 22.819 kN dari mesin Merlin 1D 27.
Sementara dorong naik menjadi 24.681 kN saat roket naik keluar dari atmosfer. Gelombang atas roket didukung oleh mesin Merlin 1D tunggal yang dimodifikasi untuk operasi vakum. Roket ini juga dirancang untuk memenuhi atau melampaui semua persyaratan terkini untuk penilaian manusia. Margin pengaman roket Falcon Heavy ini juga terbilang aman dimana 40% margin ada di atas beban terbang, lebih tinggi dari 25% margin struktural yang terdapat dalam roket-roket lainnya.
Dalam pemasangan serta proses rancang dari roket ini, ada satu tahap yang bernama Interstage. Interstage merupakan sebuah tahap yang menghubungkan tahap pertama dan kedua Falcon 9 dimana alumunium serat karbon menjadi struktur komposit inti. Pemisahan tahap atau Interstage terjadi melalui kolase yang dapat digunakan kembali.
Dinding dan kubah Falcon Heavy ini terbuat dari panduan aluminium-litium. Space X juga menggunakan tangki pengelasan adiksi gesekan dalam merancang tangki dari roket. Tangki tahap kedua dari Falcon Heavy menggunakan sebagian besar teknik perkakas, material, dan manufaktur yang sama. Dengan pendekatan ini juga akan dapat membantu mengurangi biaya produksi selama produksi roket.
Ketika semua tahap telah dikerjakan, maka tiga inti Side Booster tersebut akan mengatur mesin dalam bentuk struktural Space X yang bernama Octaweb. Octaweb ini bertujuan merampingkan proses pembuatannya dan masing-masing inti mencakup empat kaki pendaratan yang dapat diperluas. Untuk mengendalikan turunnya penguat dan inti pusat melalui atmosfer, Space X menggunakan sirip grid kecil yang dikerahkan dari kendaraan setelah dipisah.
Falcon Heavy yang sebagian dapat digunakan kembali, mempunyai kisaran berat yang mampu mengangkat 20 sampai 50 metrik ton ke orbit bumi rendah. Falcon Heavy yang bisa dilepas juga bisa mencapai angka lebih dari 50 metrik ton. Konsep awal mengemukakan muatan 24.750 KG kepada LEO, namun pada bulan april 2011 yang lalu diproyeksikan mencapai 53.000 KG dengan muatan GTO sampai 12.000 KG. Kemudian laporan pada tahun 2011 memproyeksikan muatan yang lebih tinggi di luar LEO termasuk 19.000 KG ke orbit pengalihan geostationer, 16.000 KG ke lintasan translunar, dan 14.000 KG pada orbit trans Mars ke Mars.
Sampai Saat ini, Space X pimpinan Elon Musk, masih terus menaikkan muatan GTO yang diproyeksikan untuk Falcon Heavy sampai dengan 21.200 KG. Bahkan sampai pada tahun 2017 yang lalu, muatan LEO yang diproyeksikan untuk roket yang berjuluk “Star Man” ini memiliki muatan LEO sebesar 63.800 KG. Beban maksimum tersebut dicapai saat roket tersebut menerbangkan profil peluncuran yang sepenuhnya dapat dibuang, tidak memulihkan salah satu dari tiga penguat tahap pertama.
Selain Desain dan kapasitas, roket Falcon Heavy ini juga ternyata memiliki Propelan Crossfeed, dimana mesin inti pusat membakar bahan bakar dan oksidator dari dua sisi inti sehingga propellan ter. Mengabaikan semua mesin dari ketiga inti saat diluncurkan dan mengoperasikannya dengan dorongan penuh, akan dapat menghabiskan penguat sisi lebih cepat, membiarkan pemisahan mereka sebelumnya, yang pada gilirannya meninggalkan inti pusat sebagian besar propellannya pada pemisahan booster.
Sistem propelan crossfeed, yang dijuluki “pementasan asparagus”, berasal dari desain booster yang diusulkan dalam sebuah buku tentang mekanika orbital oleh Tom Logsdon. Menurut buku tersebut, terdapat istilah bernama “Pendorong asparagus-stalk” untuk kendaraan peluncuran yang menggunakan propelan crossfeed. CEO Space X, Elon Musk bahwa saat ini crossfeed tidak direncanakan untuk diimplementasikan karena saat ini masih ada pendorong pusat yang meluncur turun tak lama setelah lepas landas dan melanjutkan dorongan penuh setelah penguat samping terpisah.
Propelan Crossfeed ini akan berfungsi ketika roket sedang berada dalam kecepatan yang sangat tinggi sehingga menghasilkan daya dorong yang besar yang dapat mempercepat perjalanan roket di luar angkasa.
Bos Space X, Elon Musk mengatakan bahwa saat ini Space X sedang mempersiapkan proses peluncuran dari roket Falcon Heavy ini. Ia mengatakan bahwa “Rencana awal, peluncuran roket ini akan berlangsung pada bulan juni, namun diundur hingga november 2018 karena membutuhkan waktu lebih untuk mengirimkan peralatan roket ke Cape Canaveral, tempat dimana kita akan meluncurkan roket” ujarnya dalam salah satu sesi wawancara.
Meskipun roket ini terkenal akan kekuatan serta kelebihan yang dimiliki, namun roket ini masih membutuhkan waktu lebih dalam proses persiapan peluncurannya agar terjamin keselamatan saat perjalanan ke luar angkasa.
Berkembangnya pengetahuan ilmu sains dan teknologi memang merupakan langkah yang besar yang telah diambil para ilmuwan atau peneliti dalam menghadapi masa depan. Roket Falcon Heavy inilah merupakan bukti pesatnya perkembangan teknologi yang digunakan untuk ekspedisi ke luar angkasa. Selain sebagai bukti perkembangan teknologi, Roket ini juga dapat memperlancar dan mempercepat proses penelitian di luar angkasa sehingga penelitian tersebut dapat memberikan manfaat untuk banyak orang.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”