Saat ini aku mengerti, mengapa manusia selalu ingin diakui, didengar, dan diterima, karena memang benar, menyimpan sesuatu pemikiran atau keluh kesah seorang diri itu rasanya memberatkan. Kita perlu seseorang ataupun kelompok yang memiliki satu pemahaman dengan kita. Dan itu mungkin sebabnya, kita harus memiliki teman hidup yang seirama sampai akhir hayat kelak, karena kunci suatu hubungan itu sebenarnya adalah komunikasi.
Namun, memiliki banyak teman saja rupanya tidak cukup. Kuantitas bukanlah segalanya. Jika hati tak berjalan satu arah, aku lebih baik berkutat dengan diri sendiri daripada memiliki seorang teman yang tak seirama, sebab bagiku, yang terpenting adalah kualitas. Seseorang yang bisa diajak bercerita, tidak saling menghakimi dan memanipulasi. Kita semua butuh seseorang yang bisa menjadi pendengar yang baik, bukan.
Tidak melulu teman atau pasangan, orang tua juga sebaiknya menjadi pendengar yang baik. Di era modern saat ini, orang tua memiliki dunianya sendiri, padahal kehadiran mereka secara emosional, sangat berdampak pada tumbuh kembang anaknya kelak. Orang tua terkadang mengeluh dan merasa menjadi orang yang paling terzolimi karena harus mengurus keluarga. Ayah yang harus banting tulang mencari nafkah, hingga tak peduli lagi perannya sebagai ayah, dan menganggap bahwa mendidik anak itu hanya urusan istri saja. Atau seorang ibu yang selalu mengeluh dan membentak anak-anaknya di rumah karena kelelahan mengurus rumah tangga yang memang sudah menjadi kewajibannya.
Ada apa sebenarnya dengan dunia kita hari ini? Komunikasi antar sesama rasanya semakin berkurang dan mencekik, kita lebih senang mengetik panjang lebar melalui sebuah chat di ponsel ketimbang berbicara langsung. Kita lebih senang menatap layar ponsel ketimbang beradu pandang satu sama lain, atau kiranya mengamati orang-orang sekitar. Kita lupa kalau mengamati itu secara langsung, bukan dari unggahan-unggahan mereka di sosial media, yang akhirnya hanya menimbulkan prasangka dan kecemburuan sosial.
Menemukan orang yang bisa dipercaya memanglah menyulitkan. Di dunia yang serba manipulatif ini, terkadang kita tidak bisa membedakan mana yang benar-benar tulus, atau memang tidak ada yang tulus. Itu sebabnya, sandaran utama kita ya hanya Tuhan dan diri kita sendiri.Â
Namun, tidak ada salahnya kan jika sesekali kitalah yang menjadi pendengar yang baik untuk orang lain, demi menjaga kesehatan mental orang-orang terdekat kita. Tidak ada salahnya jika sesekali kita hanya mendengarkan keluh kesah mereka tanpa harus mengkritik atau bahkan menghakimi. Kita makhlumi saja bahwa dunia memang sudah gila, karena pada dasarnya, kita pun tak bisa berbuat apa-apa untuk memperbaiki semua kekacauan yang terjadi di kehidupan ini. Namun, satu hal, kita bisa mengubah diri kita sendiri menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Sebenarnya tidak ada orang yang jahat, tetapi hanya ada orang yang ingin didengar dan dimengerti. Orang-orang seperti mereka tidak butuh nasihat kita, tetapi hanya butuh telinga dan hati yang terbuka seluas-luasnya, yang bisa menilai segala sesuatu dari segala arah, bukan hanya satu arah.
Tidak perlu memberikan solusi, karena tidak ada solusi terbaik yang mampu memperbaiki semuanya, kecuali solusi itu hadir dari mereka sendiri, mereka yang hatinya sudah tenang, ikhlas, dan mampu berdamai dengan ketidakadilan.Â
Yuk, duduk, para sahabat, saudara, atau orang tua. Tatap mata teman, kerabat, atau anakmu dengan tulus, perlihatkan bahwa kamu memang benar-benar peduli, bukan karena hanya ingin tahu saja. Katakan, bahwa tidak ada manusia yang sempurna, semua memiliki kesalahan dengan caranya masing-masing. Bantu dia untuk menerima semua yang telah terjadi, karena tidak ada sesuatu pun yang terjadi tanpa kehendak-Nya. Bantu dia juga untuk mengintrospeksi diri, karena semua bisa terjadi karena ada sebab-akibat. Jika satu sama lain bisa peduli, mungkin dunia akan menjadi tempat yang lebih baik.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”