Tak ada yang mengerti seberapa berat helaan napasmu.
Keras. Satu kata yang mewakili perasaanmu sebagai anak pertama. Tanpa ingin mengucilkan peran anak yang lain, ijinkan aku untuk berbagi rasa sebagai anak pertama perempuan dalam sebuah keluarga.
Terlahir menjadi yang pertama, kamu terbiasa menjadi yang paling awal dalam banyak hal. Menjadi pertama yang disambut, menjadi yang pertama dalam mengenal makna keluarga, dan menjadi yang pertama dalam percobaan praktik pola asuh anak. Kamu lahir dengan peran istimewa, sebuah peran yang tak semua orang mengerti bagaimana cara menjalankannya.
Anak pertama sarat akan harapan keluarga, pahitnya beban tertekan menjadi hal lumrah yang kamu rasakan. Tak semua anak mendapatkan tekanan secara nyata oleh orang tua, tapi menjadi anak pertama adalah cara untukmu mengerti apa itu ekspektasi. Kamu dituntut untuk menjadi teladan bagi adik-adikmu, menjadi yang mampu memberikan contoh sehingga mereka bisa belajar dari pengalamanmu. Di sinilah beban ekspektasi mulai memumpuk di kedua bahumu. Untuk mampu memberikan teladan, sudah seharusnya kamu mengusahakan semua tindakanmu mengandung nilai baik-hebat-dan memukau.
Kamu harus bisa menunjukkan kebanggaan dalam segala hal, baik itu perilakumu, kebiasaanmu, prestasi pendidikanmu dan kesuksesanmu dalam hal lainnya yang secara tak langsung menuntutmu untuk mengusahakan diri sekeras mungkin dan… ya. Tanpa kata lelah, gagal dan salah.
Menjadi anak pertama menumbuhkan sikap kepemimpinan. Namun, kamu perempuan, yang ditakdirkan memiliki kadar belas kasih yang lebih besar. Perempuan lebih khas dengan feminin, yang tak bisa dipungkiri bahwa mereka lebih cenderung suka akan kelembutan, keindahan, dan kasih sayang. Sedangkan kepemimpinan mengenalkanmu akan sikap tegas, kuat, bertanggung jawab, mengayomi, dan berbagai ciri khas kepemimpinan yang lainnya. Hal inilah yang membuatmu menjadi spesial, kamu tumbuh dengan kombinasi unik. Orang lain kerap menyebutmu, si keras kepala yang lemah lembut.
Kamu berdiri dengan bahu yang tegap sebagai pemimpin untuk adik-adikmu, tapi di sisi lain hatimu dilatih lembut agar dapat mengayomi. Oleh sebab itulah, tak jarang membuatmu susah untuk menyeimbangkannya. Saat kamu terlalu keras dan tegas, kamu dibilang Jadi perempuan itu yang lemah lembut, jangan terlalu keras kaya gitu. Nggak cantik. Atau sebaliknya, saat kamu cenderung lemah lembut, kamu dibilang Kamu itu jadi kakak harus bisa jadi pemimpin buat adik-adikmu. Jangan terlalu manja kaya gitu dong!
Aku mengerti, betapa sebegitu sesaknya membendung air mata hingga membuatmu tak lagi merasakan apa-apa. Segala hal yang ada dalam dirimu adalah tentang ekspektasi yang tak bisa dimungkiri lagi. Saat kamu berhasil melakukan suatu hal, kamu diterbangkan ke langit setinggi mungkin. Semakin banyak prestasi, semakin banyak apresiasi, dan tentunya semakin tinggi lagi beban ekspektasi. Namun di lain waktu, saat kamu gagal, kamu seakan merasa jatuh dan dibuang secara bersamaan. Kamu mendapatkan pahitnya kegagalan atas usahamu dan anggapan ‘gagal’ yang menyakitkan dari keluargamu.
Ingin rasanya menangis dan berkata, Aku lelah. Kamu bertanya-tanya dalam diam, bolehkah aku melakukannya? Sayangnya, saat kamu berpikir untuk menunjukkan diri bahwa kamu bisa lemah, akan selalu ada suara yang menuntutmu untuk bersikap lebih dewasa. Kamu harus menyimpan semuanya diam-diam. Apakah dengan berkata baik-baik saja adalah tanda sebuah kedewasaan?
Terlihat kuat bukan berarti tak butuh perhatian. Kamu ingin berhenti dari segala beban ekspektasi. Saking ingin rasanya berlari, suatu waktu kamu menengok ke yang lain. Bagaimana rasanya menjadi seorang adik yang terbiasa mendapat pengayoman dengan kata ‘tidak apa-apa, kamu masih kecil’ dari keluarga? Atau bagaimana rasanya memiliki seorang kakak yang bisa merangkul dengan bisikan kata ‘kakak ada disini, jangan takut’? Kamu terjebak dalam kata andai dan jika, yang malah membuatmu semakin merasa bahwa menjadi dirimu itu terlalu menyesakkan dan memberatkan.
Untukmu, anak pertama perempuan. Berada ditempat dengan peran tersebut memang bukanlah keinginan, namun nyatanya kamu mampu bertahan~
Kamu boleh menangis hingga bahumu bergetar hebat. Kamu boleh berkata lelah sehingga kamu bisa istirahat. Menjadi anak pertama bukan berarti kamu harus memenuhi segala ekspektasi. Pelukku untukmu yang sudah mengusahakan yang terbaik, terimakasih:) .
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”