Dear kamu,
Ya, kamu. Aku tak perlu meneriakkan ini kan untuk sekedar memanggil kamu, lelaki bermata paling teduh yang pernah aku miliki.
Biarkan aku sejenak menghempaskan segala kekesalan karena sekali lagi aku telah kehilangan, gerangan seperti apa yang harus kuucapkan manakala sebentuk hati itu masih saja menegur nama-mu pelan dalam doa.
Biarkan malam ini saja, aku mengeja, setiap rangkaian rindu, cita-cita kecil yang pernah kita susun satu per satu, hingga akhirnya kita berakhir tanpa akhir yang indah, tidak seindah impianku.
Biarkan kali ini saja, aku menikmati setiap lantunan nada-nada sederhana yang pernah kita ciptakan tanpa sengaja, menikmati deretan manis gambar-gambar yang dulu pernah kita abadikan dengan bahagianya.
Biarkan malam ini saja, aku menyelami kembali, setiap getir-manis-pahit bahkan pedih yang pernah sama-sama kita arungi saat kamu masih menjadi nahkodanya.
Izinkan malam ini saja, aku menyusun kepingan senyum dan tawa paling manis yang pernah menjadi alasan dari setiap lengkungan pipiku ini terkembang.
Seandainya, seandainya, seandainya, ya aku ulangi saja kata paling tidak mungkin didunia yang selalu menjadi tameng bagi mereka yang gagal menyembunyikan perasaan. Sampai ada masanya, kata itu benar-benar menjelma.
Kamu, yang tak perlu ku sebut keras-keras namanya, bahkan ketika kamu menghadirkan yang lain dalam hidupmu, seutas doa selalu kusimpan disini, aku eja satu persatu kenangan itu, tanpa aku ingin sedikitpun mengusik kebahagiaanmu.
Kamu, yang tak pernah lekang dalam ingatanku, kadang aku berfikir bodohkah aku, yang masih saja mengingat setiap inchi ukiran tawamu yang menenangkan, dan suaramu yang begitu jelas membekas, di hati, fikiran, bahkan setiap ketikan di keyboard ini.
Ah, butakah aku. atau aku yang terlanjur menganggapmu sebagai sebuah kesempurnaan, atau ini hanya cobaan, atau memang rahasia Tuhan.
Pernah sesekali, aku pandangi lekat, fotomu yang terpampang jelas dengan yang lain, aku surut.
Jurang antara kewarasan dan kebodohan ingin memilikimu masih saja jelas kupegang.
Kamu, percayakah kamu, terlalu banyak yang datang dan menawarkan hati, tapi lagi-lagi aku tak mampu mendustai, ini bukan sekedar puisi tanpa malu dan harga diri dari seorang gadis yang masih saja sering menemuimu dalam mimpi. Sebut saja, "Mimpi yang Diimpi"
Kamu, percayakah kamu, setiap malam, berkali-kali aku bersujud dan memintamu terang-terangan pada Yang kuasa agar kita dibersamakan lagi dalam keadaan yang baik, yang sama-sama saling mencintai, setidaknya, biarkanlah saja kita terus berusaha menjadi baik – meski mungkin tak tau akhirnya –
Kamu, selain mengikhlaskanmu dan merelakan kamu bahagia dengan yang lain, aku bisa apa?
Membersamaimu dalam doa, menyertakan kamu dalam setiap bait-bait dzikir malamku, dan berharap pagi selalu terlewati tanpa bayanganmu, adalah 3 hal pasti yang bisa kulakukan.
Berbahagialah 🙂
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”
Insya Allah aku ikhlas kamu bersama yg lain.. Pilihan ibumu jelas wanita terbaik yg pantas menggantikan semua pengorbanan yg hanya aku, kamu, dan Allah yg tahu…
Smga km yg aq lpaskan bisa brbhgia dg plihan orang tuamu, �