Kita yang Pernah Berjalan Beriringan dan Kini Hanya Tinggal Kenangan

Patah hati mengenangmu

Kita pernah berjalan beriringan sambil berpegangan tangan dan memiliki tujuan yang sama. Kita juga pernah saling berjanji untuk tidak akan pernah mengucapkan kalimat pisah. Berjalan berdua bersamamu waktu itu setiap detiknya adalah kebahagiaan. Sudah terlalu sering kita tersenyum dan tertawa bersama. Aku hampir tidak pernah merasakan sedih saat bersamamu dulu.



Kamu memiliki banyak cara untuk membuatku bahagia. Dari hal-hal kecil pun kamu berhasil menyenangkan hatiku. Hubungan kita waktu itu nyaris sempurna. Denganmu aku tak sudi memandang yang lain. Bahkan, denganmu aku menyudahi pencarian tambatan hatiku. Kamu memiliki semuanya yang selama ini aku cari. Cukup denganmu sudah. Tak mau mencari-cari yang lain.

Advertisement

Kita pernah membangun rencana untuk tinggal satu atap. Setelah kita resmi sah menjadi pasangan suami istri. Tinggal di rumah sederhana yang halamannya luas dimana halamannya tertanam bunga-bunga indah bermekaran.

Semuanya terasa menyenangkan. Membicarakan masa depan bersama kamu sebagai seorang yang kusayang dan kucintai. Kita memanjatkan doa-doa yang sama agar rencana dan harapan kita di hari depan benar-benar kesampaian. Ya, semoga Tuhan mengabulkan doa-doa kita. Kita sama-sama saling meyakini rencana indah kita di masa depan akan benar terjadi. Dan bukan hanya sebuah keinginan ataupun sekedar mimpi saja. Kita terus berharap dan berdoa pada Tuhan agar keinginan itu terwujud.



Di suatu waktu, rupanya jalan yang kita tempuh tak semulus yang kita kira. Jalan penuh lubang dan kerikil-kerikil tajam membuat aku dan kamu berkali-kali tersandung. Ada banyak rintangan yang kita hadapi. Ternyata seperti ini rasanya berjuang bersama-sama mempertahankan hubungan agar sampai pada pelaminan yang selama ini menjadi keinginan indah kita.



Semakin hari kita justru sering bertengkar. Masalah-masalah datang menerpa seakan ingin menghentikan laju kita. Kita menjadi sering berdebat. Kita berusaha untuk saling menguatkan agar hubungan ini tak semakin berantakan. Namun, ternyata itu saja tak cukup. Masalah yang kita alami semakin berat. Cobaan yang datang selalu lebih hebat. Aku sudah tak sanggup lagi menghadapi permasalahan ini.



Hingga pada akhirnya kita sama-sama menyadari, hubungan ini sudah tidak lagi baik-baik saja. Hubungan ini sudah tidak bisa lagi kita pertahankan. Memang sebaiknya langkah kita berhenti sampai di sini saja. Rencana indah yang sudah kita susun di hari lalu, terpaksa harus terkubur dalam-dalam. Kita sudah saling sepakat untuk tidak bisa lagi bersama. Sebab kita tidak mau hati kita akan terus kesakitan karena pertengkaran yang tak bisa kita hentikan.



Kamu pun berdiri di hadapan aku. Kedua mata kita saling menatap tajam. Setelah itu kamu memalingkan wajah dan mengucapkan kata selamat tinggal. Hari itu juga jantung aku berdebar dan tanganku terasa dingin. Aku harus bisa menguatkan hatiku. Aku harus bisa menahan air mataku agar tak jatuh di hadapanmu. Kamu melangkah pergi. Meninggalkan aku yang masih berdiri terdiam menyaksikan kepergianmu.

Advertisement

Setelah kepergianmu saat itu, aku sudah tidak berjumpa denganmu lagi sampai saat ini. Perpisahan yang menyakitkan kehilangan seseorang yang pernah membicarakan masa depan denganku. Perpisahan yang menyakitkan kehilangan seseorang yang dulu hampir setiap hari membuat aku bahagia.



Sejujurnya aku tak siap dengan kehilanganmu waktu itu. Mengingat perjuangan kita dulu saling menguatkan dan berusaha mempertahankan. Tapi mau bagaimana lagi, perpisahan menjadi takdir terbaik untuk kita sesuai yang telah Tuhan takdirkan. Tentu manusia di dunia ini tak ada yang menyukai perpisahan. Termasuk aku salah satunya. Mau bagaimana lagi semuanya sudah diatur oleh Sang Pencipta.



Aku dan kamu harus menerima semuanya dengan lapang dada. Meski keinginan nyatanya tak sesuai dengan yang aku dan kamu harapkan. Saling melepas ikhlas agar aku dan kamu bisa perlahan melupakan. Untuk itu, aku yang sekarang hanya bisa mengenangmu. Mengenangmu sebagai seorang yang pernah ingin menetap bersamaku selamanya. Mengenangmu sebagai seorang yang masih diam-diam aku rindukan.

Kamu…masih tetaplah hidup di dalam dada dan kepalaku.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Perempuan yang sedikit tertutup, pemikir, namun sangat suka sekali menulis. Tak hanya suka menulis, perempuan yang mengaku tak menyukai mie instan ini juga suka jalan-jalan, memotret, dan menyeduh kopi.

Editor

Not that millennial in digital era.