Mengenang Kita Yang Dulu

Jadi, bagaimana kabar mu?

Hai, apa kabar? Semoga selalu sehat, semoga selalu dimudahkan semua rencana-rencanamu, rencana kita, dulu. Pada akhirnya aku memilih jalanku sendiri, dan kamu tetap teguh pada jalanmu. Di setiap miles stone ku aku selalu ingin memberi tahu kamu. Selalu terburu-buru membuka chat mu untuk kemudian sadar sudah lama sekali kita tidak berkomunikasi. Lalu aku tutup lagi chat denganmu dan memutuskan mengirimkannya kepada diriku sendiri. Setidaknya, aku tahu diri untuk tidak lagi menghubungimu. Karena aku tahu dengan begitu, aku juga membantumu untuk segera sembuh dari luka perpisahan kita.

Advertisement

Aku juga sama terlukanya, kurang sekali rasanya hidupku tanpa kamu. Tidak ada lagi pesan-pesan cerewet darimu, sekadar mengingatkan makan atau berkata hati-hati di jalan setiap aku pamit bepergian. Dulu, saat kamu melakukannya aku merasa hal itu seperti kekanakan. Baru sekarang aku paham bahwa disetiap hati-hati di jalan ada doa tulus yang kamu selipkan. Rasanya memang bebas tidak lagi perlu memberi kabar. Tapi ada kekosongan. Setiap pagi  tidak ada lagi pesan "mas, aman kan? gak telat kan?", ternyata memberimu kabar sudah menjadi kebiasaan yang menyenangkan. Tidak ada lagi kamu sebagai alarm bangun pagi tambahan. Tentu saja aku sering telat ke kantor, hehe

Ada banyak yang bertanya kenapa hubungan kita berakhir. Aku selalu menjawab enggak tahu, aku yang bodoh sambil tertawa, miris.  Sejujurnya aku juga tidak tahu kenapa kita harus berakhir. Aku terlalu keras kepala, ya? dan kamu lelah terus mengalah? Apakah ada hal yang bisa aku lakukan untuk mendapatkan kesempatan lagi? Apakah kamu juga sudah lelah memberi kesempatan? Setelah putus, malamku menjadi malam yang panjang sekali, aku selalu sibuk mengecek sosial mediamu, semua sosial mediamu. Tapi kamu seolah hilang ditelan bumi, atau setidaknya kamu ingin nampak seperti itu karena kamu tahu aku akan mencari tahu kabarmu.

Suatu waktu aku bertanya pada temanmu, sengaja untuk memastikan kamu baik-baik saja. Tapi ternyata temanmu bahkan tidak tahu tentang perpisahan kita. Bagaimana bisa kamu menyimpan luka itu sendiri? Kenapa tidak kamu bagi meski sedikit saja? Agar orang terdekatmu tahu bahwa kamu butuh dikuatkan. Bagaimana bisa kamu sekuat ini menghadapi perpisahan kita. Sementara aku sudah seperti orang gila terus-terusan mencari kabarmu. Aku menghabiskan waktu sepulang kerja di luar, pergi tanpa tujuan mengelilingi kota. Tapi ternyata, di semua sudut kota ini ada kamu, pernah ada kita di sana. 

Advertisement

Aku membeli makanan favoritmu, mengingat lagi betapa kamu mudah sekali senang. Makasih ya mas udah mau nurutin aku makan disini katamu sambil tersenyum lebar. Ternyata selama ini kamu tidak pernah menuntut banyak dari aku. Aku yang kurang memberi hingga merasa kamu meminta segalanya. Di saat teman-temanku menggerutu pasangannya ingin dibelikan ini itu. Aku selalu bertanya apa kamu ingin juga? Tapi kamu selalu menggeleng. Kamu bilang aku cuma mau lebih banyak waktu sama kamu, mas. Senyum itu, senyum yang selalu terkembang di wajahmu, selelah apapun, semarah apapun kamu. Bagaimana bisa selama ini aku abai? Aku sibuk menuntutmu bersalah hingga lupa bahwa kamu sudah melakukan yang terbaik untuk menjadi pasanganku.

Mas, terima kasih dan maaf ya untuk semua hal. Setelah perpisahan kita, mas pun tahu kalau aku akan menghilang sepenuhnya dari mas. Aku tidak akan menghubungi mas atau mencari tahu kabarnya mas. Bukan karena aku benci kamu, mas. Tapi karena aku mau menyelamatkan diriku sendiri dulu. Membiasakan diri tanpa kamu akan sangat berat buatku. Kamu jaga diri ya mas, jaga kesehatan. Kalau nanti kita bertemu lagi, semoga aku sudah berdamai dengan perpisahan kita.

Itu chat terakhir darimu setelah pertemuan terakhir kita. Chat yang hanya kubaca tanpa ku balas. Saat itu aku belum sesesak ini mengenang kita. Saat itu aku belum tahu bahwa tiadanya kamu di hidupku akan sesulit ini. Aku sangat merindukanmu, merindukan cerita-ceritamu. Cerita-cerita yang sering kutanggapi sekenanya tapi kamu tidak pernah tidak antusias bercerita. Terima kasih banyak sudah bertahan sejauh yang kamu mampu. Meskipun pada akhirnya aku yang memilih menyerah. Dan aku juga yang menyesalinya. Bagaimanapun keadaanmu sekarang aku yakin kamu lebih tangguh daripada aku dalam menghadapi perpisahan. Meksipun jika masih ada kesempatannya aku mau sekali kembali lagi mengulang kita. 

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Sedang menyibukkan diri, salah satunya dengan menulis. Karena saat menulis, saya jadi lupa waktu.