Kata narsis mungkin tidak asing lagi kita dengar. Dimana kata ini sering dilontaran pada orang-orang yang senang mengabadikan dirinya dengan foto selfie. Narsis juga sering dikaitkan dengan tingkat rasa percaya diri yang tinggi. Narsis ini kemudian menjadi perilaku yang menunjukkan kekaguman pada diri sendiri, misalkan merasa sangat keren sehingga terlalu sering berfoto-foto.
Hal ini adalah hal yang biasa, karena sebagian besar orang-orang modern zaman sekarang juga melakukannya. Karena sifat narsis juga menjadi sebuah pengekspresian diri, self love, sekaligus sebagai wujud kesyukuran pada Tuhan. Namun jika perilaku tersebut dilakukan secara berlebihan dan merambah pada segala aktivitas, bisa jadi itu adalah sebuah gejala gangguan kepribadian narsistik. Gejala ini muncul seperti perasaan bahwa dirinya itu paling hebat, paling ‘wah’, sehingga patut untuk diagumi.
           Gangguan Kepribadian Narsistik atau sering disebut NPD (Narcissistic Personality Disorder) merupakan suatu gangguan kepribadian dimana seseorang memiliki perasaan yang terpusat pada kepentingan dirinya sendiri. Seseorang yang mengidap NPD biasanya merasa senang menjadi pusat perhatian. Dalam artian dia adalah orang yang paling unggul diantara yang lain sehingga pantas untuk disorot dan menjadi pusat kekaguman. Kebutuhan untuk selalu dikagumi ini membuat seseorang itu selalu merasa paling baik. Hal ini membuat seseorang menutup pintu kritik dari arah manapun. Hanya sekadar berempati dengan orang lain pun mungkin sangat sulit bagi pengidap NPD.
           Berdasarkan penelitian, sebagian besar pengidap gangguan narsistik adalah laki-laki. Hal ini tidak diketahui penyebab pastinya, namun bisa jadi disebabkan oleh faktor genetik dan juga lingkungan sosialnya. Orang yang mengalami gangguan narsistik ini selalu merasa dirinya lebih penting dari orang lain. Bahkan ia (Narcissist) memiliki kebutuhan yang tinggi untuk dipuji, dikagumi dan dibanggakan. Akan tetapi, itu membuatnya menjadi pribadi yang kurang respect dengan lingkungan sekitarnya.
           Meskipun pengidap narsistik ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi, namun ia sangat rentan untuk mudah rapuh saat menerima kritikan. Hal itu karena ia tidak senang diberi masukan atau diminta untuk mengubah sikap dan perilakunya. Seorang narsistik menganggap bahwa apa yang dilakukannya itu benar. Dan justru cenderung memaksa orang lain untuk mengikuti kemauannya.
           Pengidap narsistik pada umumnya adalah seorang remaja. Hal itu karena masa remaja adalah usia-usia seseorang untuk bersosialisasi dengan lingkungan. Di saat itulah seseorang akan mencari perhatian dari lingkungan atas eksistensi dirinya. Namun jika semua itu tidak didapatkan, maka seseorang akan percaya diri untuk membuat pengakuan atas kelebihan dirinya sendiri. Ia juga akan merasa bahwa semua orang bangga dengannya. Itulah, tanda munculnya gangguan narsistik pada seseorang, terlebih bagi remaja.
           Faktor yang mendorong seseorang memiliki sikap narsis bisa saja muncul karena faktor genetik maupun lingkungannya. Keluarga juga sangat berpengaruh terhadap adanya gangguan narsistik ini, dimana terlalu berlebihan dalam mengelu-elukan atau membanggakan prestasi anak juga menjadi salah satu faktor pendorong. Biasanya perilaku seperti ini dilakukan oleh seorang ibu, alih-alih membangun prestise keluarga, namun malah kebablasan sehingga membentuk sifat narsis pada anak.
           Selain faktor orang tua yang memberikan pujian berlebih, juga ada faktor dari keluarga namun berkebalikan dari itu. Terkadang ada juga orang tua yang terlalu sibuk bekerja sehingga kurang terfokus pada anak. Hal ini menyebabkan perhatian orang tua untuk anak sangat kurang, bahkan orang tua sering bersikap abai pada anak. Menyepelekan anak juga menjadi salah satu pendorong gangguan narsistik, karena jika seorang ana tidak mendapat perhatian dan pujian dari keluarganya maka ia akan mencarinya di lingkungan eksternalnya.
           Narsistik akan selalu menunjukkan keunggulannya dan menutupi kelemahannya. Dan biasanya, setiap ada kesalahan yang ia lakukan justru akan dilimpahkan pada orang lain. Hal itu karena ia tidak mau ada celah sedikitpun dari dirinya. Karena pada dasarnya seorang narsistik akan selalu merasa bahwa apa yang dilakukannya itu benar.
           Adapun upaya penanganan bagi para pengidap gangguan narsistik dapat melalui bantuan psikolog dan didampingi oleh keluarga. Metode terapi yang digunakan untuk menangani penderita gangguan narsistik adalah Psikoterapi. Dimana Psikoterapi ini bertujuan untuk memberikan ketenangan batin dan juga menuntun pengidap narsistik agar memiliki harapan yang realistis. Dukungan dari keluarga dan lingkungan sangatlah penting bagi proses terapi mental dari pengidap gangguan narsistik.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”