Iri merupakan emosi ketika kita merasakan ketidaksukaan dan ketidakpuasan karena kita menginginkan apa yang dimiliki oleh orang lain. Iri adalah bentuk emosi. Iri akan terjadi saat kita melihat orang lain mencapai suatu kesuksesan yang ada dalam jangkauan kita dan kita menilai orang tersebut tidak melakukan usaha yang tinggi untuk mencapai kesuksesannya. Kasarannya begini, saya merasa "lebih pantas" mendapatkan kesuksesan itu dibanding dia tetapi somehow dia malah lebih sukses dari saya. Muncullah rasa iri saya dengan dia.
Sakit rasanya, melihat keberuntungan baik yang dimiliki orang lain, mereka memiliki apa-apa yang seharusnya kita miliki. – Aristoteles
Berbeda dengan dengki, dengki adalah reaksi emosional yang bermuatan positif atas keadaan negatif orang lain atau senang melihat orang lain susah. Orang yang iri bisa berpotensi memiliki dengki. Emosi itu otomatis datangnya dan tidak bisa kita kontrol. Namun, respon terhadap emosi itulah yang bisa kita kontrol menjadi positif atau negatif.
Nah, lalu penyebab dari timbulnya rasa iri dan dengki itu tergantung pada diri masing-masing dan saya sedang berada pada posisi di mana menilai media sosial khususnya instagram menjadi salah satu sumber iri dan dengki paling tinggi dibanding yang lain. Apakah dari kamu ada yang sedang merasakan hal yang sama? Bagi saya it’s okay, mengapa demikian?
Instagram adalah media sosial yang memberikan kesempatan bagi pengguna untuk khusus memposting foto atau video kan. Dengan demikian inilah permasalahannya, yaitu orang-orang menampilkan sisi terbaik dari dirinya melalui story atau hasil potretan. Menurut Armalita dan Helmi dalam jurnalnya yang berjudul "Iri di Situs Jejaring Sosial: Studi tentang Teori Deservingness" menyebutkan bahwa aktivitas memantau informasi tentang orang lain di jejaring sosial dapat menurunkan kesejahteraan psikologis pengguna namun tidak secara langsung, melainkan didahului oleh reaksi emosional yang negatif yaitu emosi iri terhadap postingan orang tersebut.
Saya sudah merasakan ketidaknyamanan menggunakan Instagram sejak dua tahun lalu atau sekitar tahun 2018, di mana saat membuka aplikasi Instagram saya merasa tidak cantik, tidak produktif, dan tentunya merasa gagal karena tidak bisa mencapai sesuatu yang orang lain bisa dan itu membuat saya sering menonaktifkan sementara akun saya, install-uninstall aplikasinya. Alasannya kalau disampaikan ala-ala berita: “Iri Melihat Teman-temannya Asyik Berlibur dan Berbagi Kebahagiaan di IG Story, Wanita Ini Memutuskan untuk Menghapus Akun Instagramnya”. Terdengar kekanak-kanakan, namun ya memang begitu. Saya sadar bahwa dengan hal itu saya menyerah dengan keminderan dan memutuskan hilang sejenak dari sosial media.
Namun, semakin ke sini iri dan dengki itu sedikit demi sedikit hilang. Bagaimana caranya? Saya terus belajar mengontrol rasa minder tersebut. Iya, saya membuka instagram saat sedang ada keperluan saja, stalking doi misalnya, haha nggak bercanda. Maksudnya dengan mengkontrol konten. Mencari konten yang bisa membuat kita terhibur dan jika dirasa postingan seseorang dirasa toxic, tersedia menu mute kok.
Untuk kamu yang sedang rehat dari dunia Instagram, cobalah bertahan. Awalnya memang sulit tetapi lama-lama akan biasa saja dan bisa lepas dari kecanduan media sosial memang tidak sesignifikan yang dikira tetapi cukup membuat saya lebih tenang. Saya tidak bermaksud menggurui atau menyalahkan siapapun toh saya juga melakukan hal yang sama yaitu suka berbagi kebahagiaan atau update aktivitas di IG Story dan setiap orang punya hak untuk itu. Namun, perlu diingat bahwa masing-masing hak asasi dari kita dibatasi oleh hak asasi orang lain. Tetaplah bijak bersosial media dan have a good day!
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”