Di musim panas itu, aku mengenalmu. Kita berdua menjadi teman dekat karena berada di lingkungan yang sama. Bahkan nyaris 24/7, aku menjumpaimu.
Tawa dan canda, kisah sehari-hari, dan sesekali berwisata bersama. Dari beberapa banyak teman yang ada di sekitarku, mengapa aku merasa berdebar ketika berada di dekatmu?
Aku coba untuk menepis pikiran konyolku ini. Mencoba melupakan, tapi bayanganmu malah terus menghantui. Rasanya aku ingin terus bertemu hingga aku mencari-cari alasan agar hal itu terwujud.
Lalu, aku menyadari. Ada sesuatu lain yang kurasakan. Perasaan bahwa aku bahagia ketika bersamamu. Perasaan yang tumbuh ketika aku menemukanmu meski sesungguhnya aku tak berniat mencari. Perasaan yang menggebu hingga kepalaku terlalu berisik dengan hal-hal yang sangat sulit untuk terucap oleh mulutku.
Entah akhirnya akan bersuara atau tidak, tapi semesta memberikanku kesempatan untuk kembali merasakan kehangatan. Parasmu, sikapmu, dan lembut tutur katamu. kamu selalu menyediakan sandaran untuk mendengarkan keluh kesahku.
Setelah hari-hari yang panjang, hatiku kembali utuh saat aku pulih dari seseorang yang bertahun-tahun menghancurkannya berkeping-keping.
Untuk sosok manis yang berhasil memikatku, bagaimana bila kukatakan bahwa aku terpesona ketika mengenalmu?
Tentu aku terpesona.
Pada sepasang bola mata indah yang menatapku hingga membuatku merasa tentram.
Setiap pagi, siang, dan beberapa malam yang kita habiskan bersama, aku tak ingin menipu diriku atas perasaan yang kurasakan padamu. Betapa hati ini ingin memilikimu seutuhnya. Membuatmu bahagia dengan segala yang kupunya, meyakinkanmu bahwa sedikit pun aku takkan menyakitimu. Menjadikanmu orang yang paling beruntung dan bahagia nantinya.
Namun, aku meragu.
Kurasakan tingkahmu yang aneh seolah menghindariku. Tak ada lagi waktu kebersamaan seperti sebelumnya. Aku mengoreksi diriku untuk mengetahui apa aku melakukan sebuah kesalahan? Ternyata tidak. Seseorang dari salah satu kawan kita memberitahuku kalau kamu mengetahui perasaanku untukmu. Entah ini bencana atau bukan, aku mencoba memantapkan hati.
Kuputuskan untuk menanyakan ketersediaan hatimu untuk menjadi pemilik hati. Namun, kamu diam, tidak memberi jawaban pasti.
Setelah aku menemukan titik terang bahwa kita memang tidak bisa bersama, mungkin ini yang membuatmu menjaga jarak denganku saat itu, yaitu perasaanku padamu.
Apa alasanmu yang tidak memberikanku kesempatan sedikit pun untukku? Apa karena parasku yang jauh berbeda dengan tokoh-tokoh sebelumnya yang pernah berperan di hidupmu? Mengapa kamu enggan memberitahu alasan yang sesungguhnya?
Ah … iya, aku mengerti.
Kamu terlalu sempurna untukku yang tak ada apa-apanya. Siapa pun akan memujimu, menjadikanmu rumah, dan mengagumi setiap hal yang kamu lakukan. Tak ragu untuk menyimpan setiap potret yang terdapat kamu di dalamnya.
Kamu adalah matahari, sementara aku adalah bumi. Aku sadar, bukan hanya aku yang kamu beri sinar terang. Kamu merupakan pusat semesta. Sementara bagiku, kamu adalah pusat hidupku.
Aku mengerti. Aku bukan sosok yang kamu inginkan. Aku tahu diriku tak pantas untuk bersanding denganmu. Aku takkan memohon pada semesta agar menjadikanmu jatuh cinta padaku. Perasaan ini murni meski kita tak lebih dari sekedar teman.
Tenang saja. Aku bisa menjaga diriku dan masih mengetahui batasan. Aku akan menekan hati untuk menahan perasaanku untukmu. Mengendalikan diri karena kedua mataku harus melihatmu hanya sebagai teman. Tak lebih dari itu.
Jika suatu hari kepergianmu yang tak pernah kuharapkan, tapi akhirnya terjadi, aku tidak berhak merasa kehilangan, kan? Tak bisa kupaksa kamu untuk memilih jalan yang sama denganku. Karena sejak awal, kamu bukanlah milikku.
Aku bukan bagian dari hatimu yang tentunya selalu kamu tutup dengan rapat, yang kamu harap aku tidak pernah menjadi bagian darinya.
Namun, setidaknya terima kasih karena telah mengajarkanku banyak hal. Tentang merelakan, mencintai tanpa harus memiliki, dan arti bahwa ada hal yang tak bisa lebih dari sekedar teman.
Satu hal yang harus kamu tahu. Meski hanya sebatas itu, kamu tetap teristimewa. Dengan siapa pun aku bersanding nantinya, aku akan selalu mengikutsertakan kamu atas semua hal yang kualami dihidupku. Begitupun sebaliknya. Aku akan bersedia menjadi tempatmu pulang ketika kamu lelah. Kita akan kembali bertemu saat letih dengan perjalanan yang kita lalui masing-masing.
Kamu akan selalu memiliki tempat tersendiri di dalam hatiku. Sungguh. Walau aku tak bisa memilikimu sebagai pasangan, kuanggap kamu adalah sahabat agar kamu takkan hilang. Karena kamu istimewa, tak tergantikan yang selalu mengerti diriku.
Tak ada yang bisa memahamiku sebaik dirimu.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”