Menepi Semi Rindu, Dikicau Pena Gendang yang Bersenandung Tanpa Suara

Nanti kita cerita tentang arti hati yang menepi.

Larik-larik nada sederhana itu sedang berbisik. Gurauan kata menjadikan penghela di narasi simpulan kata pilu. Lembayung syahdu rasa pada pena dikantung mata, didalam munajat menepikan diri dalam diam. Mengalir takdir yang bersuara itu di labirin ini. Rasa, empat deretan abjad yang nampak sederhana. Namun luar biasa begitu merasuk dalam maknanya. Kamu yang riuh ku perbincangkan kepada-Nya. Aku sedang bertanya-tanya bergumam seorang diri, “Rabbi, salahkah cipta rasa darimu yang sedang merundung ulu hati ini?”

Advertisement

Ya, Duhai diri menatap teduh dalam diam diri yang menepi. Bait rasa yang menjelma menjadi rantai hati pada cipta alur sebuah rahasia rasa tentang cinta didalam tudung diam. Kicauan pena menyimak rasa dalam relung hati yang bernada sepi. Narasiku rangkai pada bait sederhana riuh didalam sepi. Aku hanya sanggup menatapmu dari sini. Mendukungmu dengan segenap tulusnya hati. Tentang mu yang renyuh didalam hati dan jiwa ini, yang sedang menjadi kidung tatapan hati pada narasi hangat ku kepada sabda Rabbi.

Kicauannya pena pada arti sebuah rasa yang menghinggapi dan berpijak sunyi ini, Ku lambungkan ke hamparan langit. Ku beberkan semua tentang mu kepada yang maha memiliki hati. Pencipta skenario cinta pada setiap hati hambanya tak berjarak. Meskipun kita terbumbung didalam jarak. Kicauan pena didalam diam terbang melayang digenggam kasih Rabbi.

Menepi aku, ditemani samar bayangmu seorang diri. Titik waktu yang entah dimana letak sapaan itu menghampiri, mungkinkah akan menjadi nyata? atau hanya berbalut riuh renyah dalam bait doa yang terjaga.

Advertisement

Dirimu yang hadir hinggap didalam bayangan, bahkan sesekali menghampiri ku dialam mimpi saat terjaga. Sosok ragamu itu pijakannya masih bersuara dalam tanda tanya. Terkurung didalam hati. Bayanganmu yang temani sisi,  entah akan menjadi nyata atau sekedar menyapa lalu kembali pergi membawa arti pembelajaran. Pada samar bayangmu yang melanglang dipelupuk angan. Dimana sejatinya satu hati yang akan dirimu genapi?. Mungkin masih ada didalam sebuah proses dirimu didalam menemukan sejatinya menetap dalam satu hati. Skenario Illahi terlalu apik untuk sanggup kita pahami. Membawa alur demi alur kedalam sebuah kandung berkat kasih Rabbi. Jalannya sebuah proses didalam pencarian dan menemukan.

Lantunan bait do’a menjadi sebuah penghubung antara intuisi ku dengan dirimu. Akankah selalu menjadi penentramnya. Secarik makna itu tertuangkan digerak gerik isyarat bahasa hati yang menjelma. Bukan tuk diungkapkan semua tetapi dijaga bersama sang maha daya cinta yang memberikannya. Mungkin nalarnya sebuah rasa memang benar adanya. Ujar mereka, “Kita tak pernah meminta, kita tak pernah menduganya. Singgahnya halus seketika tanpa basa-basi. Pijaknya pun merasuk menyisir tanpa permisi.”

Advertisement

Lalu kata mereka, “Bagaimana nalar hatimu menyikapinya?. Dan bagaimana nurani mu memahaminya?. Lalu, bagaimana solusi mu menangkapnya?.”

Kicauan pena pada teka-teki hati dan jiwa itu halus larut tergenang ke pelataran taman hati. Menepi seketika ini diriku, riuh dikerumuni hari namun ironis terasa sekilas sunyi dibenak diri. Apa yang sebenarnya sedang terjadi atau apa yang sebenarnya akan terjadi?. Menggelayut bernyanyi tanpa nada. Membenamkan paksa rasa yang ada itu layaknya mengelupasi kulit nadi ditaburi percikkan sayat yang menipis. Lalu, didalam hati.. langit tepian doa itu menitipkan gelimangan deret aljabar penjelasan rasa tanpa jawaban. Mengalir begitu saja bersama do'a-do'a yang dihafal. Menepi memasrahkan segalanya kepada  Rabbi yang mampu menjabarkan. Penjabaran bersama detik waktu. Disandaran petuah dan petunjuk dari Rabbi. Perjalanan kehidupan ini, sekelumit rasa yang mengalir ini, tak luput dari perhatian Rabbi. Labirin hidup yang layaknya kepingan puzzle. Pada telusur bait yang menempel, yang menjadi jalan setapak takdir dari-Nya.

Suratan pena yang tersirat pada isyarat. Bisik lirih bermunajat, “Semoga Illahi yang mencipta serta menguji bentangan jalannya alur rasa senantiasa menjagamu mengayuh bait demi bait do’a yang tak berjeda. Melimpahkan rahmat terkasih-Nya. Menjaga mu sebagaimana ia menjaga seluruh penduduk bumi ini kepada hati setiap hamba-Nya karena kecintaan yang begitu tinggi kepada Rabbi. Sebagaimana Ia menitipkan alurnya. Sebagaimana Ia menjaga pilur-pilur nurani setiap insan yang dicintai-Nya dan juga mencintai-Nya. Semoga Allah senantiasa menjaga hati kita".

Kicauan pena bernyanyi tanpa nada. Lariknya sederhana tetapi menyimpan makna. Sayup berdesir menggetarkan jiwa direlung hati. Seperti gejolak gravitasi bumi kepada hati yang spontan menyisir menampik suasana namun nyata hinggapnya mengisi relung jiwa serta hati. Terkadang dirasakan nyeri mendesir, terkadang ada sesuatu yang ditakdirkan untuk menjelma ke cawan tafsiran rindu. Mengikis karang namun tak ingin ku benamkan. Jangan minta aku untuk memadamkan alunan nada sebuah rasa didalam jiwa. Biarkan semua mengalir dengan apa adanya. Sebab hatiku ini kepunyaan Allah begitu juga dengan labuhan pulau hatimu. Nanti kita cerita tentang rasa yang menikam rindu melangitkan jejaknya didalam langit doa. Nanti, kita cerita ya tentang arti sekelumit rasa yang menepi ~

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini