Menemukan RumahÂ
Nyata, terlaksana, tak hanya kata-kata yang tumpang-tindihnya adalah kemayaanÂ
Saat itu pun tiada yang tahu kaki itu harus melangkah ke ruang yang mana?Â
Ibunya berpulangÂ
Bapak telah pergi duluanÂ
Saudara tak punya: lalu mengisyaratkan "aku berdiri di kaki sendiri saja"
Dibangun pondasi-pondasi mulai dari yang kecilnya tak terlihat sampai tinggi-besarnya menyilaukan: memiliki kekhasan bangunan yang hanya dirinya punya
Semenjak bangunan itu utuh jadi rumah huniannya
Perlahan ia mengisi kekosongan dalam rumah itu dengan hati menerimaÂ
Ia menemukan rumah dengan hati menerima
Â
Sapa tentang "Rumah untuk Pulang"
Setelah menulis rumah untuk pulangÂ
Aku tambah merasa tak punya rumah yang utuh buat sekadar pulangÂ
Sepertinya bakal susah,  jika memulai segalanya dari rumah yang sama
Kita memang bisa, aku yakin demikianÂ
Cuma aku belum menemukan rumah yang kurasa cocok untuk sekadar singgah atau berdomisili panjangÂ
Sesuap sapa sesiang tadi dari bilik pada secuil kutu di rumahmu menggapai larakuÂ
Aku juga sudah di ujung jalan, masih berjalan, jatuh, bangkit, terjerembab, menangis sejadi-jadinya
Kutak ingat keesokan harinya aku cuma ingat:
Sesaat setelah kutulis rumah untuk pulang
Aku melihat kupu-kupu dalam kenangku di jurang perbatasan
Mereka berdua berkejaran di antara pohon bambu yang saling gesek, di antara jalan yang menyulitkan buat sampai rumahÂ
Keduanya mengingatkanku akan sapamu: pulanglah pulang sepulang-pulangnya, pada rumah yang mau kau tujuÂ
"Ucapkan padaku jika bertemu, aku menemukan rumahku"
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”