Hafiz, merupakan fresh graduate salah satu Universitas di Kalimantan. Ia adalah lulusan yang terbilang cukup berprestasi baik dari segi akademik maupun ekstra di luar kampus. Hafiz yang memiliki ijazah sarjana lulusan pertanian dengan nilai IPK yang memadai memilih untuk membangun usaha sendiri ketimbang mencari pekerjaan. Bahkan ia sudah merintis usahanya semenjak di bangku perkuliahan. Usahanya sekarang sudah berjalan lancar dengan menggaji beberapa pegawai yang juga masih merupakan mahasiswa dengan jurusan yang sama dengannya. Usaha yang dijalankan Hafiz masih dalam dunia pertanian, dimana ia dibesarkan lewat pendidikan. Cerita yang dialami Hafiz juga pastinya dialami oleh para mahasiswa yang baru lulus atau sedang menjalani masa perkuliahan.
Berbeda lagi dengan Irfan, meskipun masih sama satu jurusan dengan Hafiz, ia lebih banyak berkecimpung di dunia elektronik. Kemampuannya dalam merangkai dan memperbaiki barang-barang elektronik seperti gawai, membuatnya mudah untuk diterima kerja di sebuah konter service gawai di daerah tempatnya menimba ilmu. Aktivitas yang dijalani oleh Irfan berawal dari keberaniannya untuk mencoba bongkar pasang gawai miliknya. Selain juga suka dengan dunia elektronik, ia juga termasuk orang yang dapat belajar dengan cepat. Alhasil, disamping bekerja dikonter, ia juga membuka jasa service hape yang dijalankannya secara mandiri. Cerita yang dialami Irfan pastinya juga pernah dialami oleh mahasiswa yang sedang menekuni hobinya dan merasa belum cocok dengan perkuliahannya.
Dua cerita diatas adalah contoh yang sering dialami oleh kita atau mungkin anda juga ketika mulai mendekati masa akhir perkuliahan. Status mahasiswa tahun akhir juga terkadang menjadi beban. Tak hanya serius dengan skripsi tugas akhir, menentukan kemana langkah selanjutnya setelah wisudaan juga membuat pusing. Tetapi intinya, setiap mahasiswa memiliki satu tujuan yang sama setelah mereka lulus, yaitu mendapatkan pekerjaan.
Mendapatkan pekerjaan tak mesti hanya berkutat pada apa yang telah dipelajari semasa perkuliahan. Sayangnya faktanya memang demikian. Penempatan para fresh graduate atau mahasiswa akhir pada lapangan pekerjaannya terkadang tak selalu sama dengan disiplin ilmu yang didalaminya. Hal itu merupakan itikad dari subjek sendiri yaitu mahasiswa. Karena selalu terdapat cerita yang berbeda melatarbelakangi mereka memilih jurusan dan memilih pekerjaan. Kedua latar belakang itu yang pada akhirnya menimbulkan pernyataan mengenai “mahasiswa salah jurusan”, “sarjana pengangguran” atau "sarjana tidak kompeten".
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa terjadi peningkatan jumlah pengangguran untuk lulusan Universitas sebesar 1,13 persen pada tahun 2018. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya. Pada tahun sebelumnya (2017) kisaran angkanya berada di 5,18 persen dan meningkat pada tahun 2018 menjadi 6,31 persen. Peningkatan ini diduga karena umumnya para sarjana “terlalu pemilih” soal pekerjaan. Mengingat status mereka yang tergolong merupakan lulusan yang tertinggi dalam strata pendidikan formal, sehingga perhitungan dan pemilihan pekerjaan seringkali membuat mereka pusing sendiri. Akhirnya, justru tidak mendapatkan pekerjaan dalam waktu yang lama. Berbeda dengan lulusan tingkat pendidikan dibawahnya (SMK/SMA, SMP dan SD) yang tidak terlalu memilih pekerjaan, tetapi yang penting kerja. Persoalan lainnya juga adalah kemampuan dan skill para mahasiswa terkadang jauh dari yang diharapkan oleh beberapa penerima lowongan pekerjaan.
Ijazah adalah pintu pembuka bagi para mahasiswa untuk masuk ke pekerjaan. Tetapi untuk bertahan ataupun menjalani pekerjaan tidak memerlukan ijazah, yang lebih penting adalah kemampuan. Masalahnya, kemampuan kadang tak sebanding dengan tingginya nilai pada ijazah atau sebaliknya. Hal ini terjadi karena tidak mendalamnya ilmu yang diserap ketika masuk perkuliahan dengan berbagai faktor pendukung. Salah satunya kurang sukanya dengan disiplin ilmu yang dipelajari. Mengapa hal ini terjadi? karena adanya ketidaksinkronan pada saat pemilihan jurusan.
Diawali dari memilih ingin masuk kampus yang mana setelah lulus jenjang SLTA. Alasannya beragam, namun ada satu yang sudah umum yaitu karena akreditasi yang tinggi atau sekedar melanjutkan pendidikan. Bukan alasan yang salah. Beberapa dari kita pernah melakukannya. Menurut data Menristekdikti, untuk pendaftaran SNMPTN tahun 2019 ada sebanyak 478.608 siswa dan yang dinyatakan lulus sebanyak 92.331 siswa untuk 85 Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Dalam jumlah siswa yang lulus itu, tentunya ada berbagai alasan untuk masuk ke PTN dan mungkin salah satunya adalah seperti yang sudah dijabarkan diatas.
Alasan diatas akan membentuk cerita seperti Irfan sebelumnya. Mahasiswa yang memiliki kemampuan yang bagus diluar bidang disiplin ilmu perkuliahan. Tapi jika dengan alasan yang sesuai, maka akan menghasilkan (kurang lebih) seperti cerita Hafiz.
Mau diakui atau tidak, mau dengan berbagai alasan apapun. Tujuan utama mengenyam bangku perkuliahan tentunya adalah mendapatkan pekerjaan. Untuk setiap mahasiswa yang sedang mendalami ilmunya dan kekeuh dengan apa yang ia jalani, maka akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan apa yang telah diajarkan pada perkuliahan. Tapi jangan lupakan juga kemampuan-kemampuan lainnya yang mendukung kamu untuk terus bertahan dalam dunia kerja. Lalu, mahasiswa yang sudah mendapatkan pekerjaan dan jauh sekali dari ilmu yang sudah dipelajari di perkuliahan, syukuri saja. Itulah yang kamu butuhkan, daripada menjalani hal yang tidak disukai untuk kedua kalinya lagi. Mendapatkan pekerjaan atau tidak, yang sesuai atau tidak, itu tergantung diri masing-masing untuk mengusahakannya.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”