Urusan hati itu memang bukan perkara main-main. Daya positif hingga daya rusaknya kadang sangat luar biasa. Tidak terhitung berapa banyak orang-orang yang secara fisik kuat atau secara otak memang cerdas, namun saat dihadapkan pada persoalan hati dan semua yang berkaitan dengannya, mereka hancur lebur.Â
Secara naluriah memang sangat sulit untuk tetap "baik-baik saja" bila berurusan dengan hati. Rasa sakit, sedih hingga tangis pilu sebenarnya wajar dilakukan bila hati kita sedang terluka. Itu pertanda bahwa mekanisme alamiah dari tubuh kita memang bekerja, Tak ada yang salah dari itu semua. Nanti semua itu bisa menjadi salah jikalau dilakukan berlarut-larut sampai mengacaukan sistem normal pada tubuh kita.Â
Yang jadi pertanyaan saat ini adalah, apakah ada cara yang bisa kita lakukan untuk mengurangi atau bahkan mengendalikan hati kita dari sakit yang berlebih? jawabannya adalah ada. Namun ibaratnya obat, obat ini harus diminum awal, bukan di saat sakitnya sudah kambuh. Yah beda-beda tipis dengan obat maag.Â
Resep pertama yang harus kita pahami adalah, perlu kita ketahui bahwa esensi dari kehidupan itu adalah perpisahan. Kita harus paham betul bahwa kebahagiaan itu tidak pernah datang sendiri, di baliknya selalu ada perpisahan yang menanti.
Anda bertemu dengan orang yang anda cintai lalu pacaran, boleh jadi putus kan? Kalau pun langgeng dan menikah, boleh jadi cerai kan? Lantas kalau masih awet sampai kakek nenek, bukankah di depan ada kematian yang menunggu? Jadi esensinya adalah, kita selalu memburu kebahagiaan namun lupa mempersiapkan kehilangan.Â
Mempersiapkan kehilangan bukanlah sebuah sikap pesimis, melainkan sebuah upaya kita untuk sadar betul bahwa semua kebahagiaan ini kelak akan berakhir. Saat kita mencintai seseorang, lakukan dengan penuh totalitas.
Sayangi dan perlakukan dia dengan seistimewa mungkin. Namun cobalah dalam beberapa momen berhenti sejenak lalu berfikir, cepat atau lambat, kami akan berpisah, tapi tak masalah cepat atau lambatnya, yang jelas dalam setiap detik bersamanya, saya akan melakukan semua yang terbaik untuknya.Â
Jadi kuncinya ada pada senantiasa mengingatkan diri bahwa bahagia itu memang tidak abadi. Kita bisa menganalogikannya seperti ini, apa sih bedanya antara orang yang sedang makan bakso lalu kemudian tiba-tiba dipukul dengan seorang petinju yang sedang berjalan memasuki ring tinju untuk saling pukul?
Bedanya ada pada kesiapan. Orang yang sedang makan bakso boleh jadi juga akan melawan, tapi sesaat setelah dipukul, pikirannya akan berputar kemana-mana, dia akan shock bahkan kadang tak tahu apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dia lakukan.Â
Tapi coba lihat si petinju. Saat berjalan menuju ring tinju dia sudah tahu bahwa dia akan dipukul. Dia pun sudah tahu apa yang harus dilakukan bila dipukul. Dia sudah menyiapkan berbagai strategi dan kesiapan mental untuk menghadapi pukulan-pukulan itu. Maka bersiaplah sejak saat ini. Karena bahagia tidak pernah abadi, kesedihanlah yang pasti.  Â
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”