“Fajar sayang.. sampai kapan kamu berdoa hal jahat itu? Masihkah menunggu sampai doa jahatmu dikabulkan Tuhan? Tidak akan mungkin terjadi. Bahkan malaikatmu benci mendengarnya. Sebaiknya bangkit dan kembalilah pada masa ceriamu. Hidupmu nggak melulu bergantung pada Senja kan?”
Kalimat itu yang terus menerus disampaikan untuk Fajar. Dari satu-satunya sahabat kecil bahkan dari lahir yang setia berjalan berdampingan sampai sejauh ini. Dua puluh tujuh tahun, terhitung dari masa di mana aku kenal Fajar, yang kala itu masih sama-sama tidak mengerti apa itu dunia. Hari lahir yang berjelang dua hari, membuat kami seakan adalah saudara kembar, meski berbeda rahim dan garis keturunan.
“Aku menunggu Senja, Ra.”
***
“Selamat pagi Rara."
Fajar menarik selimutku yang masih tertutup rapat. Bukan karena tinggal di satu rumah, hanya saja rumah kami berdampingan bahkan sampai dibuatkan pagar belakang, agar ketika bermain tidak harus keluar rumah. Hanya melangkah melalui pintu yang sudah dibuatkan Ayah. Maka itulah, sampai saat ini kami seperti saudara kandung.
“Happy anniversary, sayang.” Terlihat Fajar berbicara pada cermin, “Aku bahagia bisa mencintai Senja sejauh ini. Ra.” Memonyongkan bibir, bersiul dengan senang. Memasang wajah rupawan dengan bolak-balik menata rambut dengan gel kesayangan. Sisir yang kian berminyak masih setia merapikan helai rambutnya yang berkilau. Melantunkan ayat-ayat kesaktian jatuh cinta. Semprotan parfumnya yang sengaja dibalurkan ke tubuh sebenarnya sangat menusuk hidung.
“Raa.. tiga hari lagi gue anniversary. Please, hari ini temenin cari kado untuk Senja ya?"
Tanpa basa basi, kutolak dengan tegas. “Nggak ah males.. Pergi aja lo sendiri”.
Berbekal rayuan gombal, Fajar menunjukan kebolehannya. “Rara cantik, sahabat gue dari lahir. Temenin ke toko cokelat dooonngg, terus ke toko bunga, ke toko hadiah yang romantis. Plissss…Plissss… Plissss…”
Dengan iming-iming ice matcha bertabur cokelat, Fajar berhasil meluluhkan hati untuk nemenin belanja. Berat hatiku mengiakan apa maunya.
Berjam- jam mengitari seluruh kota Jakarta untuk mencari hadiah yang istimewa, itu pun menurut Fajar. Semua ini dilakukan hanya untuk Senja. Tak peduli bagaimana aku lelah dan lapar, sedari tadi hanya fokus pada pencariannya. Hampir 12 jam menghabiskan waktu dan akhirnya berhasil mendapatkan cokelat yang diharapkan. Sederhana saja, cokelat putih yang ada motif berwarna pink yang berbentuk bunga mawar dan digenggam panda putih hitam. Sudah dipacking rapi pula sama mas-mas penjaganya. Pita pink juga melengkapi bungkus biar keliatan lebih cantik.
“Udah belinya? Gue mau pulang."
“Kan belum ke toko bunga Ra, belum ke toko pernak-pernik. Pliss… temenin gue sampe selesai." Bibir ikut memonyong bosan. Beda dengan Fajar, yang memonyong karena bersiul. Perjalanan apa ini, terlalu lelah hanya untuk menemaninya seharian. Yah hanya karena Fajar adalah teman baik saja, jadi kuturuti apa maunya.
“Ini udah jam 10 malem. Capek, Jar. Dari jam 7 lo udah di rumah gue. Terserah lo, gue mau balik."
“Raa.. bunga belum dapet nih." Fajar menaruh tangannya tepat di kepala, mengacak-ngacak rambut yang memang sudah berantakan. Tanpa harapan banyak, aku memaksa pintu mobil agar terbuka.
“Kalau nggak mau anterin gue balik, bisa kok pesen Ojek Online dari sini”. Dengan sigap, tangan Fajar menahan dan menarik tanganku. Ketika aku sudah mengeluarkan tanduk kemarahannya, Fajar sudah tidak bisa mengelak, ketukan jemari pada setiran bulat dan akhirnya Fajar menyerah.
“Iyah kita pulang, besok temenin gue lagi yah cantik”
***
“Selamat pagi Rara sayang”. Fajar kembali mengganggu waktu tidurku.
“Helah ngapain sih pagi-pagi kesini. Masih ngantuk aah”. Ditarik lagi selimut yang membungkus tubuh. Sepertinya Fajar sengaja membuatkan nasi goreng favorit dan membawanya ke kamar. Entah kenapa, nasi goreng buatan Fajar sangat enak dengan serpihan pangsit rasa dari Inipangsit yang diracik dengan menu istimewa, membuatku tidak bisa menolak apa-apa. Nasi goreng termahal di restaurant itu masih kalah dengan cita rasa khas yang dibuat Fajar.
Fajar mulai mengeluarkan jurus jitu nya. Merayu dan seakan-akan membuat wanita manapun akan luluh jika mendengarnya. Lagi-lagi, aku malas menuruti maunya. Tapi demi Fajar, aku bisa apa. Setengah jam mendengarkan putar balik rayuan dan akhirnya membuat ku segera mandi. Kembali duduk di bangku hitam tepat disebelah Fajar mengemudi.
“Hari ini ke toko hadiah dan ke toko bunga. Kalau masih ada waktu, langsung ke rumah pacar tercinta, yaa Ra”.
Tanpa banyak menjawab, hanya “Ya..!!” yang terlontar.
Masih posisi bahagia, Fajar mengemudi sambil melantukan lirik lagu yang aku sendiri tidak paham apa lagunya. Kali ini tidak terlalu banyak memilih bunga. Cukup memilih mawar putih yang di ikat menjadi bouquet. Disatupadukan dengan cokelat yang kemarin, ikatan bunga nampak terlihat cantik. Dilanjutkan melaju kerumah Senja, yang terletak tidak jauh dari toko bunga dan melupakan toko pernak pernik tujuannya.
“Fajar.. berhentilah melakukan itu semua. Berpikirlah dengan baik” ucapku.
“Raa.. hayolaah..”. Mengatupkan kedua tangan seakan memohon. Fajar menginjak gas tak menghiraukan apa maksudku.
***
Sekitar 20 menit sampai juga ke rumah Senja. Mobil Fajar berhenti di depan rumah Senja, nampak jelas sosok pria paruh baya duduk manis di pos security dan kemudian bergegas membuka gerbang, sebagai tanda kami diperbolehkan masuk.
“Eehh mas Fajar.. Kok ke sini mas?.”. Sapa Pak Angga penuh tanya dan menggantungkan pertanyaannya.
“Ini Pak, nitip untuk Senja”. Fajar menyerahkan bouquet bunga dan bingkisan cokelat ke Pak Angga.
Dengan wajah kaku dan merubah menjadi muram. Fajar menahan tangisnya dalam-dalam. Menginjak gas dan mengarahkan stirnya ke tepi jalan yang berjarak hanya beberapa meter dari rumah Senja. Membantingkan kepalanya di pundakku dan akhirnya pecah meraung histeris.
“Aku memang bodoh Raa”. Fajar masih terus meraung pedih dalam hatinya. Kalau seperti ini, aku tidak tega melihatnya. Fajar memang bersikeras terhadap mimpinya. Sedangkan Senja bukanlah untuk Fajar.
“Fajar, aku sudah bilang. Lupakan perasaanmu. Malaikat pun membenci tentang doa jahat yang selalu kauajukan untuk Tuhan. Senja sudah menikah, dia sudah bahagia atau bahkan sedang mengandung anak pertamanya. Jangan terus berdoa agar mereka berpisah dengan harap kau bisa masuk ke dalam hidupnya. Itu doa yang bodoh. Buanglah perasaanmu itu jauh-jauh, Jar. Sampai kapanpun Senja tidak akan pernah bersatu dengan Fajar. Berhentilah menunggu Senja”.
Fajar yang masih belum berhenti meluapkan tangis sia-sianya. Seharusnya dia paham, Senja sudah menikah beberapa bulan lalu, tapi Fajar masih saja menaruh harapannya pada Senja. Sebuah harapan yang memang tidak pernah terbalaskan, sejak tujuh tahun silam semasa kuliahnya. Fajar hanya menunggu sebuah jawaban alam untuk menyatukan mereka. Tapi faktanya Tuhan tidak menyatukan.
“Andai kamu tau Jar, aku menunggumu untuk membalas perasaan cintaku ini”. Kataku yang hanya bisa terucap dalam hati.
Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya
“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”