[CERPEN] Menanti Akan Jawaban dari-Mu

Karena aku yakin, Tuhan akan memberikan jawaban atas semua ini dengan cara yang menakjubkan di waktu yang tepat

Memiliki kehidupan yang sesuai dengan apa yang kita harapkan memang menyenangkan dimana hidup akan terasa bahagia, damai, dan tentram. Tentu akan berbeda cerita jika kehidupan yang kita miliki tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Hidup terasa penuh tekanan, kekecewaan, rasa bersalah, benar-benar tidak berarti. Ingin rasanya menyerah atau lari dari kenyataan. Tapi, apakah semudah itu? Tentu saja tidak. Lari dari kenyataan tidak akan merubah keadaan. 

Advertisement

Tidak akan membuat hidup kita menjadi lebih mudah atau terbebas dari masalah. Memang benar, kita akan merasa sedikit lebih tenang, tapi sesungguhnya itu tidak akan bertahan lama. Rasa makin bersalah pun muncul, masalah baru pun akan tetap datang menghampiri. Bukankah kita hidup untuk menyelesaikan masalah? Iya, memang mudah mengucapkannya, tapi untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari butuh hati yang kuat.

***

Aku adalah seorang mahasiswi yang baru-baru ini telah mendapatkan gelar sarjana. Teman-teman ku yang berada pada fase yang sama dengan ku pada umumnya sudah menyebar surat lamaran pekerjaan di berbagai tempat. Sedangkan aku? Masih saja terlena dengan segala kenyamanan yang  ada di rumah alias nganggur. 

Advertisement

Memang, sejak aku sudah mau menyelesaikan studiku, aku sudah berpikir untuk gap year, ya ingin aja kira-kira satu tahun nganggur dulu. Mengapa? Karena aku terlalu lelah dengan perkuliahan yang aku jalani selama ini. Bukan karena lelah belajar, mengerjakan tugas, maupun laporan, tapi lebih tepatnya lelah karena terlalu banyak tekanan batin.

***

Advertisement

Kehidupan penuh tekanan batinku dimulai sekitar empat tahun yang lalu, bertepatan dengan penerimaan mahasiswa baru. Dulu aku termasuk kategori siswa yang pintar. Pintar dalam artian selalu juara kelas, nilai selalu tertinggi, sekolah di tempat favorit, sangat study-oriented banget pokoknya. Hampir semua guru mengenaliku karena kepintaranku. Waktu itu aku masih merasa hidupku mulus-mulus saja. Aku selalu mendapat pujian, selalu mendapatkan hadiah atas prestasiku dari orangtuaku, dan semua orang bangga denganku. 

Tanpa aku sadari, pujian dari orang-orang tersebut ternyata mengandung ekspektasi tinggi ke aku. Dari situ orang-orang mulai menerka mau melanjutkan kuliah dimana aku besok dan akan menjadi apa aku kelak. Mereka, bahkan orangtua ku, tentu saja mulai berekspektasi tinggi yaitu menginginkan aku untuk lanjut di universitas dan dengan program studi favorit. Awalnya aku yakin-yakin saja bakal mewujudkan impian orang-orang disekitar aku karena selama ini aku mempunyai pencapaian yang tinggi. Tapi ternyata pemikiranku salah.

Memang, disaat aku masih memiliki kepercayaan diri yang tinggi aku sangat berambisi untuk bisa masuk univ dengan prodi favorit karena memang sebagian besar nilai raport aku memiliki nilai tinggi dan progress yang bagus. Sampai-sampai saat SNMPTN aku tidak memikirkan bagaimana kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi jika aku terlalu berambisi. Hingga saat pengumuman tiba, aku dinyatakan tidak lolos. Pertama membacanya, aku benar-benar blank. Aku tidak tahu harus bagaimana. Aku tidak tahu harus melangkah kemana setelah ini. 

Yang ada dipikiranku saat itu hanyalah perasaan bersalah dan aku sangat mengecewakan. Hal ini semakin parah ketika aku tau teman-teman yang memiliki nilai tidak setinggi aku bisa lolos di univ dan prodi favorit. Waktu itu aku benar-benar merasakan ketidakadilan hidup. Padahal jelas-jelas itu salahku yang terlalu berambisi tanpa menyiapkan opsi lain atau menyiapkan hati yang lapang untuk menghadapi kemungkinan terburuk.

Akhirnya waktu itu aku memutuskan untuk kuliah di salah satu PTN di Kota Pelajar dengan prodi yang sesungguhnya aku mendapat kecaman dari banyak pihak atas pilihan ngawur ku ini. Banyak orang yang menyapaku dan ujung-ujungnya bilang, “Kok ambil itu? Kamu serius? Kenapa engga prodi A? Prodi B?” dan lain-lain. 

Bahkan, ortu sebenarnya engga mengizinkan karena kurang menjanjikan prospek kedepannya, tapi akhirnya mau-mau aja ngebiayain aku karena memang pada dasarnya aku ini anak bungsu yang cenderung apa-apa diturutin, demi kebahagiaan aku. Haha, sayangnya aku tidak bisa bahagia atas pilihanku ini. Hingga sekarang.

Jujur, disaat awal perkuliahan, aku masih belum bisa menerima keadaan. Kuliah tidak bisa begitu fokus. Nilai yang aku dapat kurang bisa maksimal. Pikiranku masih melayang-layang kesana kemari. Kalimat yang selalu muncul dalam benakku waktu itu adalah ‘aku ingin pindah’. Tapi untuk pindah pun aku terlalu takut. 

Aku takut makin mengecewakan ortuku lagi dan dan beberapa hal yang aku tidak bisa jelaskan secara detail. Itulah mengapa, selama ini aku tidak pernah menceritakan masalah ku ini ke mereka. Sebisa mungkin, aku harus nampak baik-baik saja walau sesungguhnya itu semua palsu. Aku tidak mau tampak lemah dan membuat ortuku kepikiran tentang aku.

***

Berat. Sangat berat menjalani empat tahun kuliah tanpa merasa ada yang memberi support. Hal ini makin aku rasakan ketika aku mengerjakan Tugas Akhir Skripsi. Fase dimana aku sangat butuh support system dari orang terdekat tapi nyatanya aku berjuang sendirian tanpa ada yang memberi semangat.

Mulai dari situ, aku tak pernah lupa untuk berdoa semoga aku diberi kekuatan untuk menghadapi kehidupan ini. Jujur, aku iri dengan teman-teman ku yang senantiasa diberi support atau diberi semangat oleh orangtuanya. Bisa sedekat itu hubungan mereka dengan ortu. 

Aku selama ini tidak terlalu dekat dengan ortu ku karena aku merasa engga enak, merasa udah mengecewakan, merasa bersalah banget atas pilihanku, dan takut tidak bisa mempertanggungjawabkan pilihanku. Terlebih, aku sering mendengar ortuku diam-diam menyesal aku kuliah di univ ini. Tapi ya bagaimana lagi, sudah semester akhir. Tanggung untuk ditinggalkan tapi terlalu menyiksa batin untuk dipertahankan.

***

Hingga akhirnya aku mulai berpikir, mau sampai kapan aku terpuruk seperti ini. Lalu, mulai lah aku menata hati dan pikiran. Aku berambisi untuk memperbaiki nilai-nilaiku. Setidaknya, aku harus lulus dengan predikat Cumlaude, karena dengan begitu, ortu ku akan menilai bahwa aku bisa mengikuti perkuliahan dengan baik, walau aslinya aku jauh dari kata baik-baik saja.

***

Aku tahu, kita tidak bisa menebak takdir kita. Yang bisa kita lakukan hanyalah berusaha yang terbaik dan berdoa semaksimal mungkin. Seseorang pernah berkata padaku, "Sabar, suatu saat nanti pasti kamu akan mengetahui alasan mengapa Tuhan memberimu jalan hidup seperti ini. Percayalah semuanya pasti ada hikmahnya, hanya saja untuk saat ini, kamu belum mengetahuinya." 

Baiklah, aku akan menanti jawaban itu dengan lapang dada, mencoba untuk selalu berprasangka baik, dan belajar untuk tidak menyalahkan keadaan. Memang berat menjalani kehidupan yang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Tapi tak mengapa, itu semua sudah takdir. Yakin lah, suatu saat nanti, Tuhan akan menunjukkan alasan dibalik itu semua dengan cara yang menakjubkan.

Artikel Bermanfaat dan Menghibur Lainnya

Advertisement

“Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca hipwee, isi artikel sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.”

Berikan Komentar

Tim Dalam Artikel Ini

Penulis

Seseorang yang sedang menikmati kesendiriannya